Mari terus bersembunyi, karena canduku itu kamu

1025 Words
aku terdiam, menerima pelukannya, dia memelukku erat, tangis ku pecah dan tangis panji pun pecah. "gue bodoh ma, gue g****k. kenapa lo ga hadir dari beberapa bulan yang lalu, kenapa lo baru hadir pas hal bodoh yang gue lakuin terjadi, ma kenapa." ucapnya yang masih terisak "laras hamil, udah 1 bulan lebih, gue baru dikabarin kemarin, makannya gue langsung ngelamar dia, kemaren pas gue nginep gue mau cerita ke lo tapi gue ga mau liat lo patah ma, gue ga mau orang yang gue cinta patah ma" katanya "gue udah patah ji, bahkan udah remuk gue ga bisa diperbaiki ji" kataku "ma jangan tinggalin aku" "ga bisa ji, lu punya tanggung jawab yang harus lu kerjain. bukan gue lagi yang jadi sandaran lo tapi laras" kataku "maaa, perasaan gue buat lo bukan laras ma, gue cuma mau sama lo maaaa jangan tinggalin gue" pinta panji "ji tanggung jawab setidaknya sampe laras lahir lepas itu terserah lo" "lo mau nunggu gue ma?" "kurang tau, liat nanti ji. gue sanggup ga nunggu lo, bahkan liat lo jadi suami orang lain" kataku aku melepas pelukannya. "ji gue lepas lo yaaaa terimakasih, jangan datang lagi" tambah ku lagi setelah aku mengetahui fakta dibalik mengapa panji tidak bisa meninggalkan laras, ada perasaan yang mengganjal di hati. ada sesak yang masih menyelimuti. aku ingin memaki hingga lenyap sakit ini, namun tak berdaya sebagai seseorang yang cintanya hanya sebatas ini saja, entah mengapa susah sekali menuntut balas atas sakit dipermainkan oleh sebuah kenyataan. panji masih berada di rumahku, dia masih meratapi nasibnya yang harus menikah, dengan seseorang yang telah dia hamili. aku yang sudah terlanjur patah, tidak sama sekali menegur dia. kami saling berdiam diri tidak mengatakan sepatah katapun. sesekali saling menatap lalu hanyut kembali dengan keheningan. "kalau gue nikah kita bisa ketemu lagi?" suara panji memecah keheningan sore itu "ngga kita stop sampe sini aja" kataku "kenapa yang pentingkan gue udah tanggung jawab" "jadi suami itu bukan cuma menikahi dan memberi nafkah lahir. ada perasaan istri yang harus lo jaga" "laras lahir, gue langsung cerai" ucapnya aku sudah bersiap dengan kata kata makian untuk panji, namun sesaat dering teleponnya berbunyi. "laras" katanya aku terdiam. dia mengangkat telfonnya "iya ada apa ras?" ...... "oh iyaaa, lusa gue kesanah lagian masih ada waktu sebulan nyantai aja" ........ "gue ga bakalan lari, gue tanggung jawab atas apa yang udah gue lakuin, lo tau gue kaya gimana kan" ........ "yaudah gue lagi diluar gue tutup ya" panji menutup telfonnya. aku hanya diam, dan panji juga ikut berdiam diri. "laras tanya kapan gue kasih uang buat persiapan pesta nya, terus nanya kenapa gue malah jadi susah di hubungi bahkan dia takutnya gue malah lari dari tanggung jawab" "iya wajar, dia udah hamil lo malah kurang ajar kaya gini, lo masih bisa have fun sama cewe lain, masih bisa tebar cinta sama orang lain, tanpa tahu gimana perasaan dia, luka atau ngga, sedih atau ngga". entahlah aku sedikit kesal suaraku aga meninggi "gue cuma main sama Lo, gue ga pernah main sama orang lain selain sama Lo, bahkan kalau gue hitung, lebih banyak gue ngelakuin itu sama Lo, ketimbang sama Laras" katanya "gue kalau boleh milih mending gue nikahin lo, ketimbang laras, baru sekarang gue nyesel, kenapa kita ngga Deket dari dulu" "gilak. gue ga mau nikah, karena hamil diluar nikah, sekalipun gue sehancur ini" kataku "kita masih bisa ketemu sampe hari terakhir gue bujang kan ma?" tanyanya "buat apa ketemu lagi?" tanyaku "abis gue nikah, gue yakin Lo pasti ngga mau ketemu sama gue lagi ma, gue yakin Lo pasti bakalan menghindari gue, jadi gue mohon gue cuma mau menghabiskan waktu gue bareng sama Lo, untuk terakhir kalinya" "suatu saat nanti, lo jangan pernah ajakin gue selingkuh, bagaimanapun keadaan lo" kataku "maaa, i love you so much maaa" dia terisak memeluk aku dari belakang. tubuhnya bergetar, dan aku mulai menangisi semua hal yang sudah terlewati. panji tak bisa berbuat apa-apa, takdir Tuhan kadang memang kejam. aku yang baru saja mulai menyelam dipaksa untuk kembali ke daratan. . "ma" "iyaaa kenapa?" tanyaku "maafin aku" katanya "maaf kenapa? lupakan kadang memang kita bodoh, tapi tidak masalah mungkin karma untukku" ucapku "karma buat gue, bukan buat Lo. gue yang salah" kata panji "iya terserah? " kataku "maa, terimakasih telah hadir dan memberi warna" "terimakasih juga" kataku aku menghindari kontak fisik dengannya, namun seperti magnet, aku selalu terpengaruh olehnya. Panji mencium pipiku, mataku, hidungku, keningku lalu bibirku, dia membuat aku tak berkutik, membiarkan Panji bermain sesukanya. mengapa aku sejauh ini? bukan kah seharusnya aku berhenti? mengapa aku melakukannya lagi? kenapa aku sebodoh ini, seharusnya aku sadar diri, orang yang kali ini sedang mencumbu ku adalah seseorang yang akan menjadi suami dari orang lain. Panji menutup mulutku, dia sengaja melakukannya agar aku tidak mengeluarkan suara sedikitpun. padahal dia sama denganku, jika mendengar rintihan memuncak pula keinginannya. Panji semakin menjadi, dia memainkan diriku dengan lembut dan tenang. aku ingin mengembalikan keadaan namun tanganku ditahan oleh pergelangan tangannya. malam itu kami bermain lagi, memuaskan nafsu yang seharusnya tidak ku lakukan. yang seharusnya aku sudahi. namun sekali lagi Panji dan aku melakukan kesalahan lagi. kami mengobrol sepanjang malam, membahas setiap detik hal yang pernah kita lalui. "ma, dulu sekali, tidak pernah terbesit di pikiranku, untuk mencoba mendekatimu, banyak hal yang kurasa kamu terlalu langit buat gue, Lo pinter, Lo baik, Lo sopan, banyak yang suka sama Lo. dan gue merasa gue ngga pernah pantes buat Lo" ucapnya yang sekarang dia tidur di samping kananku "ji, dulu gue ngga pernah ngeliat Lo sebagai orang lain, selain sebagai teman. terlebih Lo tidak pernah bisa lembut kepadaku, selalu acuh, cuek bahkan lebih sering iseng" kataku "maaf atas kesalahanku dulu" "Iyah, bahkan setelah lulus SMA, kita sudah tidak pernah mengobrol lagi, kamu sibuk bekerja dan kuliah, dan aku sibuk menata hidup" ucapku "kamu tahu ji, banyak hal yang aku lalui dan hanya sendiri. aku bahkan tidak pernah mampu bercerita pada siapapun, aku hanya mampu diam dan menelannya sendiri" tambah ku lagi "maaf atas ketidak peka an ku ma, salah aku selalu berpikir kamu tidak bisa dijangkau olehku, tapi aku sudah sedekat ini, sudah cukup bagiku" aku tersenyum, Panji tersenyum. malam itu kami hanyut dalam rasa cinta yang salah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD