"Ayah, gimana kalau minggu nanti kita jalan-jalan bareng sama Bunda?" Zulla melihat Marsel yang fokus menyetir.
"Emangnya mau jalan-jalan ke mana sayang?" Marsel mengusap-usap puncak kepala putri sulungnya yang duduk di pinggir dekat pintu. Memang selalu seperti ini jika Marsel menjemput atau mengantar kedua buah hatinya, mereka sama-sama duduk di depan.
"Ke mana aja, asal berempat"
"Iya Yah, please! Aku juga pengen jalan-jalan." Yudha ikut-ikutan membujuk Marsel.
"Kalau Ayah sih ayo-ayo aja, tapi kalian bilang sendiri ya ke Bunda. Ajak Bunda, mau apa enggak." senyuman manis seorang Marsel memang selalu bisa membuat kedua bocah itu tenang. Mereka merasa sangat bersyukur memiliki ayah yang sangat menyayangi mereka.
"Yey... Kita berdua bakal ngomong ke Bunda nanti malem." suara cempreng Yudha memenuhi mobil, bahkan mengalahkan radio yang diputar.
"Emangnya pengen main ke mana sih kalian?"
"Ke pantai..." seru Yudha.
"Iya, aku setuju kalau ke pantai. Kita kan udah lama banget Yah gak ke pantai."
"Nanti kalau Bunda mau diajak, kita ke pantai ya besok sore. Sekarang kalian mau makan apa?"
Memang setelah pulang dari mengantar Alexa, Marsel memilih sarapan di salah satu kafe dan menunggu jam sampai kedua buah hatinya pulang. Sekaranglah kenyataannya, Marsel bersama-sama dengan mereka.
"Fet chiken." usul Yudha, bocah satu itu tidak bisa bilang fried chicken. Padahal dia sudah bisa bilang R. Tapi entah kenapa untuk mengucapkan fried chicken masih belum bisa.
"Ok, kita beli di tempat biasa ya."
***
Akhir-akhir ini Alexa sering sekali datang ke perpustakaan karena memang dia butuh banyak sekali referensi untuk bahan skripsinya. Tinggal sedikit yang harus dia benahi di beberapa bab.
"Eh..." kaget Alexa saat mundur ternyata ada bahu lain yang juga berdiri di jajaran rak yang sedang dia singgahi.
Alexa berfikir, kenapa akhir-akhir ini dirinya hobby sekali ditabrak atau menabrak orang. Jangan bilang itu akan menjadi kebiasaannya sampai nanti.
"Sorry, gue gak sengaja." bisik seseorang yang bahunya tak sengaja terkena bahu Alexa.
"Aiful, lo ngapain di sini lagi?" heran Alexa saat melihat bahu siapa yang terkena bahunya tadi.
"Eh lo Al, gue lagi nyari buku yang gue butuhin." cengir Aiful, lelaki dengan tubuh setinggi 170cm, badan atletis karena memang dia seorang atlet lari dari jaman sekolah. Hobby-nya itu mampu membuat nama baiknya semakin terkenal.
"Bukannya lo tuh bukan anak fakultas arsitektur ya? Buat apa buku-bukunya?"
"Buat adek gue, kebetulan dia masuk jurusan arsitektur di kampusnya. Karena buku perpustakaan di kampusnya kurang lengkap, jadi gue pinjemin aja yang di sini. Kan mending, lagi pula lo tahu sendiri kan kalau buku-buku lama tuh udah susah banget dicari."
"Iya juga sih, mau gue bantu nyariin?" Alexa berusaha menawarkan diri.
"Kalau lo gak keberatan. Lagi pula gue gak begitu paham sama masalah arsitektur gini."
"Buku apa aja yang dibutuhin adek lo?" mereka masih berbicara secara bisik-bisik.
"Gue dikasih daftarnya." Aiful memberikan selembar kertas kepada Alexa.
Dalam sekali baca Alexa langsung tahu, buku mana saja yang harus dia cari.
"Lo udah dapet yang mana aja?"
Aiful memperlihatkan satu buku di tangannya. Dari sepuluh daftar buku, baru satu yang didapat oleh Aiful.
"Ya udah, ayo gue bantuin nyari." Alexa langsung menarik tangan Aiful supaya mengikutinya.
Dengan cekatan Alexa langsung memilihkan buku yang paling lengkap dalam pembahasan setiap materi yang ditulis di catatan.
"Emang bener kalau gue bikin party ultah, lo bakal dateng Al?"
