Episode 12 : Waktu Bersama CEO

1876 Words
“CEO, ... apakah bertemu denganmu merupakan jawaban dari Tuhan, untuk setiap doaku?” Episode 12 : Waktu Bersama CEO CEO menatap depresi Shelena yang tetap menekap mulut erat, hanya karena tadi, beberapa kali, ia memaksa mencium gadis itu. “Kamu tahu, Shelena? Sebelumnya, tidak ada satu pun wanita yang berani menolakku. Bahkan banyak wanita dari kerajaan tetangga yang rela datang jauh-jauh demi melamarku.” CEO masih menatap depresi Shelena. CEO benar-benar menginginkan Shelena. Ia ingin memiliki gadis itu seutuhnya. Namun apa daya? Yang ada Shelena justru terus menolaknya. Mata besar Shelena masih menatap waspada CEO. Hanya saja, kali ini manik mata hitamnya menjadi meredup, hanya karena melihat mata CEO yang menjadi sendu. CEO, benar-benar bersedih hanya karena Shelena menolaknya? Pikir Shelena. Tanpa mengalihkan tatapannya dari CEO, Shelena berangsur menurunkan tangannya. “Jangan menyamakanku dengan mereka. Kalaupun selama ini aku tidak tahu apa yang terjadi di luar sana, tetapi aku memang tidak suka diperlakukan sembarangan.” “Apakah caraku mencintamu, membuatmu tidak nyaman?” tanya CEO cemas. “Namun setiap melihatmu, aku benar-benar tidak bisa menahan diri ... Lena aku sangat menginginkanmu karena aku masih sangat normal!” Untuk ke sekian kalinya, CEO kembali memohon. Shelena terdiam. “Apakah semua pria memang ditakdirkan m***m?” keluhnya. Padahal Shelena yakin, penampilannya masih sangat wajar dan terbilang tertutup. Lantas, apa yang membuat laki-laki begitu menginginkannya tanpa terkecuali CEO? “Me-m***m? Apa maksudmu dengan m***m?” balas CEO yang kali ini sampai menatap tak mengerti Shelena. Shelena menghela napas berat. Ia teringat kejadian pertama saat kedatangan ke duanya di dunia CEO. Tepatnya, sebelum ia kembali bertemu CEO, gerombolan pria berambut emas menyerangnya dengan liar. Beruntung, ada keajaiban di mana ternyata, ia bisa melakukan bela diri. Shelena menceritakan semua itu, dan CEO langsung menjadi sangat marah. “Aku sempat berpikir, apakah semua pria berambut keemasan memang jahat? Tetapi aku ingat kamu. Karena meski kamu juga berambut keemasan, kamu tidak seperti mereka.” “Sekalipun kamu telah membereskan mereka, tetapi aku akan tetap menyelidiki kasus ini!” tegas CEO dengan rahang yang menjadi mengeras. Begitu bayang kemarahan yang terlihat di wajahnya. “Kamu tahu, di duniaku, tidak ada perbedaan kasta seperti di sini. Karena meski kulit, rambut, marga, budaya, bahkan kepercayaan kami berbeda, tetapi kami saling menghormati. Satu lagi. Di duniaku, pria dan wanita yang sudah dewasa tetapi bukan saudara, tidak boleh tinggal bersama sebelum mereka menikah.” Shelena menjelaskan sejelas-jelasnya. CEO mengerutkan dahi lantaran semakin tidak mengerti apa yang Shelena jelaskan. “Memangnya, duniamu seperti apa? Kenapa begitu menarik?” “Kamu percaya, jika aku berasal dari masa depan?” balas Shelena. CEO kembali mengerutkan dahi. “M-masa, depan?” Shelena mengangguk. “Kamu bilang, ini masih abad 4? Bahkan kamu juga tidak tahu Jakarta--Indonesia?” CEO mengangguk lemah sambil terus menatap Shelena. “Lalu?” ucapnya lemah. “Aku berasal dari tahun 2020. Aku bahkan baru saja merayakan tahun baru, sebelum tiba-tiba ada kekuatan aneh yang membawaku ke sini!” Shelena antusias. “Kamu sangat cantik jika tersenyum begitu. Lanjutkan ceritamu,” ucap CEO dengan tatapan sarat orang jatuh cinta. Entahlah, tetapi pesona Shelena begitu menghanyutkan dunianya, apalagi jika ia melihat mata bermanik hitam Shelena, berbinar layaknya sekarang. Shelena tertunduk tersipu. “Aku akan menceritakan semuanya kepadamu. Tapi tolong, turunkan aku dulu,” pintanya lantaran hingga detik ini, CEO masih membopongnya. Keadaan saat ini membuat Shelena merasa, ia dan CEO telah menjadi pasangan yang sesungguhnya. Tanpa mengalihkan tatapan dalam penuh cintanya, CEO menggeleng pelan. “Aku suka membopongmu seperti ini. Aku ingin memanjakanmu. Memberikan semua kebahagiaan untukmu asal kamu selalu di sisiku. Kamu mau apa, aku pasti akan mengabulkannya. Kupastikan kamu akan selalu bahagia dan disegani semua orang.” Shelena tertunduk sedih. “Kamu seperti Kak Shean ....” CEO mengerutkan dahi. “Kak Shean, ... siapa dia?” Ia benar-benar ingin tahu. “Apakah dia lebih baik dariku?” Shelena menghela napas dalam, seiring tatapannya yang menjadi kosong. Di mana, pikirannya kini melayang memikirkan Shean. Benar-benar hanya memikirkan pria bertubuh tinggi itu. Pria berahang tegas yang memiliki senyum hangat. Pria yang juga sempat mengobrak-abrik perasaannya. “Kak Shean adalah kakakku. Dia satu-satunya orang yang selalu peduli kepadaku. Hanya saja, semuanya berubah semenjak Kak Shean memiliki kekasih ....” “Tetapi aku tidak begitu. Aku akan selalu peduli kepadamu tanpa sedikit pun berkurang!” sergah CEO sambil menatap Shelena penuh keyakinan. Shelena berangsur menatap CEO. “Kamu tahu, di duniaku ada orang yang sangat mirip denganmu,” ucapnya. Lagi-lagi, CEO kembali mengerutkan dahi. “Benarkah? Tapi, apakah dia lebih baik dariku?” Karena pada kenyataannya, CEO ingin selalu menjadi yang terbaik untuk Shelena. Shelena mengerucutkan bibir. Meski Dharen memang memiliki rupa mirip CEO, tetapi ia tidak yakin Dharen juga akan peduli padanya melebihi CEO. “Aku rasa, kamu yang terbaik!” Shelena benar-benar jujur dengan balasannya. Dan balasan Shelena membuat CEO girang. “Benarkah? Apakah ini semacam pujian?” Ekspresi CEO kali ini benar-benar polos menyerupai ekspresi seorang bocah yang jauh dari dosa. Shelena pun sampai dibuat tersipu melihatnya, meski kemudian tatapan berikut fokusnya teralih pada buku usang pemberian Shean. “Buku itu ... kamu memiliki buku, apakah kamu juga bisa baca tulis?” tanya CEO. Shelena terkejut. “Memangnya kenapa? Apakah di duniamu juga tidak semua orang bisa baca tulis, seperti di duniaku saat masih masa penjajahan?” sergahnya cukup syok. CEO mengerutkan dahi sambil mengangguk. “Heu’um ... tidak sembarang orang bisa baca tulis. Bahkan orang-orang di kerajaan juga masih banyak yang belum mahir.” “Kalau bahasa asing?” tanya Shelena kemudian sangat ingin tahu. Bersama CEO, Shelena yang merasa sangat nyaman juga sampai merasa bebas. Shelena merasa tidak ada batas dantara dirinya dan CEO. CEO segera menggeleng. “Di sini tidak ada bahasa asing.” Dan detik itu juga, Shelena menjadi menunduk dan termenung. “Dunia CEO benar-benar kolosal. Kuno banget!” pikirnya. “Shelena ... ada hal yang harus kukatakan kepadamu,” ucap CEO antusias. Shelena mendengar keseriusan yang belum pernah ia dengar sebelumnya dari nada bicara CEO. Apakah sesuatu yang terlampau serius dan itu berhubungan dengannya, telah terjadi? Bahkan jika dihubungkan dengan desakkan Putri Hazel, bukankah menurut adik dari CEO itu, CEO telah mengambil keputusan yang bisa mengancam keselamatan CEO bahkan seisi kerajaan Safron? “Biarkan aku bicara dulu,” sergah Shelena