Rahasianya Terbongkar

1753 Words
Kepergian Nenek Sri membuat Kakek Poni sangat terpukul. Sekarang Kakek Poni sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Kakek Poni juga bingung bagaimana cara dia bisa membayar biaya pemakaman istrinya karena dia sudah tidak memiliki uang lagi. Uangnya sudah habis saat ia gunakan untuk membayar biaya pengobatan sang istri di rumah Mbah Sapto kemarin. Selain itu, Kakek Poni juga tidak memiliki tempat tinggal yang layak sehingga ia bingung bagaimana jika banyak orang melayat. Untungnya saja, Farhan, Karina, dan Syifa datang untuk membantu Kakek Poni. Farhan juga meminta Kakek Poni untuk tetap sabar dan tenang menghadapi cobaan ini. “Assalamualaikum,” ucap Farhan bersama Karina dan Syifa. “Waalaikumsalam,” jawab Kakek Poni. “Kek, saya turut berduka cita atas meninggalnya almarhumah. Semoga Nenek Sri mendapat tempat terbaik di sisi Allah,” ucap Farhan. “Aamiin.. terima kasih ya atas doanya,” ucap Kakek Poni. “Ngomong-ngomong orang-orang pada kemana kek? Tadi kan udah disiarkan masa belum ada orang datang,” ucap Syifa. “Iya. Tadi pas aku beli sayur di tukang sayur, ibu-ibu juga langsung pada pergi katanya mau melayat tapi kok belum sampai sini ya,” ucap Karina. “Tadi sudah ada orang datang tapi mereka tidak mau membantu saya. Saya kan tidak punya tempat tinggal. Saya hanya tinggal di rumah bekas kandang kambing kecil seperti ini. Mungkin mereka jijik dengan lingkungan rumah saya. Apalagi saya bukan asli sini, saya hanya pendatang yang datang dengan kemiskinan” ucap Kakek Poni. “Saya juga bingung bagaimana mengurus pemakaman istri ya. Saya sama sekali tidak punya uang dan orang-orang sini tidak ada yang mau membantu,” ucap Kakek Poni. “Astagfirullahaladzim. Mengurus jenazah hukumnya fardhu kifayah dan wajib dilakukan oleh setiap muslim. Pengurusan dan penguburan jenazah juga harus segera dilaksanakan,” ucap Farhan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Segeralah mengurus jenazah. Karena jika jenazah itu adalah orang shalih, berarti kalian telah mempercepat kebaikan untuknya. Dan jika jenazah tersebut selain orang shalih, berarti kalian telah meletakkan kejelekan di pundak kalian” (HR. Bukhari no. 1315 dan Muslim no. 944). “Kakek tenang aja ya. Kita akan bantu mengurus dan menguburkan Nenek Sri,” ucap Farhan. Beberapa saat kemudian, Ustadz Shadiq selaku Ustadz di kampung Kapuk mendatangi kediaman Kakek Poni. Betapa terkejutnya Ustadz Shadiq saat melihat disana sangat sepi, padahal tadi sudah diumumkan di masjid. “Assalamualaikum,” ucap Ustad Shadiq. “Waalaikumsalam,” “Lho.. orang-orang pada kemana? Kok cuma ada kalian disini,” ucap Ustad Shadiq. “Biasalah pak Ustadz,” ucap Syifa. “Terus jenazah sudah dimandikan dan dikafani belum?” tanya Ustadz Shadiq. “Belum pak. Saya tidak tahu harus meminta tolong pada siapa,” ucap Kakek Poni. “Farhan, tolong kamu ambilkan kain kafan di rumah saya ya. Tanya aja sama Endi (anak Ustadz Shadiq) nanti biar diambilkan,” ucap Ustadz Shadiq. “Untuk memandikan dan mengkafani jenazah, kalian berdua ya yang urus,” ucap Ustadz Shadiq pada Karina dan Syifa. “Jangan aku dong tadz. Aku takut,” ucap Karina. “Apa yang kamu takutkan? Suatu saat nanti kita semua juga akan menyusul Nenek Sri kan? Justru dengan membantu mengurus jenazah, kita bisa semakin meningkatkan iman dan sebagai pengingat diri untuk selalu ingat kematian bisa datang kapan saja,” ucap Ustadz Shadiq. “Tapi aku bener-bener takut pak ustadz,” ucap Syifa dengan ketakutan yang berlebih. “Syifa, ayo dong bantu. Kasihan kan Nenek Sri kalau proses pemakamannya ditunda-tunda. Kemarin kan kamu mau bantu Nenek Sri berobat, masa sekarang bantu Nenek Sri ke tempat istirahat terakhirnya kamu gak mau” ucap Farhan. “Kemarin kan Nenek Sri masih hidup bang. Makannya syifa berani tapi kalau sekarang, Nenek Sri kan udah meninggal. Jadinya serem tahu!” ucap Syifa. “Astagfirullahaladzim. Syifa-syifa, kamu sadar gak tadi kamu ngomong apa? Pokoknya abang gak mau tahu, kamu harus bantu mengurus jenazah Nenek Sri. Abang udah pernah kan ajarin kamu tata cara mengurus jenazah perempuan? Sekarang kamu harus praktikkan!” ucap Farhan dengan tegas. “Ya udah iya-iya,” ucap Syifa. “Kita mulai sekarang aja ya Syif,” ucap Karina mengajak Syifa untuk segera mengurus jenazah Nenek Sri. Tak berselang lama, Ibu Farhan dan dua warga lainnya datang. Akhirnya, Syifa bisa bernafas lega karena sudah ada ibu-ibu lain yang datang dan pasti bisa dimintai tolong. “Alhamdulilah. Mamah sama Ibu-ibu lain datang. Pak Ustadz, Bang Farhan, Kak Karina, biar Mamahku sama ibu-ibu lain aja ya yang mengurus,” ucap Syifa. “Ya sudah. Ibu-ibu tolong bantu memandikan jenazah Nenek Sri ya, sama Karina juga tolong dibantu,” ucap Ustadz Shadiq. Karina dan ibu-ibu lain membantu mengurus jenazah Nenek Sri. Sementara itu, Syifa diminta untuk mengambil kain kafan di rumah pak ustadz. “Syifa, kamu yang ambil kain kafan di rumah Ustadz Shadiq ya. Abang mau gali kuburan,” ucap Farhan. “Nah, kalau ambil kain kafan aku baru siap!” ucap Syifa langsung pergi ke rumah Pak Shadiq. ****** Akhirnya, pemakaman Nenek Sri sudah selesai dilaksanakan. Nenek Sri dimakamkan di makam yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Kakek Poni berterima kasih pada Farhan, Karina, Syifa, Ustadz Shadiq, dan beberapa warga yang sudah membantu mengurus jenazah Nenek Sri. “Semuanya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Alhamdulillah, istri saya sudah sampai di tempat istirahat terakhirnya,” ucap Kakek Poni. “Sama-sama Kek. Kakek yang sabar ya karena sejatinya kita ini milik Allah dan pasti akan kembali pada Allah,” ucap Ibu Farhan. “InsyaAllah, saya sudah ikhlas dengan takdir Allah. Saya hanya bisa mengirimkan doa untuk istri saya,” ucap Kakek Poni. “Kami pamit dulu ya Kek,” ucap Ibu-ibu lain yang berpamitan untuk pulang, diikuti juga oleh Ibu Farhan. “Kami juga pamit ya Kek,” ucap bapak-bapak yang membantu mengantarkan jenazah Nenek Sri ke liang lahat. “Iya ibu-ibu dan bapak-bapak semua. Terima kasih ya,” ucap Kakek Poni. “Saya juga pamit ya Kek,” ucap Ustadz Shadiq. Setelah semua warga pergi, kini hanya tinggal Farhan, Karina, dan Syifa yang ada disana menemani Kakek Poni.  “Terima kasih ya Nak Farhan, Mbak Karina, dan Syifa yang sudah membantu saya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua,” ucap Kakek Poni. “Sama-sama Kek. Sebagai umat muslim, kita kan wajib saling membantu satu sama lain. Kalau ada perlu apa-apa, jangan sungkan untuk minta tolong ke kita ya kek,” ucap Farhan. “InsyaAllah. Saya doakan semoga hubungan Nak Farhan dan Mbak Karina langgeng ya,” ucap Kakek Poni. “Cie..cie..” ucap Syifa menyenggol Farhan. “Maaf Kek. Tapi saya sama Karina tidak ada hubungan apa-apa. Kita cuma teman saja,” ucap Farhan. “Gak ada hubungan kan untuk saat ini. Kalau nanti siapa yang tahu?” ucap Syifa menggoda Farhan. “Syifa kamu bisa diem gak,” ucap Farhan pada Syifa. “Iya Kek. Saya sama Farhan juga cuma rekan kerja yang kebetulan ditugaskan bersama oleh Pak Lurah,” ucap Karina meyakinkan bahwa dia dan Farhan memang tidak memiliki hubungan spesial. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 siang. Farhan harus segera ke masjid untuk menjalankan kewajibannya sebagai marbot. “Kek, maaf saya tidak bisa lama-lama karena sekarang sudah jam 11 siang. Saya harus segera pergi ke masjid,” ucap Farhan. “Iya Nak, terima kasih ya. Buat Mbak Karina dan Syifa, saya juga terima kasih ya,” ucap Kakek Poni. “Sama-sama Kek,” ucap Karina dan Syifa. ****** Setelah berpamitan dengan Kakek Poni, Farhan, Karina, dan Syifa pergi ke masjid dengan naik mobil Karina. Saat di perjalanan, Farhan masih penasaran ada apa dengannya kemarin. Meskipun kini Syifa sudah biasa saja tetapi Farhan tahu jika sebenarnya dia menyembunyikan sesuatu. “Syifa, tolong kamu jujur sama Abang, kemarin kamu kenapa?” tanya Farhan sambil menyetir mobil. “Gak ada apa-apa bang,” jawab Syifa yang duduk di jok belakang. “Udah deh. Mending kamu jujur aja Syif,” ucap Karina. “Tapi aku takut kak. Nanti kalau aku kenapa-napa gimana,” ucap Syifa. “Maksud kamu apa sih? Coba jujur sama abang ada apa. Kamu gak perlu khawatir, abang pasti ngelindungin kamu,” ucap Farhan. Setelah berpikir cukup lama, Syifa mulai berani berbicara tentang apa yang dia alami. Rupanya, sosok orang yang dianggap sakti di kampung ini tidak sesakti yang dikira. Mbah Sapto telah melakukan kebohongan besar yang menyebabkan banyak orang sakit atau bahkan meninggal. “Kemarin pas aku nganterin Nenek Sri ke dalam rumah Mbah Sapto. Aku gak sengaja lihat Mbah Sapto ngeracik obat kimia dengan ramuan tradisional. Ternyata selama ini Mbah Sapto ngobatin orang dengan cara kayak gitu,” ucap Syifa. “Terus Mbah Sapto juga menyimpan senjata api dan senjata tajam. Aku lihat ada pisau, pistol, celurit, dan senjata berbahaya lainnya,” ucap Syifa. “Mbah Sapto itu gak sesakti yang orang-orang kira. Cuma penampilannya aja kayak dukun,” imbuhnya. “Dia ngancem aku kalau sampai aku bocorin rahasianya, dia bakal bunuh aku. Katanya dia punya banyak teman preman dan dukun yang bisa kapan aja bikin aku celaka,” ucap Syifa. “Tunggu..tunggu.. Tadi kamu bilang Mbah Sapto gak sesakti yang orang-orang kira. Tapi dia punya temen dukun?” tanya Karina. “Iya kak. Mbah Sapto itu sebenarnya bukan dukun, tapi dia orang yang pura-pura jadi dukun. Dia gak sakti, yang sakti teman-temannya. Kalau sama warga kadang sok tahu hal-hal ghaib, padahal mah dikasih tahu sama teman dukunnya,” ucap Syifa. “Mbah Sapto kan tukang ngobatin orang, terus buat apa ada senjata di rumahnya?” tanya Farhan sambil menyetir mobil. “Tadi kan aku udah bilang bang kalau Mbah Sapto itu punya teman preman. Bisa aja kan kalau senjata itu punya temennya,” ucap Syifa. “Jangan suudzon dulu Syif. Kita kan gak tahu yang terjadi sebenarnya gimana jadi jangan asal nuduh,” ucap Farhan. “Siapa yang nuduh coba? Tadi kan aku bilang ‘bisa aja kan’, berarti itu gak nuduh tapi menduga-duga,” ucap Syifa. Saat melewati jalan sepi, tiba-tiba saja ada dua motor yang menghadang mobil mereka. Kemudian 4 orang yang naik motor tersebut turun dengan membawa celurit. Mereka berani beraksi di siang hari karena menunggu di jalan yang sepi, banyak pohon, dan jauh di pemukiman. “Aduh bang. Kenapa tadi abang pilih lewat sini sih, kan masih banyak jalan lainnya,” ucap Syifa panik. “Karena lewat jalan ini bisa cepat sampai. Kalau lewat jalan lain, nanti abang keburu telat,” ucap Farhan. “Woy! Turun lo atau gue pecahin kaca mobil lo!” ucap orang bertubuh kekar itu sambil menggedor-gedor kaca mobil. "Far, itu kan preman yang waktu itu. Kenapa mereka dateng lagi sih," ucap Karina ketakutan. “Kalian tenang ya. Kalian tetap didalam mobil sampai keadaan aman, biar aku hadapi mereka,”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD