dan aku membenci hari esok.

1049 Words
setelah perpindahan kami ke apartemen, banyak hal yang sudah kami lakukan. seperti muda mudi pada umumnya, menghabiskan waktu dengan dia sangatlah menyenangkan. terlebih bersama orang yang kita inginkan, entah sudah berapa hari kami bersama, entah sudah berapa persen progres pernikahan Panji, hanya saja jika aku ingat kesal sekali batinku. "lo nikah besok bukannya?" tanyaku pada panji yang masih tertidur di kamar apartemen kami wah iya, sudah hampir 2 minggu kami bulak balik ke apartemen ini, lumayan aga jauh dari rumah kami, itung-itung untuk menghilangkan kecurigaan yang sewaktu waktu pasti akan muncul pada istri panji, karena kami menempati apartemen ini, kami semakin memiliki harapan yang tak akan ada ujungnya. misalnya. "boleh kah aku hamil dan memiliki anak dari panji" haha tapi untungnya kesadaran ku lebih waras, aku tidak ingin menyakiti anakku, terlebih karena aku hamil diluar nikah. kurasa cukup bagiku menjadi hancur, karena mencintai seseorang yang akan menjadi suami orang lain. "iyaaa besok, kenapa tuh?" tanyanya "balik ji, Lo harus siap-siap takut orang rumah khawatir" kataku "eh ma, lo punya om atau saudara ngga, yang sekiranya bisa kita datangi sore ini?“ tanyanya " why?" tanyaku "ayo kita kesanah, penting banget" "kenapa ji lo mau apa?" tanyaku lagi "gue mau ajak lo nikah sirih, sebelum gue nikah sama laras?" katanya "tunggu ji, lo gila. gue ga mau jadi simpanan lo" jawabku "setidaknya lo sah dimata agama" "gue jadi istri tertua?" tanyaku "iyaaa, lo tetep nomer 1" katanya "kita sembunyi dari Laras dan keluarga Lo? tanyaku "iyaaah, gue ga mau sampe lo dimiliki orang lain" "siapa yang mau rebut gue dari lo" aku bertanya panji hanya tersenyum, lalu mengambil ponselku yang aku letakan di pinggir meja ranjang. "siapa farhan?" tanyanya aku membalikan badan, kemudian pergi meninggalkan panji. panji menahan pergelangan tanganku, kemudian menangkap ku dalam dekapannya. panji memelukku dari belakang, lalu menempelkan kepalanya dipundak ku. "farhan mantan gue, yang gue ceritain waktu itu, yang dia ninggalin gue cuma gara-gara dia lebih nyaman ngobrol sama temen gue, yang sama-sama anak basket" "lo masih suka sama farhan" aku tertawa, kamu salah ji, bukan Farhan orangnya. aku bahkan tidak pernah mencintai dia seperti aku mencintai Gaga. "gue baca chat lo dari awal sampe akhir, gue hampir ngerusak ponsel lo. ko lo bisa ngasih harapan ke farhan, bilang kalau lo lagi ngga menjalin hubungan dengan siapapun.... Panji diam sejenak. " hai" dia membalikan badanku menghadap ke wajahnya "liat aku, aku adalah seseorang yang mencintaimu dengan segenap hati, pikiran, dan tubuhku. aku belajar memahami kamu dengan hati-hati, Lo tau biar apa? biar aku ga kehilangan kamu yang masih labil" aku hanya tersenyum tipis, panji masih menatapku dengan tajam "jangan mau ketemu farhan" katanya lagi "besok gue mau ajak farhan ke nikahan lo" kataku "oke gue yang bakalan batalin pernikahan gue" katanya "kenapa dibatalin?" "gue ga mau lo sampe gandengan sama orang lain" "sejak kapan lo kek gini ji?" tanyaku "sejak s****a gue sering masuk ke rahim lo" katanya "okey, kita cuma sebatas pasangan sexx ya ji" tanyaku dengan nada sedikit tinggi "gue jadiin lo pelampiasan s*x gue, ga ada guna maaa. lo lebih dari itu tempat gue kembali dari segala penat yang gue rasa" katanya "lo tau ma, gue sewa apart ini karena gue ga mau sedetik dalam seharinya gue, ilang cuma gara gara gue ga liat lo seharian" katanya lagi "kalau lo cuma pelampiasan gue, tolong tiap hari tiduran di kasur, ngga usah pake baju, biar gue langsung main sama Lo, gue dateng kita main" katanya lagi, kali ini nadanya lebih tinggi dari sebelumnya. "gue salah?" tanyaku "iyaa lo salah, lo berharga sekarang. makanya gue ajak lo nikah, setidaknya ini bukti gue ngga mau kehilangan lo" "dan tetap rahasia" tanyaku "iyaaa" "berarti gue bisa bilang kesemua gebetan gue kalau gue singel" kali ini panji terdiam. dia berpaling dan meninggalkan aku di balkon apartemen. aku mengikuti langkah kakinya dan berhenti di kamar kami. panji langsung meraih tubuhku, dia melucuti bajuku satu persatu matanya penuh amarah, dia sangat kasar kali ini. aku terisak air mataku menetes perlahan, di pipiku. panji melihat aku dengan iba. dia melepaskan semua amarahnya, dia menangis dan duduk di ujung ranjang. aku bangkit lalu memeluk panji dari belakang. "untuk hari ini, gue ga akan tinggalin lo" kataku panji memelukku dengan erat, kami mulai berciuman dengan santai mulai melakukan aktivitas yang selalu kami lakukan. mengapa aku benci dengan diriku, kenapa aku bisa semurah ini. kenapa aku merasa tak berharga. mengapa harus jatuh cinta pada seseorang yang akan menjadi suami orang lain? siapa yang salah? kenapa jadi aku yang menanggung semuanya. "mau Lo gimana ma?" tanya panji aku diam, apakah aku boleh mengutarakan apa yang kurasa? apakah aku boleh egois. apakah aku boleh meminta dia untuk menjadikan aku satu satunya, aku tidak ingin terbagi, sulit rasanya harus berbagi dengan orang lain. "gue capek" kataku dengan nada suara yang sedikit lembut, aku tidak berani menatap Panji, masih ada kesal karena harus sadar diri, esok dia sudah menjadi milik orang lain. "maafin gue, suatu saat nanti semua akan indah pada waktunya" "kapan? kapan akan indah?" aku sedikit berteriak Panji kali ini diam, dia hanya mampu menunduk tak berdaya, apa yang harus aku lakukan kali ini? "maaa lo minum pil KB?" tanya panji memecah keheningan aku tersenyum mengangguk "jangan minum lagi yaaa" katanya "aku ga mau punya anak diluar nikah ji" kataku "kita nikah siri malam ini, ayo cari wali dari saudara lo" katanya aku mencoba berpikir sejenak, menikah sirih, apa bedanya dengan menikah secara negara, hanya tidak ada buku nikah yang bisa ku pegang sebagai jaminan aku telah berstatus istri. "jii, semua bakalan baik-baik aja kan? " kataku "semua akan baik baik saja sayang" katanya "jiii kita rahasia?" aku kembali bertanya, yang jawabnya aku sudah tahu "iyaaah kita adalah rahasia" jawabnya "ayo menikah, tapi ingat setiap malam kamu harus tetap di rumahku" kataku panji terdiam. entah setan dari mana yang merasuki aku, mana mungkin aku bisa berpikir serendah ini, untuk akau yang berpendidikan apakah aku frustasi sehingga menerima ajakan untuk menikah sirih dengannya. "bagaimana dengan laras ma?"tanya Panji, bahkan kali ini Panji yang ragu prihal nikah sirih denganku. "pilih aku atau laras" aku kembali mencoba menekan Panji agar bisa memilih aku atau laras "kamu" katanya "aku menemani mu, sampai laras bayi yang Laras kandung lahir" kataku "iyaaa. mari sembunyi sampai semua baik-baik saja" aku mengangguk, bagaimana bisa menikah dengan seseorang yang esok akan menikah dengan orang lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD