The Thief – Wolf-
"Wow tulisan ditanganku panjang ya?" kataku sambil terkekeh.
"Ini serius, kau pernah mengalami suatu masalah yang berat?" aku menggeleng. Dia menghela nafas "Persiapkan dirimu! sesuatu yang menyeramkan mungkin datang padamu dalam waktu dekat," kata-kata lelaki asing ini mampu membuatku bergidik ngeri. Aku tak dapat mengendalikan mulutku yang ternganga seketika.
"Kupikir orang sepertimu tidak bisa bercanda." aku menarik tanganku dari hadapannya. Dan tertawa canggung.
Matanya memicing sinis padaku seakan mengatakan aku-tidak-bercanda-bodoh! lalu mengalihkan pandangannya kembali pada buku bacaannya "Terserah," jawabnya penuh dengan rasa tak peduli.
Aku kembali menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Sedetik kemudian kakiku sudah menuntun tubuhku untuk kembali ketempat duduk milikku sendiri sambil sesekali melirik pada lelaki itu.
___________________________
Author's
"Sam, kau tunggu disini. Aku dipanggil oleh guru, hanya sebentar." Berry menepuk pundak Samantha pelan lalu berlari kencang seakan dia sedang dikejar seekor anjing kelaparan.
1 menit
2 menit
3 menit
4 menit
8 menit
13 menit
25 menit
30 menit
Cukup lama bagi Samantha menunggu sosok Berry yang tak kunjung datang untuk menghampirinya yang masih setia menunggu.
"Ah, mungkin Berry masih akan lama. Sebaiknya aku pulang lebih dulu," gumam Samantha yang pada detik berikutnya sudah berjalan kaki untuk pulang kerumah Aunty Sarah sendirian. Dia tahu jalan dari sekolah kerumah Aunty Sarah tidak terlalu jauh, namun itu semua akan terasa jauh karena pepohonan pinus yang menjulang tinggi dibeberapa sisi jalan akan membuat perjalanannya terasa jauh. Terlebih pada kondisi hari yang mulai gelap. Yang benar saja, ini baru pukul 4.35 p.m.
Dengan jantungnya berdebar kencang, ia berharap tak akan menemukan hal aneh berbentuk apapun diperjalanan pulangnya.
Disisi yang tidak ditumbuhi pohon pinus, dengan jelas Samantha dapat melihat gunung Taranaki dengan salju abadi yang makin banyak. Mungkin saja saljunya bertambah banyak mengingat sebentar lagi mereka akan memasuki musim salju.
Samantha berlari kecil menyadari perjalanannya bahkan masih jauh dari satu-per-empat perjalanan pulang.
Samantha bergidik ngeri saat angin sore hari yang dingin menyentuh permukaan kulitnya yang hanya dilapisi kemeja dan sweater tipis. Angin berhembus kencang yang membuat rambut Samantha berterbangan secara acak dan menutupi matanya, yang menyulitkan langkahnya karena mata yang tertutup rambut.
Brukkk, Samantha jatuh terduduk disisi jalan dimana sebelah kanan maupun kirinya adalah pepohonan pinus "Sialan!" umpat Samantha sambil mencoba berdiri. Sebuah tangan mengulur dihadapannya tanpa banyak berpikir diraihnya tangan itu.
"Thanks," kata Samantha sambil bangkit dan menyelipkan rambutnya kebelakang telinga. Lalu menatap pada seseorang dihadapannya. Tampan. Satu kata yang menggambarkan wajah lelaki dihadapannya, meski tampan dia mengenakan pakaian yang tak layak pakai dengan kotoran disegala sisi pakaian dan sedikit sobekan-sobekan. Seorang lelaki lain keluar dari balik punggung lelaki tampan tadi.
"Hello," kata si Tampan dengan raut wajah yang tidak dapat diartikan baik.
"Eumm, maaf tapi sepertinya aku harus pergi sekarang. Orang tuaku pasti sudah menungguku dirumah," kata Samantha sambil berlari kecil meninggalkan kedua lelaki asing itu.
"Kau mau kemana?" kata lelaki lain dengan tangan kiri yang melingkar pada pinggul Samantha dan tangan kanan yang menahan pergelangan Samantha. "Kalau kau mau pergi boleh saja, tetapi setelah bermain bersama kami," sambungnya. Samantha menghempaskan tangan lelaki itu lalu berlari menjauh secepat yang ia bisa.
Sia-sia. Dua lelaki mengejar seorang perempuan yang jelas-jelas lebih lemah. Mereka kembali memegangi lengan Samantha dengan sangat erat.
"Kau dengar? aku ingin pulang!" kata Samantha geram sambil meronta keras untuk melepaskan tangannya.
"Pulang? kemana cantik? kerumah manusia? hahaha." mereka tertawa garing "Aku tahu kau bukanlah manusia sesungguhnya kan? aku tahu! dibalik benda bodoh dimatamu itu matamu sedang berubah warna kan? aku bisa merasakan, aroma werewolf wanita yang sudah punah," lelaki-lelaki itu mendekat kan kepalanya pada cincin bermata merah yang terpasang sempurna dijari manis Samantha, "Benda ini! aku merasakan aroma werewolf dari tubuhmu sangat kentara dari benda ditanganmu ini!" mata Samantha membulat
"Werewolf? jangan konyol aku manusia sungguhan!" Samantha mulai emosi lalu kembali menghempaskan tangan yang memeganginya dan mengambil batu yang berada didekat sepatunya dan melempar lelaki-lelaki itu sekuat tenaga.
"Hahahaha, mana mungkin kau manusia sungguhan ben--" lelaki-lelaki itu tak menyelesaikan kalimatnya ketika merasa darah mengalir dipelipis mereka masing-masing. Darah berwarna merah gelap hampir seperti cokelat mengalir disana.
"hah.... hah.... hah....." nafas Samantha tidak teratur selagi matanya membulat. Mata kedua lelaki itu perlahan berubah warna menjadi merah. "Hah hah hah! mengapa mata kalian?!" Samantha memegangi daerah dekat matanya sendiri dengan nafas yang masih tidak teratur karena betapa terkejutnya.
"Tentu saja sayang, mata para werewolf akan berubah sesuai perasaan mereka, sama sepert matamu!" kedua lelaki gila ini mulai tertawa mengejek, sedetik kemudian mereka lenyap dari hadapan Samantha dan berpindah memegangi tangan Samantha agar tak bisa kabur lagi. Gerakan mereka sangat cepat, Samantha bahkan tak melihat mereka yang tiba-tiba sudah ada dibelakangnya sambil memegang tangannya.
"Apa maumu?! lepaskan aku! aku bukanlah makhluk yang kalian cari!" teriak Samantha sambil terus memberontak mencoba melepaskan tangan kedua makhluk yang memegangi tangannya. Makhluk-makhluk itu memang tampan tetapi menakutkan sekaligus menyeramkan bagi Samantha.
"Jangan banyak bicara! Dan bermain saja bersamaku, aku tidak tahu sudah berapa puluh tahun tidak melihat werewolf betina," salah satu lelaki itu mulai memegangi ujung sweater Samantha.
Kreeekkk, serat yang tersusun indah membentuk sebuah sweater tiba-tiba dirobek paksa oleh kedua lelaki ini. Tubuh Samantha bergetar hebat karena takut. Kedua lelaki itu mendorong tubuh Samantha ke balik pohon pinus. Samantha merangkak dan mencoba untuk pergi dari tempat itu. Namun lututnya yang bergetar hebat membuatnya tak mampu bergerak.
"Gill! kau ingin aku mencoba memangsa yang ini? Kau tau ini kesempatan langka dan y--" kata salah satu lelaki membuat airmata Samantha mengalir deras. Mungkin inilah akhir dari hidupnya. Mati dimangsa makhluk aneh.
"Bodoh! para werewolf wanita musnah! Aku tak terlalu menyukai hal ini, kau bisa lakukan apapun yang kau mau sebelum kita bawa dia ke gua, bukankah lebih baik kita membawanya ke gua dan memberi tahu anggota keluarga yang lain?" teriak yang lain. Telinga Samantha seakan tak berfungsi ia terlalu kalut dalam fikirannya sendiri.
Krreeeekk, lagi-lagi suara serat pakaian yang sobek terdengar, bukan! ini bukan dari Samantha melainkan dari kedua lelaki dibelakangnya. Samantha tak mampu menoleh badannya bergetar hebat, keringat dingin bercucuran dengan deras di sekujur tubuhnya. Ia seakan kehabisan energi untuk bergerak sedikit saja, karena memikirkan ia akan mati dimakan kedua lelaki dibelakangnya.
_________________________
Samantha Lynn Hearst
Aku tahu aku hanya bermimpi!
Ini hanya hayalanku akan buku milik kakekku!
Semua ini tidak benar-benar terjadi!
Aku akan terbangun dipagi hari dan pergi ke sekolah serta kembali ke rumah bersama Berry!
Tidak ada kejadian apapun! aku hanya bermimpi! mimpi buruk.
"Sam, badanmu masih menggigil? ada apa sebenarnya? sebaiknya ceritakan padaku," Berry berkata dengan sangat halus tepat didepan telinga kananku.
"Hahahha," aku tertawa renyah, "Jangan konyol Berry, aku hanya bermimpi! Aku sedang tidur sekarang, dan esok pagi aku akan bangun lalu berangkat sekolah dan pulang kerumah bersamamu tanpa terjadi apapun," kataku dengan tatapan kosong.
"Aku minta maaf Sam! tak seharusnya aku berlama-lama dan tak ingat akan kau yang sedang menungguku. Persetan dengan Eve dan Megan! mereka yang mencegahku untuk cepat-cepat pulang setelah menemui guru yang memanggilku! bahkan sampai aku sama sekali tak mengingatmu dan membuatmu hampir mati dimakan anjing putih besar itu!" Berry menggenggam erat tangan kananku.
"Diamlah Berry! aku hanya bermimpi sekarang!" bentakku berang pada Berry. Sedetik berikutnya kurasakan cubitan kecil pada lenganku. Aku menoleh padanya, apa-apaan dia?
"Sakit? kau tidak bermimpi Sam! ini nyata! maafkan aku." aku terdiam sejenak, aku tak menyangka ini adalah kenyataannya, semua terjadi seakan aku sedang berada di mimpi terburukku.
"Huh." aku menghela nafas "Berry, werewolf itu nyata," kataku dengan suara yang melemah diakhir.
"Apakah sebegitu besar efek yang dibuat oleh anjing itu? sehingga kau bisa berhayalan tentang hal konyol begini?" Berry menampakkan wajah kesalnya.
"Itu bukan anjing, itu serigala," jawabku dengan suara yang masih lemah.
"Huh! tidurlah. Mungkin kau membutuhkan sedikit istirahat untuk menyegarkan otakmu," kata Berry lalu mencium keningku singkat "Good night," Berry mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur lalu pergi dari kamarku. Tatapanku kosong, fikiranku melayang pada kejadian beberapa jam yang lalu.
"Apa maumu?! lepaskan aku! aku bukanlah makhluk yang kalian cari!" teriakku sambil terus memberontak mencoba melepaskan tangan kedua makhluk hina yang berani-beraninya memegangi tanganku. Aku menarik anggapan tampan yang tadi kuberikan pada salah satu makhluk hina ini.
"Jangan banyak bicara! bermain saja bersama kami," makhluk hina ini menarik-narik ujung sweaterku
Kreeekkk, sweater kesayanganku dengan mudah disobek oleh makhluk hina ini.
"Gill! kau ingin aku mencoba memangsa yang ini? Kau tau ini-" memangsa? jadi? apakah benar yang mereka katakan kalau aku akan dimakan oleh mereka? mungkin inilah akhir dari seorang Samantha Lynn Hearst? Air mata terus mengalir deras dipipiku. Aku tak tahu harus berbuat apa, fikiranku terlalu kalut, Aku seakan tak dapat berfikir. Mom, Dad, Kevin, Berry, Aunty, Uncle aku mohon maaf. Aku merasa tak akan ada yang membantuku yang berada dibalik pepohonan pinus ini, karena rumah para penduduk yang masih lumayan jauh dari sini.
Aku meringkuk seperti bayi dalam kandungan yang siap untuk dilahirkan. Air mata tak berhenti mengalir, rasa takut seakan menjalar dan menyebar keseluruh syaraf ditubuhku. Tiba-tiba aku sangat takut saat sebuah tangan dari makhluk hina didepanku menyentuh bahuku, dengan segenap kekuatan yang terasisa kutepis tangan itu dengan kuat.
"Tenang manis, aku tidak akan memakanmu," kata makhluk hina ini, aku muak dengan suara seraknya yang membuatku ingin muntah.
AAAAAAAAUUUUUUUUUUU, aku tersentak saat terdengar long-longan serigala, heyy tunggu! ini masih sore hari. Seperti yang tadi malam kudengar, dengan jarak yang sama dekatnya. Mataku mencoba mengintip pada kedua makhluk hina ini yang nampak kesal mendengar long-longan serigala itu.
"Srigala salju sialan," umpatan yang keluar dari mulut makhluk hina itu.
RRRRRRR AAAAUUUUUUUUUUU geraman dan long-longan itu semakin dekat. Ku edarkan pandanganku melalui celah jari yang kupakai untuk menutup wajahku.
Seekor Srigala berwarna Putih mendekati Silver melompat dengan gagah kearah kedua makhluk hina di depanku. Karena takut aku makin tersudut dibawah batang pohon pinus.
Srigala putih itu memiliki mata berwarna merah seperti mata para makhluk hina tadi saatku melihat warna mata mereka yang sedang marah padaku. Dengan gerakan cepat serigala besar itu mencakari kedua makhluk hina itu, hingga wajahnya dipenuhi luka-luka.
Kedua makhluk itu mundur beberapa langkah lalu bola mata mereka seakan berputar kedalam yang hanya menampakkan warna putih dengan urat-urat mata yang berwarna merah. bulu berwarna cokelat kehitaman muncul dari segala bagian tubuh mereka, hidung dan mulut memanjang, mata menjauh, dan punggung mereka meninggi. Dua orang lelaki tadi berubah menjadi sesosok srigala hutan. 2 ekor srigala hutan bertubuh hampir sama besarnya dengan serigala putih itu menggeram seperti anjing. Jantungku hampir lepas karena melihat kejadian beberapa saat yang lalu. Bagaimana mungkin manusia berubah menjadi serigala? Impossible!
Aku menurunkam tanganku yang menghalangi pengelihatanku dan menonton betapa kejamnya pertarungan dua lawan satu antara serigala. Entah mengapa tiba-tiba kedua serigala berbulu cokelat kehitaman yang merupakan srigala hutan tadi berlari menjauh. Sekarang aku dapat melihat dengan jelas srigala putih yang sepertinya memenangkan duel tadi berjalan kearahku, membuatku bergidig ngeri. Perlahan kulihat perubahan mata serigala itu dari merah ke cokelat tua. Kuperhatikan bahwa srigala itu berjalan dengan kaki kanan depan yang sedikit terseok.
"Woah!! jangan makan aku! tubuhku rasanya pahit tidak enak dimakan!!!!" teriakku histeris sambil menangis. Srigala itu sudah berada tak sampai setengah meter dihadapanku. Seketika mataku membulat melihat tubuhnya. Ini srigala yang kulihat tadi malam! aku sangat yakin! sorotan mata srigala ini sangat tajam sama seperti yang kulihat tadi malam.
"Sam! Sammi!!!" seketika suara teriakkan Berry membuatku tersentak, begitu pula srigala dihadapanku yang langsung menoleh ke sumber suara. "Sam? kau disana?" suara Berry bagaikan malaikat penyelamat bagiku, aku semakin bahagia saat melihat wajahnya yang menatapku dengan shock. Dengan sangat cepat srigala yang tadi berada dihadapanku berlari mejauh.
"Sammi! ada apa denganmu?" suara Berry terdengar sangat cemas dan segera membantuku berdiri, tubuhku masih lemas akan apa yang kusaksikan beberapa saat lalu.
Aku benar-benar tidak bisa tidur sekarang. Melihat perubahan wujud seorang manusia menjadi seekor serigala? itu bukan hal yang mudah untuk dicerna akal sehatku.
Sekarang sudah pukul 1.30 a.m aku yakin Berry pasti sudah tertidur sekarang, sedangkan Aunty Sarah dan Uncle Josh menginap diperkebunan karena harus kerja lembur untuk memanen hasil kebun sebelum musim winter datang.
Tubuhku sudah tidak bergetar seperti tadi, aku sudah bisa berjalan normal. Entah mengapa aku berniat ke balkon lagi malam ini.
Kuputar knop pintu balkon secara sangat perlahan hingga nyaris tak mengeluarkan bunyi.
Mulutku terperangah, untuk ketiga kalinya aku melihat sesosok srigala besar berwarna putih ini. Yang kuyakini dia sejenis dengan dua makhluk hina tadi, namun entah mengapa ia membantuku tadi. Uh? atau mungkin dia mengusir keduanya karena dia mau memakanku?
Segera kusingkirkan pikiran negatifku. "Hai," kata sapaan meluncur dengan bodohnya. Srigala itu kembali menoleh, mata hijau itu lagi! tak lama mata hijau itu berubah, aku tahu warna matanya berubah menjadi cokelat gelap. Dia berbalik dan hendak melompat turun dari balkon ini.
"Tunggu!" teriakku lagi, srigala itu menoleh padaku seakan mengerti apa yang ku katakan "Terima kasih atas yang tadi sore, eumm. Kau makhluk apa sebenarnya?" lagi-lagi mulutku berkata tanpa dapat dikontrol. Srigala itu berjalan mendekat padaku dengan tatapan tajam.
"Werewolf," suara parau manusia seketika keluar dari celah mulut srigala ini. Yang untuk kesekian kalinya aku terkejut. Suara parau itu seakan tak asing dan pernah kudengar sebelumnya, Tapi siapa?
"Matamu berubah, tapi aku tahu kau bukanlah werewolf," srigala itu berjalan melingkariku sambil berbicara "Matamu hijau, kau terkejut mendengarku bisa berbicara?" apakah itu arti dari mata berwarna hijau? terkejut?
Sepintas terlihat batu berwarna merah dicin-cin yang kupakai bersinar ditengah malam. "Woah, sepertinya benda itulah yang membuatmu beraroma werewolf," suara parau itu terdengar sangat dingin, "Aku tahu kau manusia seratus persen, maka dari itu malam hari kau tak berubah menjadi seperti kami" Srigala itu terkekeh kecil sedangkan tubuhku menegang bagaikan patung tak bernyawa.
Cklekk, suara pintu dibuka, yang kukethaui dengan pasti berasal dari engsel pintu kamar Berry.
To Be Continued...