"Aku menyesali sikapku dulu." Ujar Aretha pada dirinya sendiri. Pada malam yang semakin larut, Aretha tidak bisa memejamkan matanya. Ingatan nya masih merekam dengan jelas bagaimana respon yang di berikan Al ketika ia mencoba untuk meminta maaf. Ia diam. Hanya diam! Bahkan dia tidak membiarkan Aretha menyelesaikan kalimatnya.
Setitik air mata mengalir, awalnya hanya setitik namun menjadi deras seiring bertambahnya rasa sakit yang sedang menjalar di hatinya. Sudah sepuluh tahun ia memendam perasaan ini, sudah sepuluh tahun ia tidak dibiarkan untuk memperbaiki keadaan.
***
Sepuluh tahun sebelumnya.
Aretha dan Alvaro terlibat pembicaraan yang serius di salah satu lorong sekolah yang sepi. Jam sekolah sudah selesai beberapa jam yang lalu, namun mereka masih harus mengikuti kegiatan ekstra kulikuler di sekolahnya.
"Apa itu benar?" tanya Al memandangnya tajam.
"Apa maksudmu?" Aretha mengernyitkan kening. Tidak mengerti.
"Kau menerima cinta Arjuna? Apa itu benar?"
"Apa hubungannya denganmu? Itu bukan urusanmu." Ujarnya acuh. Aretha nasih kesal dengan pertengkaran mereka yang terakhir yang menyebabkan buku nya terbelah menjadi dua.
"Jawab pertanyaan ku Aretha!"
"Kenapa aku harus menjawab? Kenapa juga kamu harus ingin tau?" Aretha masih bersikap keras kepala.
"Sekali lagi aku tanya, apa kau berpacaran dengan Arjuna sekarang?" Al mendesis.
"Iya! Sudah puas?"
"Kenapa kau? Kau tidak tau kalau Arjuna itu b******k? Dia sudah mempermainkanmu?" kali ini Al tidak dapat mengendalikan suaranya. Teriakan Al membuat Aretha tersentak sedikit.
"Kau tidak tau apa-apa Al, jangan berusaha menganggu kehidupan cintaku."
"Kau yang tidak tau apa-apa. Kau tau, kau ini sedang dipermainkan dengan Arjuna."
"Aku tidak percaya padamu Al, selama ini kau selau menganggu hidupku."
"Kau akan menyesal Aretha. Aku mohon kau harus percaya padaku kali ini, aku memang suka menjahilimu tapi aku tidak bermaksud untuk merusak hidupmu. Arjuna punya maksud yang lain mendekatimu."
Aretha bingung. Ia membenci Alvaro, ia tidak percaya dengan Al. selama ini ia menganggap Al selalu menganggu hidupnya dan tidak membiarkan hidupnya tenang.
"Maaf Al, setelah apa yang sudah kau lakukan padaku sulit bagiku untuk mempercayaimu."
Aretha pun berbalik dan pergi berlalu.
***
Keesokan harinya, ketika datang ke kantor sedikit terlambat.
"Apa yang kau lakukan dengan matamu, Aretha?" tanya Indira memerhatikan ada kantong mata yang begitu jelas pada matanya.
"Ah ini, aku tidak bisa tidur nyenyak semalam." Jawabnya.
"Memangnya apa yang kau pikirkan? Apa bos memberikan kita pekerjaan lagi?" Janetta bertanya panic.
"Tidak. Aku hanya memikirkan urusanku sendiri." Jawab Aretha lalu menduduki bangkunya.
"Ah syukurlah. Aku merasa badanku remuk belakangan ini." Ujar Janetta.
"Kita belum menerima pekerjaan tambahan lagi, kita bisa bersantai sedikit."
"Kalau begitu, bagaimana kita pergi keluar nanti sepulan kerja?" Indira tampak antusias.
"Kau bagaimana? Kau ikut kan?" Janet bertanya pada Aretha.
"Hmm, bagaimana ya." Aretha berpikir sebentar. "Baiklah aku akan ikut dengan kalian."
Janet dan Indira bersorak.
"Apa yang kalian rencanakan? Sepertinya seru. Apakah kami boleh ikut?" Nico muncul dari sekat kubikel, diikuti dengan Daren dan Keanu.
"Hmm sayangnya ini hanya untuk acara perempuan." Indira menggelengkan kepalanya.
"Curang kenapa kau hanya buat acara untuk kalian sendiri. Kita kan satu Tim." Ujar Daren.
Aretha terkekeh, "Kau sangat ingin sekali ikut ya?" Aretha senang meledek teman satu tim nya. "Baiklah, aku rasa kita memang harus mengajak para pria ini guys." Ketiga pria itu langsung mengangguk antusias.
***
Alvaro masih berkutat pada layar laptop dan beberapa berkas yang berserakan di meja kerja nya, waktu sudah menunjukan hampir makan siang namun Al masih belum ma beranjak dari kursi kebesarannya. Seseorang mengetuk pintu dan membuka nya setelah suara Al terdengar dari dalam.
Seorang Office Boy yang berseragam lengkap tampak menyembulkan kepala nya dari balik pintu.
"Permisi Pak, ada titipan buat bapak." Setelah menaruh barang diatas meja, OB tersebut langsung pamit keluar ruangan.
Al mengangguk kepala dan melihat ada sebuah kotak persegi berwarna perak. Al membuka kotak tersebut dan mendapati ada sebuah bolpoin berwarna hitam metalik dan mempunyai list keemasan. Di kotak tersebut juga ada sebuah kartu ucapan. Al membuka nya.
Aku tau kalau aku tidak sopan melakukan ini kepada atasan ku sendiri. Tapi biarkan aku menyelesaikannya sebagai teman lama yang sudah lama tidak bertemu.
Al tersenyum. "Aretha.."
Aku tak tau bagaimana menyampaikannya. Aku sudah berusaha untuk mengatakannya padamu. Aku sudah berpikir keras belakangan ini, aku heran kenapa aku masih saja bersikap keras kepala padahal aku sudah tau kalau aku yang salah.
Maafkan aku. Aku hanya ingin mengucapkan kalimat itu padamu namun rasanya masih sulit ku lakukan ketika berhadapan langsung dengan mu. Mungkin karena rasa bersalah yang terlalu mendalam selama sepuluh tahun terakhir. Aku menyesali sikapku. Sekali lagi maafkan aku. – Aretha.
Kalimat itu berhenti sampai disitu. Al tercenung melihatnya.
"Ternyata sudah sepuluh tahun berlalu." Gumamnya.
***
Tepat pukul lima sore hari, Aretha baru keluar dari lift dan melihat beberapa teman nya sudah menunggu di lobi utama.
"Hei kenapa kau lama sekali?" Gerutu Indira.
Aretha tertawa, "Maaf ada sesuatu yang harus kuurus dulu."
"Baiklah, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Janetta.
"Nonton!" sahut Indira. "Ada film bagus yang tayang premiere hari ini dan aku ingin sekali menontonnya."
"Baik, nonton juga seru." Aretha berkomentar.
"Makan." Ujar Nico dan Daren berbarengan.
"Kalian itu kerjaannya cuma makan aja." Semprot Indira.
Mereka lalu berjalan beriringan menuju pintu keluar. "Hei lihat. Bukankah itu si Bos besar?" Janetta, Indira dan Aretha pun memalingkan wajahnya pada sosok bos besar itu sedang berjalan keluar dari gedung sambil menggandeng seorang perempuan cantik berambut panjang.
"Siapa perempuan itu?" Aretha bertanya dengan spontan.
"Tidak tahu, kelihatannya mesra sekali. Apa itu pacarnya?"
Aretha terus menatap kepergian Al bersama dengan seorang wanita itu. Wanita cantik yang tidak pernah melepaskan rangkulannya dari Al. Sesuatu yang aneh menghinggapi hati nya saat ini. Rasanya panas dan perih.
***