Jantung Alexa berdetak lebih cepat mendengar pertanyaan Aiful. Dia ingat chattingannya semalam bersama lelaki di sampingnya ini. Terasa sangat memalukan.
"Em... Gue cuma bercanda kok Ful, yang semalam tuh." Alexa tak tahu harus bagaimana bersikap di depan Aiful sekarang.
"Kenapa sih Al, lo gak pernah berani ngucapin langsung ke gue? Dulu lo cuma ngucapin lewat sms, trus line, itu pun di grup bareng sama temen-temen satu angkatan. Kenapa pas ketemu langsung gini lo gak ngucapin?" Aiful menatap intens ke arah mata Alexa.
"Em... Ya gak papa, mumpung gue ingetnya pas lagi megang HP kan. Lebih baik gue ucapin pas ada notif." Alexa bingung, harus bagaimana dia menutupi kebohongannya.
"Oh... Padahal gue bakal lebih seneng kalau lo ngucapin langsung ke gue."
"Eh... Hehe... Apaan sih, sama aja kali mau langsung atau lewat pesan juga." ingin rasanya Alexa ditelan bumi sekarang juga. Jangan sampai dia kelihatan salah tingkah di depan Aiful.
"Ya bedalah Al, lebih enak kalau langsung. Senengnya lebih berasa."
"Kalian berdua diam! Kalau tidak bisa diam, silakan keluar!" ini yang tidak Alexa mau, ditegur oleh penjaga perpustakaan.
"Maaf Bu." Alexa dan Aiful hanya bisa diam sambil menunduk. Bahkan saat mengucapkan kata maaf mereka hanya dalam gerakan bibir tanpa bersuara.
"Kamu sih gak bisa diem."
Suara seorang lelaki terdengar di pojokan yang terhalang rak buku. Tempat itu memang sangat tertutup dan jarang ada yang ke sana, bahkan sekedar dilewati saja bisa dihitung jari dalam setahun berapa kali.
"Makanya cepetan baby." giliran sang gadis yang bersuara.
"Syutt... Nanti kita bisa ketauan."
Alexa dan Aiful saling berpandangan mendengar bisikan yang keluar dari dua sejoli yang sedang dimabuk surga dunia. Aiful langsung menarik tangan Alexa menjauh. Sebagai seorang wanita yang sudah menikah, Alexa merasa itu hal biasa yang sering diucapkan oleh kedua pasangan saat melakukan hubungan. Bahkan dirinya pun jika sedang bersama Marsel juga melakukan hal yang sama. Alexa tahu betul bahwa kegiatan itu menyenangkan sekali. Tapi bedanya, kali ini Alexa mendengar hal itu saat posisinya bersama lelaki lain. Menjijikan bukan? Harga dirinya sebagai seorang wanita yang mendengar desahan wanita lain saat bersama laki-laki terasa dikuliti. Berbeda jika keadaannya sekarang dia sedang bersama Marsel, pasti semuanya terasa biasa saja.
"Jadi kangen suami ya, Al?" tanya Aiful tiba-tiba saat melihat Alexa hanya diam.
"Eh... Apaan? Cuma gak nyangka aja mereka berani, gimana kalo ada yang lihat tiba-tiba coba."
"Gue kira lo lagi kangen suami lo."
"Enggak kok, ayo cari lagi buku-bukunya."
"Ya udah ayo."
Terbongkarlah sudah perasaan Alexa, bahwa lelaki yang dicintai Alexa itu adalah Aiful. Teman satu sekolahnya dulu sampai sekarang di universitas.
Selama ini memang Alexa berusaha bersikap biasa. Tidak berlebihan di depan Aiful sendiri atau di depan teman-temannya. Bahkan Rafli, yang notabenenya adalah sahabat dekatnya tak pernah tahu kalau Alexa menyukai Aiful. Hebat bukan gadis itu dalam menyembunyikan perasaan. Seperti sekarang, tidak ada yang tahu bahwa dia tersiksa menjadi istri Marsel Fabiano. Padahal dirinya berada dalam satu atap dengan Rafli. Entah Rafli yang terlalu bodoh tidak bisa memasuki dunia Alexa atau Alexa yang terlalu pintar dalam menyembunyikan sebuah perasaan.
***
Rintikan hujan membasahi bumi, banyak air yang menggenang di jalanan. Semua orang berlari ke sana ke mari mencari tempat untuk berteduh. Pengendara motor banyak yang berhenti untuk memakai jas hujan terlebih dahulu. Suara guntur yang menggema membuat sebagian orang kaget. Sepertinya hujan sore ini akan lebat. Alexa memandang jalanan dari arah kaca pembatas kafe dan lingkungan luar.
"Ntar gue anterin." gema suara bariton membuat kepala Alexa menoleh ke arah Aiful.
"Gue bisa pulang naik go-car nanti. Lo gak perlu repot-repot anterin gue segala." senyuman terkembang di wajah Alexa.
Mata sembab Alexa yang sempat menangis tadi pagi sudah tidak terlihat. Mood buruknya karena Marsel sudah terobati dengan kehadiran Aiful. Ini pertama kalinya mereka jalan berdua, entah bisa dikatakan jalan atau tidak. Yang jelas Aiful mengajaknya ke sini karena dia bilang ingin membalas kebaikan Alexa yang sudah membantunya mencarikan buku dengan sekedar meminum kopi atau memakan ketan coklat. Kedua menu andalan kafe ini, mereka tahu karena memang letak kafe ini dekat dengan kampus.
"Ini makanannya, selamat menikmati." seorang waiters datang membawa makanan pesanan mereka.
Alexa akui, dirinya mulai merasa lapar saat bertemu dengan Aiful. Tadi siang mood-nya untuk makan hilang karena mengingat pertengkarannya dengan Marsel.
"Kalau mau nambah yang lain boleh kok, Al." Aiful memakan ketan coklatnya.
Alexa hanya menggeleng, dirinya fokus dengan nasi iga bakarnya. Alexa makan sangat lahap.
"Bwd Al, gue suka sama cewek yang gak pernah jaim-jaiman di depan cowok. Contohnya lo."
"Uhuk...! Uhuk...!" Alexa tersedak makanannya. Dadanya serasa panas, karena yang Alexa makan itu iga bakar level super pedas.
"Ya ampun Al, lo jadi keselek. Sorry-sorry, gue gak bermaksud bikin lo keselek." Aiful membantu Alexa minum.
"Hah... Lega akhirnya." gelas berisi air lemon itu habis seketika untuk mendinginkan tenggorokannya.
"Sorry Al."
"Gak papa kok Ful, bukan salah lo. Gue aja yang makannya gak hati-hati." lagi-lagi Alexa salting dibuatnya.
"Gue pesenin minum lagi ya?"
"Boleh." Alexa melanjutkan acara makannya, meski sekarang sudah agak tidak nafsu.
"Duh... Jangan sampai Aiful suka sama gue dong. Bisa gawat nih dunia persilatan. Kalau sukanya sebelum gue nikah sih gue seneng banget. Lah ini gue udah kawin sama si kepala batu itu. Tapi gue seneng juga kalau Aiful bales perasaan gue. Tau ah, gue bingung." Pikiran Alexa perang, antara senang dan tidak jika Aiful juga memiliki rasa padanya.
***
"Bunda mana, Om?" tanya Zulla saat Rafli baru saja duduk di dekatnya.
"Bunda belum pulang, masih belajar di kampus." Rafli mengangkat Zulla supaya duduk di pangkuannya.
"Kok Bunda belajarnya sampai sore sih?"
"Kan biar pinter."
"Ayah gak jemput Bunda ke sekolah?"
Marsel melihat putra kecilnya yang bermain puzzle. Lelaki kecil itu sangat mirip dengannya, hampir tidak ada celah.
"Bunda kan bisa pulang sendiri sayang. Lagi pula Ayah nemenin kalian di rumah."
"Kan ada Om Rafli."
"Kebetulan Om mau pergi." Rafli langsung mengangkat tubuh Zulla lagi dan membiarkannya duduk di karpet.
Marsel terus menjaga dan mengajak kedua buah hatinya bermain. Dia mempergunakan waktunya sebaik mungkin untuk bersama mereka. Marsel sangat jarang bisa bercanda dengan kedua bocah itu. Marsel melirik jam tangannya, sudah saatnya dia harus bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit setelah berjam-jam bermain.
"Sayang, Ayah mau mandi." Marsel mengusap puncak kepala keduanya bergantian.
"Iya, Yah."
"Sum! Sumi!" suara sexy itu membuat asisten rumah tangganya berlari mendekat.
"Iya, Tuan."
"Kamu temani mereka ya."
"Baik Tuan."
Marsel berlalu menuju kamarnya. Sekarang sudah jam setengah enam. Di luar hujan deras, Rafli sudah pergi dari dua jam yang lalu. Alexa belum pulang, ada rasa tak tega harus meninggalkan kedua putra putrinya hanya bertiga dengan Sumi.
"Ke mana sih tuh cewek? Udah jam segini bukannya pulang."
***
Hujan sudah tidak sederas tadi, tapi Aiful masih tetap kekeh ingin mengantarkannya pulang. Padahal Alexa tak mau ada yang melihatnya di antar pulang oleh lelaki lain. Takut Marsel mengira dirinya ada hubungan spesial dengan Aiful.
"Ful, gue turun di depan aja deh."
"Emang rumah suami lo di mana, Al?"
"Udah deket kok dari situ." Alexa hanya tak mau dibilang wanita tak tahu diri, sudah menikah masih saja sama lelaki lain.
"Gue anter sampai rumah aja."
"Tapi gue takut suami gue mikir yang aneh-aneh."
"Yaelah, lo tinggal bilang kalau gue ini temen lo dari SMP. Gue yakin suami lo gak bakal marah."
"Ya kan gak enak dilihat tetangga, masa pengantin baru udah dianter pulang sama cowok lain aja."
"Yang penting laki lo percaya sama lo kalo di antara kita gak ada apa-apa. Di mana rumah laki lo?"
"Ini lurus aja, nanti selang tiga rumah sebelah kiri." dalam hati Alexa ketar-ketir. Takut dikira perempuan murahan oleh Marsel.
Mobil Aiful sudah memasuki pelataran rumah Marsel. Sudah bisa dipastikan kenapa gerbang kebetulan terbuka. Pasti Marsel sudah mau berangkat ke rumah sakit.
"Sorry, gue gak bakal nawarin lo mampir. Lo hati-hati di jalan ya, thank." Alexa siap-siap mau keluar.
"Eh... Al, kalau kapan-kapan kita makan di luar bareng lagi lo mau kan?"
Jantung Alexa kembali berdetak tak karuan. Sudah bisa dipastikan Alexa tak sanggup menolak ajakan lelaki yang dia cintai. Kesempatan emas bisa dekat dengannya. Kapan lagi? Kesempatan tak datang dua kali.
"Boleh kok." Alexa tersenyum sebentar ke arah Aiful sebelum benar-benar keluar dari mobil.
Langkah kaki Alexa semakin lebar saat menginjak paving block menuju pintu utama. Mobil Aiful sudah melaju pergi. Untung saja sudah tidak sederas tadi. Kakinya terhenti di depan pintu utama saat melihat ada sepasang sepatu pantofel di depannya.
"Em... Mas, kamu udah mau berangkat ke rumah sakit?" tanya Alexa basa-basi. Emosinya tadi pagi sudah luntur bersama tetesan hujan yang mengguyur.
"Siapa laki-laki tadi?" suara dingin itu mulai menusuk hati.
"Itu temen kok Mas. Tadi aku nunggu taxi lama banget, pesen online di-cancel mulu. Pas dia nawarin tumpangan, aku mau aja." jelas Alexa, sebenarnya dia takut Marsel akan menuduhnya selingkuh.
"Saya tidak peduli kamu mau jalan dan dekat dengan siapa pun. Tapi saya mohon, jaga nama baik saya. Ingat juga, kamu punya tanggung jawab nemenin anak-anak saya." jelas Marsel panjang lebar.
"Kamu gak cemburu kan, Mas?"
"Untuk apa saya cemburu? Memangnya kamu siapa sampai saya harus cemburu saat melihat kamu jalan dengan lelaki lain." kekeh Marsel menatap Alexa yang terlihat kecewa mendengar jawabannya.
"Maaf, aku bakal lebih perhatian ke anak-anak."
"Harus! Karena itu tanggung jawab kamu sebagai seorang pengasuh." Marsel pergi begitu saja menuju mobil yang sudah disiapkan oleh sopir.
"Hati-hati, Mas." ujar Alexa lirih.
Gadis itu langsung memasuki rumah setelah memastikan mobil Marsel keluar melewati gerbang. Tanpa babibu Alexa melakukan kewajibannya untuk mengasuh Zulla dan Yudha. Menemani mereka makan, belajar dan membacakan dongeng.
"Bun, aku boleh minta sesuatu gak sama Bunda?" Yudha memotong cerita Alexa tentang legenda malin kundang.
"Minta apa sayang?"
"Aku pengen liburan bareng. Minggu besok kita ke pantai yuk, Bun." wajah Yudha sudah memelas.
"Kalian pengen ke pantai?"
"Iya Bun, mau ya?" mohon Zulla dan Yudha bebarengan.
"Ayo, Bunda bakal nemenin kalian. Kapan berangkatnya?"
"Besok sore Bun, katanya Ayah bakal izin semalam dari rumah sakit cuma buat nemenin kita ke pantai. Jadi kita nginep di hotel."
"Ayah bakal izin?" Alexa benar-benar iri, Marsel sebenarnya orang yang sangat baik kepada mereka yang dicintai. Buktinya Marsel mau izin demi kedua buah hatinya. Mau menikahinya demi Erika.
"Iya Bun."
"Ya udah, sekarang kalian bobok. Besok sehabis pulang sekolah kita siapin barang-barang yang perlu kita bawa ke pantai."
"Siap Bun."
Alexa tersenyum melihat kebahagiaan dua bocah itu. Dia berharap dengan kehadirannya mampu membuat kekosongan hati mereka terisi oleh sosok ibu dengan perhatian kecil yang Alexa berikan, terutama Yudha.
Usai membacakan dongeng dan menemani mereka sampai tertidur, kini Alexa berkutat dengan mbah gugel di ponselnya. Alexa mencari tips untuk membuat lelaki jatuh cinta.
"Masakkan makanan kesukaan doi, dan bentuk makanan itu menjadi unik." Alexa berfikir, apa masakan kesukaan Marsel?
"Berpenampilan menarik di depan doi, pakai parfum terbaik yang kamu miliki." kali ini Alexa membayangkan jika dirinya berubah menjadi feminin.
"Tampil apa adanya di depan doi, jangan berlebihan atau terlihat minder."
"Berarti gue gak wajib merubah penampilan. Apa kata cicak-cicak di dinding kalau gue tiba-tiba ke mana-mana pakai dress sama high heels? No!" Alexa membatalkan niatnya untuk merubah penampilan.
"Bahas apa yang doi sukai, karena dengan begitu obrolan kalian akan lebih nyambung." Alexa masih membaca beberapa tips dari mbah gugel untuk memikat hati laki-laki.
"Tau ah, gue coba nyari tips yang lain."
Alexa mengetikkan tips membuat suami lengket sama istri. Alexa berharap semua tips yang dia baca bisa dia lakukan. Muncullah beberapa artikel yang dia cari. Tanpa mau ribet, Alexa langsung membuka artikel paling atas.
"Selalu bersikap ramah, sopan menyenangkan di depan suami."
"Selalu berusaha menghargai apa saja keputusan yang diambil suami."
"Siapkan makanan lezat dan makanan kesukaannya."
"Berhenti mengungkit-ungkit masa lalu yang akan membuatnya marah."
"Berikan kejutan-kejutan kecil yang membuat suami merasa dihargai dan dicintai."
"Berteman dekat dengan keluarga dan kerabatnya."
"Sambut suami dengan senyuman saat pulang kerja."
"Selalu tampil cantik ketika siang hari dan menggairahkan ketika malam hari."
"Beri pelayanan yang berbeda dari hari-hari sebelumnya, karena bisa saja suami bosan jika terus menerus dengan suasana yang monoton saat berduaan."
"Ahk... Gue pusing!" Alexa meletakkan ponselnya di meja setelah mengembalikan ke tampilan awal.
Semua tips yang diberikan mbah gugel tak membuat otaknya mendapat pencerahan malah semakin butek.
"Itu tips buat suami istri yang menikah karena cinta, bangke. Beda sama gue, boro-boro dia seneng. Yang ada juga ngomel." punggungnya serasa nyaman saat mendarat di kasur.
"Kalau gue ngelakuin itu, yang ada dia bakal ngira gue cewek penggoda."
"Terus gue harus gimana?" jemarinya sudah menjambak rambut panjangnya sendiri.
"Apa gue cobain aja dulu? Tapi gue takut dibilang cewek kegatelan." Alexa menggigit kuku-kuku cantiknya.
"Siapa pun tolong gue gimana caranya gue bisa bikin si kepala batu itu cinta sama gue."
Ternyata tak semudah yang diucapkan untuk membuat Marsel jatuh cinta kepadanya. Dirinya malah bertanya-tanya sendiri, bagaimana dulu caranya Airin membuat Marsel sangat mencintai wanita itu. Bahkan saat wanita itu sudah meninggal pun Marsel masih saja mencintainya.
***
Next...