Rasti meninggalkan rumah dengan terburu-buru setelah Dimas menjemputnya. Setelah mengatakan ini itu pada Raditya, mempersiapkan semua keperluan Minah dan juga berkali-kali menasehati Raditya agar baik pada gadis malang itu.
Kini tinggal Raditya seorang diri menjaga Minah yang belum juga mau membuka mata. Karena Rachel juga tidak mau membukakan pintu untuknya. Raditya tahu jika adiknya itu sengaja menghindar dari tugas menjaga Minah. Ia merasa sebal. Raditya sempat berpikir untuk apa ia menjaga orang yang sudah mengacaukan ketenteramannya di rumah itu selama satu minggu lebih ini. Ingin rasanya ia meninggalkan gadis itu seorang diri. Tapi ia takut ada apa-apa dan dipersalahkan oleh mamanya. Akhirnya Raditya memutuskan untuk menurut saja.
Raditya menghembuskan napas kasar. Rasanya harga dirinya turun dengan menjaga makhluk dari desa yang sampai sekarang belum sadar juga. Padahal sudah satu jam ia menunggu. Air hangat yang seharusnya ia gunakan mengompres pun sudah menjadi dingin. Ia biarkan tergeletak begitu saja di atas nakas. Ia enggan merawat gadis itu. Raditya sangat kesal terhadap mamanya yang telah memberi tugas yang menurutnya sangat tidak penting.
Raditya lebih memilih untuk sibuk memainkan ponselnya sendiri. Memainkan game online kesukaannya agar ia tidak jenuh menunggu gadis itu sadarkan diri. Lelaki muda itu duduk di kursi kecil dan mengangkat kakinya ke atas ranjang Minah. Mengambil posisi ternyaman untuknya.
"Bapak ...," racau Minah dalam tidurnya.
Raditya yang semula fokus ke layar ponselnya menjadi terusik oleh suara Minah. Ia meletakkan ponselnya dan menajamkan telinganya baik-baik. Ia membenarkan posisi duduknya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Minah.
"Bapak, jangan tinggalkan Minah Pak."
"Minah ndak sanggup Pak melalui semua ini sendirian." Gadis itu menangis sesenggukan dalam igauannya.
"Kasihan sekali gadis udik ini. Pasti ia tersiksa karena tak dapat bertemu dengan ayahnya." Hati Raditya tersentil mendengar rintihan Minah. Ia mendekat dan menyentuh kening Minah. Panas, terasa sangat menyengat.
"Ouh, panas sekali." Raditya mengibaskan tangannya. Ia mengambil sebuah termometer dan mengukur suhu tubuh gadis itu. 39,2° celsius, suhu tubuh Minah cukup tinggi. membuat hati Raditya tergerak untuk mengompres kening Minah dengan air yang sudah disediakan mamanya. Biarlah sekali ini saja ia membantu gadis itu.
Laki-laki itu menarik sebuah kursi dan mulai mencelup handuk yang tersedia. Dengan perlahan ia memeras handuk itu, kemudian menempelkan ke kening Minah. Raditya yang kurang berpengalaman untuk merawat orang sakit begitu kikuk. Dan karena handuk yang ia peras masih menyisakan air, kini air mengalir ke mana-mana. Membasahi rambut dan bantal gadis itu.
"Aduh, bagaimana ini? Kenapa jadi basah semua?" keluh Raditya. Raditya jadi bingung sendiri.
"Mama sih memaksa. Aku kan sudah bilang, aku tak mau melakukannya. Lihat jadi begini kan?" gerutu pria itu setengah berbisik. Ia mengambil kain jarik dari laci meja dan mengusap kening dan rambut Minah yang basah karenanya.
"Awas saja kamu anak kampung. Siap-siap saja jadi pesuruhku untuk mengganti kebaikanku padamu."
Raditya membuka laman web dan melakukan pencarian tentang cara mengompres orang sakit. Setelah ia tahu, ia mempraktekannya sesuai petunjuk dari internet.
Kini Minah terlihat lebih tenang. Wanita itu sudah tidak mengingau lagi. Berkali-kali Raditya mengganti kompresnya. Dan ia dengan telaten mengecek suhu tubuh gadis itu hingga panasnya menurun.
Rasa senang memenuhi hati lelaki yang bahkan seumur hidupnya tak pernah peduli pada orang lain. Ketika melihat orang yang ia rawat berangsur membaik.
Tanpa Raditya sadari, lelaki itu tertidur membungkuk dengan lelap di samping Ranjang Minah. Kepalanya tersandar di samping tangan gadis itu. Ia begitu kelelahan karena menjaga Minah.
"Enghh ...." Minah membuka matanya dengan perlahan. Ia mencoba duduk walau kepalanya masih berdenyut. Penglihatannya yang masih belum jelas menangkap bayangan Radit di matanya. Gadis itu terkesiap, bagaimana ada Raditya di sampingnya? Apa ini mimpi? Minah mencubit pipinya sendiri dan aw, Minah merasa kesakitan.
Ini tidak mimpi, ini nyata.
Kejadian di sekolah berputar di kepalanya. Membuat Minah mengingat apa yang terjadi. Minah juga samar mengingat Raditya yang menghampirinya dan ia meminta tolong pada pria itu. Jadi kemungkinan besar lelaki itu juga yang membawanya pulang. Minah menoleh ke sana kemari mencari keberadaan Rasti atau paling tidak Bi Murni. Namun, Minah dapat merasakan jika rumah itu begitu senyap.
Minah teringat kepada kondisinya yang basah. Hingga akhirnya ia melihat baju sekolah yang ia pakai sudah berganti menjadi baju santai rumah. Dan hanya ada Raditya di kamar itu. Kemungkinan besar Raditya yang mengganti bajunya, begitu pikir Minah.
"Aaa ...." Teriakan Minah membuat Raditya terkejut dan bangun.
"Kamu apa-apaan sih teriak-teriak begitu? Sudah gila gara-gara terpeleset di kamar mandi?" ucap Raditya kesal.
"Ma-maaf Dit. Ka-kamu yang bawa aku pulang?"
"Iya."
"Kamu juga yang mengganti bajuku? Iya?" tanya Minah meremaas selimut yang ia gunakan untuk menutupi dadanya.
"Kamu ini mengigau ya? Bangun dulu! Jangan bermimpi! Mana mau aku mengganti bajumu." Nada suara Raditya kembali ketus seperti biasanya.
"Jadi benar kan bukan kamu yang mengganti bajuku?"
"Wah parah. Aku sudah bersusah payah membawamu pulang. Dan aku juga yang merawatmu, dan kini kamu menuduhku. Hei cewek udik, kamu bukan seleraku. Jadi aku tak akan pernah berbuat hal aneh padamu. Aku tidak bernafsu melihat penampilanmu yang buruk itu."
"Jadi kamu beneran merawatku?"
"Iya! Puas? Tapi jangan ke ge-eran! Aku melakukan itu karena paksaan Mama. Mama tak bisa menjagamu karena ada urusan. Dan tenang saja, Mama yang mengganti bajumu bukan aku." Minah melongo mendengar perkataan Raditya.
"Ma-makasih ya Dit."
"Hem," jawab Raditya dingin.
"Maaf tadi sudah suuzon, sekali lagi aku ucapkan terima kasih."
"Eits, jangan senang dulu. Mulai besok kamu harus berangkat sekolah sama aku. Kamu harus jadi jongos untukku dan teman-temanku selama sebulan. Sebagai ganti kebaikanku padamu. Kamu bisa bebas setelah pertandingan kami berakhir."
"Tapi kan Dit? Aku kan tidak meminta kamu merawatku," protes Minah. Karena ia tahu, pasti Raditya dan teman-temannya akan membulinya.
"Iya aku tahu. Tapi ini adalah perintah. Atau kamu akan tahu akibatnya," ancam Raditya.
"Oh ya? Kamu lupa? Siapa yang tadi siang memohon untuk di tolong? Siapa yang tergeletak tak berdaya di kamar mandi dan memanggil-manggil namaku?"
"Iya Dit. Aku akan melakukan semua yang kamu suruh. Memangnya apa saja tugasku nanti Dit?"
"Sudahlah jangan bahas sekarang. Nanti kamu juga tahu sendiri." Raditya menyeringai lalu bediri dan meninggalkan kamar Minah. Meninggalkan Minah yang menganga karena ucapan Raditya.
"Ya Tuhan, baru saja Minah keluar dari kandang macan sudah masuk ke kandang buaya," batin Minah mengelus dadanya. Ia dapat merasakan jika sikap Raditya tidak lebih baik daripada Rachel. Dan penderitaannya akan di mulai lagi.