Bab 22

1014 Words
Gadis manis berkepang dua itu berjalan sendirian menuju ke dekat perpustakaan. Ia membawa kotak makan dan sebotol air di tangannya. Hatinya berbunga dan berdebar. Senyum tak henti tersungging di bibir merahnya. Siang itu ia akan makan siang berdua dengan Andra. Lelaki yang sangat ia sukai. Dari kejauhan Minah dapat melihat Andra yang melambaikan tangan ke arahnya. Minah tersenyum dan mempercepat langkah kakinya. "Hai Kak," ucap Minah canggung. Pipi Minah bersemu merah. "Hai Minah. Ayo!" Andra meraih jemari Minah dan menggenggamnya. Ia menarik Minah untuk menaiki tangga menuju lantai atas. Jemari Andra begitu hangat, membuat Minah nyaman dan berdebar di saat yang bersamaan. Hati Minah sungguh bahagia, mereka seperti pasangan kekasih. Hanya dalam bayangannya tentunya, karena pada kenyataannya Andra hanyalah orang yang baik hati. Orang yang bersimpati padanya. Tidak ada hubungan apa pun di antara mereka-meskipun Minah sangat menyukai Andra. Tak terasa langkah kaki mereka terhenti di atap. Tempat terlarang untuk murid. "Kak, bukankah di pintu sudah tertulis jika kita dilarang ke sini?" tanya Minah. "Sudah santai saja. Kalau ada guru yang tahu, kita hanya akan dihukum bersama-sama," jawab lelaki itu tertawa. "Kak Andra, jangan bercanda ih!" "Nggak papa Yas, percaya pada Kakak." "Hah, apa? Kakak panggil Minah apa?" "Yas, nama kamu Yasminah kan? Yas adalah panggilan kesayangan dariku. Tidak ada orang lain yang boleh memanggimu dengan nama itu." Minah yakin wajahnya sudah seperti kepiting rebus saat ini ketika Andra mengucapkan kata yang menurutnya sangat manis. "Ayo makan di sana! Ini adalah tempat favoritku." Andra mengajak Minah duduk di lantai yang cukup bersih. Minah tak mempermasalahkan jika mereka makan di situ. Yang terpenting ia bersama Andra, itu sudah cukup. Biarlah Minah egois kali ini. Ia ingin menikmati tiap waktu berharganya dengan Andra. Dari sana mereka dapat memandang ke segala arah. Angin yang bertiup sepoi-sepoi menambah kenyamanan mereka berdua. "Kamu masak apa Yas?" "Hanya seadanya Kak. Nasi goreng dan telur ceplok." "Enak kayaknya." Andra melirik nasi goreng buatan Minah dan mengabaikan bekalnya sendiri. Padahal makanan yang Andra bawa lebih enak daripada yang ia bawa. "Kakak mau?" "Bagaimana kalau kita tukar bekal? Aku makan bekal kamu. Dan bekalku untukmu." "Hah? Bekal Minah mungkin nggak enak Kak." "Sudah kemarikan. Kakak lapar." "Iya iya deh. Kalau tidak sesuai dengan selera Kakak jangan dimakan ya." Andra hanya menganggukkan kepala karena kini mulutnya sibuk mengunyah nasi goreng buatan Minah. "Makan! Kamu nggak suka dengan bekal Kakak?" tunjuk Andra pada kotak makanannya yang berisi nasi, sayur dan ayam. "Suka kok. Iya ini Minah makan." Minah menyuapkan nasi ke mulutnya. "Emm, enak banget Kak," puji Minah. Karena makanan yang dibawa Andra benar-benar lezat. "Benarkah? Itu buatan Mama Kakak. Sebenarnya Mama maunya aku bawa bekal sehat setiap hari. Hanya saja, kadang-kadang Raditya memaksa aku untuk makan di kantin. Jadinya aku tak mau bawa bekal lagi. Dan pagi ini Mama senang karena aku mau membawa bekal lagi." "Mama Kak Andra pasti baik dan sangat menyayangi Kakak ya?" Minah jadi mengingat Almarhum ibunya yang telah tiada. "Iya, mama Kakak baik, sayang, perhatian pada Kakak. Dan berubah sangat posesif semenjak kami kehilangan Andrea." Andra mengingat masa lalunya yang begitu kelam. Hingga menyisakan kesedihan mendalam dalam hati mama kesayangannya. Masa lalu yang menghilangkan sebagian besar senyum di wajah wanita itu. "Andrea?" Minah bertanya-tanya siapa orang yang disebut Andra. "Iya adik Kakak. Kalau dia masih hidup seumur kamu mungkin." Minah menganggukkan kepala turut bersedih. "Udah ah bahas yang lain saja." Andra terlihat tak ingin membicarakan hal itu lagi. "Minah jadi ingin bertemu dengan mama Kak Andra," ucap Minah tulus. "Benarkah? Baiklah. Kapan-kapan main ke rumahku ya? Nanti akan aku perkenalkan sebagai calon menantunya," ucap Andra entah serius atau bercanda. "Hah? Kakak jangan bercanda deh." "Hahaha, iya. Tapi mungkin bukan hanya akan jadi candaan ketika kamu jadi pacar Kakak nanti" "Kak Andra ...." Minah memukul d**a Andra karena malu. "Iya, iya. Sudah ... Yas bolehkah Kakak bertanya?" "Iya Kak silakan." "Apakah Kamu benar-benar anak pembantu di rumah Raditya?" "Kenapa Kak? Kakak malu ya punya teman seperti Minah?" "Bukan begitu, Kakak hanya ingin tahu saja. Karena setahu Kakak pembantu Radit tidak punya anak yang dibawa ke rumahnya." "Sebenarnya ... Minah hanya orang asing di rumah itu Kak." Entah mengapa kepada Andra, Minah tak ingin berbohong soal dirinya. "Maksud kamu?" Andra menyuapkan satu sendok terakhir makanannya. "Minah bukan siapa-siapa di rumah itu. Minah tidak punya siapa-siapa dan apa-apa. Minah hanya hidup dari belas kasih Tante Rasti dan Om Dimas, orang tua Radit dan Rachel. Jadi kalau Radit menganggap Minah pembantu. Minah tidak keberatan kok." "Maaf, memangnya orang tua kamu di mana?" "Ibuk Minah sudah meninggal setahun yang lalu. Dan Bapak Minah entah di mana. Ceritanya panjang Kak." Minah mengusap air mata yang menitik di pipinya. Ia merindukan ibunya yang telah tiada, juga bapaknya yang entah di mana. Minah bahkan tak yakin jika bapaknya bisa lolos dari Juragan Surya. "Shh, sudahlah jangan menangis. Anggap Kakak tak pernah bertanya apa pun. Maafkan Kakak Yas. Kakak tidak bermaksud untuk membuat kamu bersedih," hibur Andra. "Iya Kak. Tidak apa-apa. Selama ini yang tahu cerita tentang Minah hanya orang tua Radit dan Kakak. Tak ada orang lain yang tahu. Dan Kakak anggap saja saya anak pembantu di rumah Radit seperti yang Raditya bilang. Soalnya Raditya dan Rachel malu jika sampai semua orang di sekolah ini tahu Minah tinggal di rumah mereka." "Oh, begitu rupanya. Lalu kenapa mereka sepertinya tak menyukaimu?" "Siapa Kak? Tante Rasti dan Om Dimas baik banget kok sama Minah." "Bukan, maksudku Raditya dan Rachel dong Minah." "Oh, Minah nggak tahu. Mungkin karena Minah orang asing yang kampungan Kak." "Kamu yang sabar ya Minah. Raditya sebenarnya baik kok. Hanya saja dia memang sifatnya begitu. Ketus, keras kepala dan angkuh." "Iya Kak. Minah tahu kok kalau Radit baik. Waktu Minah pingsan kemarin dia yang bawa Minah pulang dan merawat Minah." "Kamu pingsan? Kapan?" "Anu, itu Kak. Sebenarnya teman-teman Rachel mengurung Minah di toilet seharian. Dan Minah terpeleset hingga pingsan. Untung ada Raditya yang menolong Minah." "Jadi waktu Raditya bolos latihan itu karena menolong kamu?" "Iya Kak. Maafkan Radit yang bolos ya Kak?" pinta Minah. "Iya Minah. Kakak juga sudah nggak marah kok." Andra menepuk kepala Minah dengan sayang. Hingga akhirnya bel berbunyi dua kali membuyarkan kebersamaan mereka berdua. Mereka harus kembali ke kelas. Waktu istirahat sudah berakhir. "Ayo turun. Makasih makanannya ya Minah." "Minah juga mengucapkan terima kasih Kak. Masakan mama Kak Andra enak. Sampaikan salam Minah untuk mama Kakak ya?" "Oke Yas."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD