[08] Grant Acuzio Bennet

1452 Words
The Thief – Grant Acuzio Bennet- Daberry Devian Bennet Pesta panen tahun ini berlangsung dengan sangat meriah. Aku selalu menyukai saat pesta panen diadakan. Seluruh penduduk desa akan berkumpul di villa, tak jarang juga ada beberapa penduduk dari luar desa kami. Mom dan Dad menjamu para tamu dengan olahan dari kebun kami sendiri. Aku selalu bersama Sammi. Dia mengaku ini adalah pertamakalinya ia mengikuti pesta semacam ini. Dan dia tampak sangat senang bermain dengan beberapa anak kecil yang sedang memakan berries. "Sam?" kupanggil namanya. Dia menoleh dengan tawa masih menghias wajahnya. Benar kataku? dia tampak sangat senang. Dia bangkit dan jalan mendekat. "Ada apa?" tanyanya sambil melahap cranberries yang ada ditangannya. "Kau ingat acara setelah ini apa?" tanyaku sambil tersenyum jahil dan sesekali melirik jam, sudah tepat saat memulai acaranya. "Sehabis memakan hasil panen bersama? hmm." dia tampak berfikir dengan jari telunjuk yang mengetuk-ngetuk dagunya pelan. "Aha, aku iiii-" belum sempat dia menyelesaikan perkataannya, sudah ada berries busuk yang kulempar tepat diwajahnya. "Perang berries! yeaaaayyyy!" aku berteriak girang sambil melemparkan berries busuk yang tidak akan laku dijual. Busuk disini dalam artian buahnya menjadi lembek dan lebih berair, bukannya sampai berwarna hitam. Memang seluruh ini sudah disiapkan. Aku membawa satu keranjang berries busuk dan siap membalas lemparan siapapun padaku. Sammi berlari menuju tumpukan keranjang berries busuk begitupun tamu yang lain. Sammi siap-siap membalasku dengan keranjang blueberry busuk ditangannya. Dia melempar berriesnya, aku berkelit sempurna. "Berry jangan bergerak!!" Sammi geram karena lemparannya tak pernah mengenaiku. Sedangkan setiap aku melemparinya selalu kena. Berbagai warna berries ada diwajah cantik Sam. Dia berjalan mendekat dengan langkah menghentak, aku masih tertawa melihat wajahnya "Diam, jangan tertawa!" Sammi semakin dekat. "Sammi currrr-" teriakanku terpotong saat aku menyadari tangan Sammi yang dipenuhi blueberries busuk sudah mengacak-ngacak wajahku. Tanganku dengan cepat menahan tangan Sam. Dia terlalu lincah untuk dapat ditahan. Dan sekarang aku yakin wajahku sudah berwarna biru sekarang. "Aaaaah! Apa yang kau lakukan pada Prince Berry-ku yang tampan?" terima kasih Tuhan, engkau telah menurunkan malaikat untuk membantuku dari Sammi yang kejam, hiks. Hahaha. Aku menoleh kesumber suara, begitu pula Sammi yang langsung berhenti melumuri wajahku dengan berries busuk. "Hello my baby Berry!!!" teriak Eve yang langsung berlari kearahku. Sial. Ternyata bencana yang lebih parah datang. Mom!! kenapa ada badut jelek dipesta panen??? Aku menyesal mengira malaikat penolong yang membantuku tadi. Ternyata bukan malaikat yang datang melainkan badut pesta ulang tahun. Aku hendak pergi menjauh namun tertahan saat Eve menarikku. Kulihat Sammi berjalan kearah beberapa anak kecil tadi yang sekarang sedang sibuk melempar berries. Kulihat bahu Sammi bergerak naik-turun, aku berani taruhan pasti dia menertawaiku sekarang. huh ini karena Eve sialan. _______________________________ Pesta panen usai. Seluruh tamu membersihkan villa yang dipenuhi kotoran dimana-mana. Setelah itu pulang kerumah masing-masing, termasuk Eve yang menyiksaku dengan kehadirannya. Seluruh pekerja kebun kami serta Mom dan Dad tampak kelelahan sama sepertiku. Kami duduk didalam villa sambil menonton video pesta panen tahun lalu. Menurutku memang pesta panen tahun ini kurang menyenangkan dibandingkan tahun lalu. Entahlah mungkin karena ada Eve? hahaha Kuedarkan pandanganku berharap menemukan sosok Sammi. Dia tak ada diruangan ini. Aku berjalan menuju lantai bawah villa yang kini sudah kembali rapih setelah dipakai untuk pesta panen. Tidak ada tanda-tanda Sammi ada disini. Aku keluar villa dan membuka pagar tinggi yang mengelilingi villa. Terlihat hamparan tanah gundul tanpa tumbuhan. Seluruh tanaman sudah di bersihkan dari lahan. Lagi pula mana mungkin tumbuhan akan tetap tumbuh dan berbuah dimusim salju, benar? Aku melihat sekeliling. Apa mungkin Sammi pulang kerumah? tapi ini kan lumayan jauh. Aku menutup pagar villa lalu keluar aku berputar kebelakang villa. Sedikit jauh dari villa adalah hutan Taranaki. Tak ada Sammi sejauh pandangan mataku. Aku melangkahkan kakiku kearah rumah. Entahlah aku yakin Sam pulang kerumah. Ditengah jalan kulihat sesosok perempuan dengan baju penuh kotoran berwarna sedang berjalan dengan seorang lelaki berpakaian lusuh dengan beberapa sobekan di segala sisi, lelaki itu berambut blonde, tapi lebih mendekat ke putih. Apakah itu kakek-kakek yang sering operasi kulit untuk mengencangkan kulit agar terlihat tetap muda? oh entahlah. Aku tahu perempuan itu adalah Sammi, tapi? lelaki itu siapa? aku bahkan tak pernah melihatnya. Dia bukan murid sekolahku, Dia juga bukan tetanggaku. Aku memutuskan mengikuti mereka hingga mereka berhenti tepat didepan rumahku. Aku bersembunyi dibalik pepohonan pinus. Kulihat Sammi nampaknya selalu memperhatikan wajah lelaki itu, sedangkan lelaki itu tetap memandangi rumahku. Tampaknya mereka sedang membicarakan suatu hal. Lumayan lama aku menunggu waktu untuk keluar dari balik pohon pinus. hingga... "Sammi!" panggilku __________________________________ Sammantha Lynn Hearst Pesta panen selesai. Ruang yang dipakai pun sudah dibersihkan. Aku merasa badanku sangat lengket huh. Aku berjalan naik kelantai atas villa. Semua orang sedang berkumpul dan sesekali tertawa, mereka sedang menonton video pesta panen. Semuanya sudah tampak bersih. Aku baru ingat, aku kesini hanya membawa pakaian yang kupakai saat ini. Lebih baik aku pulang kerumah, lagi pula aku tahu kunci cadangan disimpan dimana. Aku tak tahu Berry menaruh sepedanya dimana, jadi aku memutuskan untuk berjalan kaki sreeeek sreek, bunyi dedaunan yang saling bersentuhan satu sama lain. Cukup membuatku merinding. sreeek sreek sreeeek, bunyi itu semakin jelas terdengar. Rasa takutku seakan terkalahkan akan rasa ingin tahuku. Kulangkahkan kakiku mendekat ke sumber suara. Kusibakkan rerumputan rambat yang menghalangi pengelihatanku. glek, rasanya sedikit lebih sulit bagiku untuk menelan liurku sendiri. Mataku membulat. Sesosok serigala putih yang familiar sedang menghisap darah dari seekor kelinci liar yang berukuran lumayan besar. Seakan mengetahui keberadaanku serigala itu menatapku lalu pergi membawa kelinci itu digigitannya. Serigala itu menghilang di balik sebuah pohon rindang. Aku tetap mematung menatap tak percaya. Tak berapa lama kulihat sesosok lelaki sedang bersandar dipohon tempat srigala itu menghilang. "Hmm maaf, jika kau melihatnya," katanya datar. Entahlah mungkin mulutku sudah ternganga sekarang. "Kau memakan kelinci itu?" tanyaku tak percaya "Darah, aku tak memakan dagingnya, hanya darah." "Tetap saja, kau sudah membunuhnya." "Masih beruntung aku pemakan hewan, jika saja aku pemakan manusia. Kaulah orang pertama yang akan kumakan," katanya sambil menatapku sinis. "Maaf aku menganggu acara makan mu," kataku memundurkan diriku berniat berjalan kerumah. Tiba-tiba kurasakan werewolf yang mengaku ber klan Bennet ini sudah berada disampingku. "Ada apa?" tanyaku menatapnya bingung. "Kau ingin pulang kerumahmu kan?" aku mengangguk, "aku ikut." aku tak terlalu menghiraukan dia mau ikut ataupun tidak, aku terus melanjutkan langkahku. "Namamu?" aku menoleh padanya. Ada apa dengannya? mengapa dia menanyakan namaku? "Samantha Lynn Hearst, kau bisa memanggilku Sammi atau Sam," kataku sambil tersenyum padanya. Dia bahkan tak menoleh kearahku dan sibuk menatap kearah jalan. "Kau bukan anak keluarga itu?" tanyanya lagi masih tanpa menatapku lagi. "Bukan, aku keponakannya. Ayah Berry dan Ibuku bersaudara dan Bennet adalah klan dari ayah mereka atau bisa disebut kakekku. Jadi, kau jangan mengaku berklan Bennet juga! jelas-jelas kau bukan keturunan Bennet" kataku dengan satu tarikan nafas. Kulihat dia melirikku sesaat. Hanya melirik. "Namamu Grant Acuzio saja kan? mengapa kau menambahkan Bennet dibelakangnya?" tanyaku ragu. Dia tak menghiraukan perkataanku "Entahlah mengapa, tapi aku merasa sangat dekat dengan rumah ini, padahal aku baru beberapa kali kesini setelah segel werewolf terbuka." Aku terkesiap lalu memberi tatapan kagum padanya, baru kali ini dia mengeluarkan perkataan panjang. Bahkan membuatku tak terlalu mendengar perkataannya, "aku sangat berterima kasih pada siapapun yang telah membuka segel bebatuan di hutan yang membuatku bisa keluar wilayah itu," katanya masih memperhatikan rumah Bennet di hadapanku. "Tunggu! maksudmu apa? segel bebatuan?" tanyaku heran "Ayahku membuat segel pembatas antara dunia werewolf dan manusia segel itu berbentuk bebatuan dan ranting yang telah diberi mantra. Segel itu dapat dilewati manusia tapi tak dapat dilewati werewolf. Dia mengorbankan nyawanya sendiri untuk membuat segel itu. Namun beberapa waktu lalu ada seorang manusia yang merusak segel itu, aku bahkan melihat manusia itu." Aku makin kagum saat dia berkata panjang lebar. "Oh jadi itu penyebabnya," kataku sambil mengangguk-angguk sok mengerti. Kenyataannya? kepalaku masih berputar memikirkan perkataan panjang lebarnya "Lalu rumahmu dimana?" tanyaku. "Aku tinggal di puncak gunung bersama beberapa keluargaku." Aku mengernyit "Di salju abadi?" tanyaku, dia hanya mengangguk. "Sammi!" terdengar suara Berry dibalik badanku, secara refleks aku segera berbalik begitu pula Grant. "hey Berry! kau mau berganti pakaian juga?" tanyaku, dia hanya mengangguk lalu melirik Grant. Tatapan matanya seakan meminta penjelasan siapa-dia? "Berry perkenalkan dia Grant, eh? eumm dia dari desa seberang," kataku asal "Oh, hai Grant," Berry mengulurkan tangannya didepan Grant. Grant nampak bingung lalu menatapku heran, aku meliriknya tajam. Dia menjabat tangan Berry "Namaku Daberry Devian Bennet, kau bisa memanggilku Berry." Berry tersenyum. "Namaku Grant Acuzio Be-" tak sempat Grant menyelesaikan menyebut namanya segera kupotong. "Namanya Grant Acuzio Bern," potongku asal. Grant menatapku tajam, aku tak peduli. Dari pada dia mengaku-ngaku memiliki klan sama dengan Berry. Bisa-bisa Berry marah. "Oh iya Grant, kau berkata kau mau pulang, hush hush." aku mendorong tubuh tinggi Grant. "Sam, tak baik mengusir tamu," ujar Berry, namun tetap tak mampu menghentikanku mengusir Grant dari halaman rumah. Takut-takut Berry mengetahui makhluk apa sebenarnya Grant. To Be Continued..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD