Ketika dalam perjalanan pulang dari rumah Mbah Sapto, tiba-tiba saja ada sesuatu yang ditabrak oleh Karina. Karena penasaran, Karina dan Syifa pun keluar dari mobil untuk mengetahui apa yang mereka tabrak. Sayangnya, saat keluar dari mobil, mereka tidak menemukan apa-apa.
Karina dan Syifa melihat sekelilingnya serta melihat kebawah mobil, mungkin saja yang mereka tabrak terjatuh. Namun, setelah dicari berkali-kali, mereka tidak menemukan apapun bahkan bekasnya juga tidak ada.
“Loh,” ucap Karina terheran-heran.
“Kok bisa,” ucap Syifa masih tidak percaya apa yang dialaminya.
“Tadi aku sampai kepantul lho kak. Emang tadi kak Karina nabrak apa sih?” tanya Syifa.
“Aku juga gak tahu. Tadi aku gak liat apa-apa,” ucap Karina.
“Udah gak salah lagi, ini pasti ulah Mbah Sapto. Buktinya pas kakak nanya, terus mau aku jawab, kita langsung ngalamin kejadian ini. Kayaknya aku dalam bahaya deh kak,” ucap Syifa ketakutan.
“Kamu gak usah takut, kan ada kak Karina, ada bang Farhan, ada Mama kamu juga. Kamu tenang aja kamu gak bakal kenapa-napa kok. Sekarang kita masuk ke mobil lagi dan kita pulang,” ucap Karina merangkul Syifa ke mobil untuk pulang.
Di Rumah
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 tetapi Syifa tak juga pulang. Syifa pergi tanpa pamit pada Farhan dan Ibunya, sehingga membuat mereka khawatir. Syifa pergi juga tidak membawa handphone. Beberapa saat kemudian, Farhan melihat Karina pulang bersama Syifa. Tak berpikir lama, Farhan langsung menghampiri mereka dan memarahi Syifa.
“Syifa, kamu dari mana aja sih? Dicariin Mama tuh. Pergi gak pamit, handphone ditinggal, bikin khawatir aja!” ucap Farhan dengan sedikit nada tinggi.
Biasanya Syifa akan menjawab jika dimarahi kakaknya. Namun, kali ini Syifa menunjukkan sikap yang berbeda. Syifa sama sekali tidak menghiraukan Farhan dan memilih pulang ke rumah. Syifa berjalan dengan tatapan mata kosong dan wajah yang tidak seperti biasanya. Ini membuat Farhan semakin khawatir dengan perilaku sang adik.
“Loh kok malah pergi sih abang kan belum selesai ngomong,” ucap Farhan tetapi tak dipedulikan Syifa.
“Kamu sama Syifa abis dari mana sih Rin? Terus kenapa Syifa tiba-tiba jadi kayak orang aneh gitu,” ucap Farhan.
“Tadi Syifa lihat ada Kakek dorong Istrinya yang sakit untuk berobat ke rumah Mbah Sapto. Karena kasihan, Syifa minta tolong aku anterin Kakek dan Nenek itu kesana,” jawab Karina.
“Kenapa gak kamu periksa aja?” tanya Farhan.
“Yang sakit istri Kakek itu dan dia gak mau aku periksa,” ucap Karina.
“Kamu tahu siapa Kakek dan Nenek itu?” tanya Farhan.
“Aku juga gak tau sih. Kata Syifa rumahnya dekat pasar hewan,” ucap Karina.
“Kalau itu sih namanya Kakek Poni dan Nenek Sri. Aku beberapa kali pernah lihat mereka mulung barang bekas,” ucap Farhan.
“Ya ampun kasihan banget. Memangnya mereka gak punya anak?” tanya Karina.
“Kalau itu aku gak tahu. Aku udah pernah tanya tapi mereka gak pernah mau jawab,” ucap Farhan.
“Kakek Poni dan Nenek Sri itu pendatang di kampung ini. Mereka kesini sekitar 2 tahun yang lalu. Pak Lurah udah pernah ajak mereka ke panti jompo atau ajak tinggal mereka di rumah yang lebih layak tapi mereka gak mau dengan alasan mereka gak mau nyusahin orang. Mereka lebih pilih tinggal di bekas kandang hewan milik warga,” ucap Farhan.
“Kasihan banget sih Far. Besok kamu bisa anterin aku ketemu mereka gak? Aku pengen kasih sedikit rejeki aku buat mereka,” ucap Karina.
“Boleh. Besok kita kesana ya,” ucap Farhan.
*****
Saat malam hari tiba, Syifa tak mau keluar dari kamar. Syifa menyendiri di kamarnya seperti orang ketakutan. Ibunya sudah berusaha membujuk Syifa untuk keluar dari kamar dan makan malam tetapi Syifa menolak. Akhirnya, ibunya menyerahkannya pada Farhan. Hal ini karena selama ibunya tidak di rumah, Farhan lah yang lebih dekat dengan Syifa.
Setelah masuk ke kamar Syifa, Farhan melihat Syifa duduk dengan tatapan mata kosong. Farhan pun mendekati Syifa untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya.
“Tolong kamu jujur sama Abang apa yang sebenarnya terjadi,” ucap Farhan.
“Gak ada apa-apa Bang,” jawab Syifa.
“Bohong! Kamu itu adek abang, jadi abang tahu kalau sekarang kamu lagi gak baik-baik aja,” ucap Farhan.
“Beneran aku gak apa-apa. Kalau Abang gak percaya, terserah!” jawab Syifa.
“Kalau emang gak ada apa-apa tapi kenapa sikap kamu seolah ada apa-apa?” ucap Farhan.
“Mendingan Abang keluar sekarang. Syifa lagi gak pengen diganggu,” ucap Syifa sambil mendorong Farhan.
“Abang gak mau keluar sebelum kamu kasih tahu abang kamu kenapa!” ucap Farhan.
“Syifa bilang gak ada apa-apa. Masa masih belum jelas juga sih!” ucap Syifa.
*****
Meskipun ini hari sabtu, Karina tidak ingin pulang ke rumahnya. Karina lebih senang menghabiskan waktu di kampung Kapuk karena suasana pedesaan masih terasa dan sejuknya luar biasa. Melihat tukang sayur lewat depan rumah, Karina langsung menghampirinya untuk membeli bahan masakan.
Kebetulan disana juga banyak ibu-ibu, sehingga Karina bisa berbaur dengan warga sini dan mengenal mereka lebih dekat.
“Sayur nih gak ada daging?” tanya Bu Lisa.
“Ya nggak ada Bu. Saya kan tukar sayur bukan tukang daging,” jawab Beni, kang Sayur.
“Alah.. biasanya juga bawa daging kang Ben,” ucap Bu Lisa.
“Eh.. Bu Ibu udah tahu gosip terbaru belum? Pokoknya masih baru banget ini gosipnya,” ucap Bu Cici.
Saat beberapa ibu rumah tangga sedang berbicara satu sama lain, Karina datang untuk ikut ngobrol dengan mereka. Mendengar kedatangan Karina, Bu Cici langsung mengalihkan topik pembicaraan.
“Assalamualaikum.” ucap Karina pada warga sekitar yang membeli sayur mayur di tukang sayur.
“Waalaikumsalam,” ucap ibu-ibu disana.
“Lho kok Mbak Karina pagi-pagi udah ada di kampung kita? Bukannya hari sabtu Mbak Karina libur,” ucap Bu Deden.
“Iya Bu. Sekarang saya tinggal disini biar lebih dekat dengan tempat kerja saya,” ucap Karina.
Saat mereka sedang berbicara, Bu Lisa bertanya pada Bu Cici, “Bu Cici, tadi katanya ada gosip terbaru, apa?”
“Gak jadi gosip ah soalnya orangnya ada disini,” jawab Bu Cici.
“Aduh, keceplosan!” ucap Bu Cici lalu menutup mulutnya.
“Tadi Bu Cici bilang mau ngegosip tapi pas ada Mbak Karina, Bu Cici gak jadi gosip. Ini sih udah pasti kalau Bu Cici mau gosipin Mbak Karina,” ucap Bu Neng.
“Bu Neneng lemes banget mulusnya. Enggak kok Mbak Karina, jangan berpikir macam-macam ya. Saya sama sekali gak ada niat untuk gosipin Mbak Karina tapi saya cuma mau tanya sama Mbak Karina,” ucap Bu Cici.
“Iya Bu tenang aja. Memangnya Bu Cici mau tanya apa?” tanya Karina.
“Apa benar sekarang Mbak Karina tinggal di rumah Farhan? Soalnya beberapa waktu belakangan ini saya sering lihat Mbak Karina sama Syifa dan Farhan,” ucap Bu Cici.
“Saya tidak tinggal di rumah Farhan kok Bu. Tapi Saya tinggal di rumah sebelahnya,” ucap Karina.
“Rumahnya Pak Tarjo?” tanya Bu Lisa.
“Iya Bu. Pak Tarjo lagi pulang kampung. Daripada rumahnya dibiarkan kosong, Pak Tarjo menyewakan ke saya biar rumahnya tetap ada yang mengurus selama beliau pulang kampung. Nanti kalau Pak Tarjo kembali, rumah itu akan ditempati Pak Tarjo lagi,” ucap Karina yang sengaja tidak mengatakan bahwa sebenarnya Pak Tarjo meminjam uang kepadanya dan akan dikembalikan saat beliau kembali dari kampung.
“Oh iya buat Ibu-Ibu kalau sakit jangan sungkan ke puskesmas ya Bu,” ucap Karina.
“Selama ada Mbah Sapto, warga kampung sini gak akan ke puskesmas Mbak,” ucap Bu Wina.
“Lho kenapa Bu? Saya kira semua warga sudah paham dan mengerti lewat penyuluhan yang Pak Lurah berikan waktu itu,” ucap Karina.
“Ya gimana ya Mbak. Warga kita udah turun temurun berobat tradisional ke Mbah Sapto dan langsung sembuh,” ucap Bu Neneng.
“Betul tuh. Kemarin saya lihat Kakek Poni bawa Nenek Sri ke rumah Mbah Sapto. Pas pergi Kakek Poni dorong Nenek Sri pakai gerobak, pas pulang Nenek Sri udah bisa jalan sendiri,” ucap Bu Wina.
“Iyalah bisa jalan sendiri. Kemarin aku yang anterin Kakek Poni dan Nenek Sri ke rumah Mbah Sapto terus gerobaknya ditinggal di depan rumah Farhan,” batin Karina sambil mendengarkan ibu-ibu itu.
“Maaf kalau boleh tahu. Metode pengobatan yang digunakan Mbah Sapto itu apa ya?” tanya Karina.
“Kita juga enggak tahu Mbak. Yang kita setiap orang yang dari rumah Mbah Sapto langsung sembuh, contohnya Nenek Sri yang saya lihat kemarin,” ucap Bu Wina.
Beberapa saat kemudian, terdengar kabar orang meninggal dari speaker masjid, “Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun..Telah berpulang ke rahmatullah Sri, Pada Pukul, 06.15 pagi, (dan seterusnya)”
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un,” ucap Karina dan Ibu-ibu itu.
“Padahal aku baru aja mau ke rumah Nenek Sri,” batin Karina.
“Gak nyangka ya Ibu-Ibu. Padahal kemarin saya baru saja melihat Nenek Sri lewat rumah saya,” ucap Bu Wina.
“Namanya juga takdir Bu, mana ada yang tahu,” ucap Bu Cici.
Tak lama kemudian, Karina mendapat telepon dari Farhan.
“Assalamualaikum. Karina kamu dimana? Aku butuh bantuan kamu nih. Nenek Sri meninggal dan aku disuruh Pak Lurah mengurus jenazahnya soalnya Nenek Sri udah gak punya keluarga selain Kakek Poni. Kasihan kalau Kakek Poni yang mengurus sendirian,” ucap Farhan melalui ponselnya.
“Waalaikumsalam. Iya Far, aku lagi di tukang sayur nih. Ya udah aku pulang sekarang ya nanti kita langsung ke rumah Nenek Sri” ucap Karina lalu menutup ponselnya.
Karina langsung membayar sayur mayur yang ia beli dan kemudian bergegas untuk pergi.
“Ini uangnya ya Bang. Makasih,” ucap Karina membayar barang belanjaannya lalu pergi.
Setelah Karina pergi, Bu Cici masih sempat-sempatnya membicarakan Karina. Bu Cici menduga kalau Karina dan Farhan memiliki hubungan spesial. Bu Cici tidak tahu jika sebenarnya mereka sudah ditugaskan Pak Lurah untuk bekerja sama dalam hal sosial dan kemanusiaan.
“Bu Ibu denger gak? Tadi Farhan nelpon Karina terus diajak mengurus jenazahnya Nenek Sri. Mencurigakan gak sih?” ucap Bu Cici.
“Astagfirullahaladzim Bu. Orang lagi mau bantu orang yang berduka masih aja digosipin,” ucap Bu Neneng.
“Siapa yang gosip? Gue nanya tahu!” ucap Bu Cici.
“Sudah-sudah. Lebih baik kita pergi melayat,” ucap Bu Wina dan diikuti oleh ibu-ibu lain.
“Gak jadi beli sayur Bu Ibu?” tanya Beni, Kang Sayur.
“Orang lagi mau melayat masih aja kamu tawari sayur. Mendingan kau pulang dan ikut kita melayat,” ucap Bu Lisa.