memohon. CEO mengangguk pelan. “Silakan. Kamu boleh melakukan apa pun.” Seperti janjinya, Shelena benar-benar bebas melakukan apa pun, asal gadis itu selalu di sisinya. “CEO, ... apakah bertemu denganmu merupakan jawaban dari Tuhan, untuk setiap doaku?” batin Shelena sembari menatap dalam, kedua mata CEO yang dipenuhi ketulusan. “Mata pria ini terlihat begitu rapuh ketika meyakinkan cinta kepadaku dengan berbagai cara. Berbeda ketika sedang menatap hal lain bahkan menatap Pangeran Zean yang kakaknya sendiri,” batin Shelena yang kemudian menjadi terenyuh. Ia menunduk untuk beberapa saat. “Dan biasanya, orang-orang seperti CEO adalah orang-orang yang paling pandai menyimpan kesedihan bahkan luka,” batin Shelena yang kemudian menatap dalam kedua manik mata CEO. “Apakah di kehidupan ini, bangsa berambut emas memiliki hubungan yang tidak baik dengan bangsa berambut hitam, sampai-sampai ... keberadaanku bersamamu, mengancam keselamatkanmu bahkan kerajaan Safron?” tanya Shelena kemudian.  Shelena benar-benar serius dengan pertanyaannya. Namun, apa yang ia lakukan justru membuat tatapan CEO menajam. “Siapa yang mengatakan itu?” tegas CEO penuh kepastian sekaligus marah. Shelena bisa melihat kemarahan CEO dengan sangat jelas. “Bu-bukan begitu. Maksudku, aku hanya bertanya mengenai,” “Siapa?” tahan CEO memotong penjelasan Shelena. Shelena menggeragap lantaran sepertinya, CEO benar-benar marah.  “Pelayanmu? Apa semua pelayan di sini?” CEO masih menebak-nebak, sedangkan Shelena terlihat jelas masih mencari alasan yang tepat. “Kalau begitu, aku akan menghukum semua pelayan di sini berikut kekuarga mereka!” tegas CEO mengambil keputusan. Shelena menggeleng cepat. “Jangan ... mereka tidak bersalah! Aku mohon, jangan melukai mereka!” “Tetapi mereka membuatmu merasa tidak nyaman bersamaku dan hal itu bisa membuatmu meninggalkanku!” CEO benar-benar marah. Shelena masih menggeleng. Kedua tangannya juga refleks membingkai wajah CEO dan menuntun pria itu untuk menatapnya. “Dengarkan aku. Kamu tidak boleh emosional seperti ini. Satu hal yang kuminta darimu, jangan menggunakan tanganmu untuk melukai orang lain. Kamu orang baik, dan aku bisa memastikan itu di awal kamu menyelamatkanku!” “Itu tidak mungkin ....” “Kenapa? Bukankah kamu sendiri yang mengatakan kepadaku, akan memberikan semua yang aku mau?” Shelena menatap CEO penuh kesedihan, menagih janji pria itu yang sudah telanjur membuatnya percaya. “Aku ini panglima perang. Bahkan lusa, aku juga harus perang, Lena.” CEO berusaha memberikan pengertian dengan suara yang kembali terdengar sarat kesabaran. “Tetaplah bersamaku. Jangan pernah mendengarkan orang lain, dan kamu hanya boleh percaya kepadaku!” pintanya. “Bagaimana mungkin seorang Putra Mahkota, calon raja yang harus selalu dijaga, justru menjadi panglima perang?” Shelena menatap CEO tidak percaya seiring kedua tangannya yang turun bertumpu pada pundak pria itu. Melihat mata Shelena sampai berkaca-kaca, CEO menjadi tersipu. “Kamu mencemaskanku?” “Tentu!” balas Shelena cepat. “Aku sangat mencemaskanmu, dan kamu tidak boleh terluka sedikit pun!” CEO kian tersipu. “Jangan secemas itu. Semenjak berusia dua belas tahun hingga sekarang aku sudah berusia dua puluh lima tahun, aku sudah memimpin pasukan perang. Aku sudah terbiasa.” “Kenapa bisa begitu?” Shelena semakin tidak mengerti dengan cara kinerja kerajaan Safron. Bagi CEO, ekspresi khawatir Shelena sudah tidak beda dengan kekhawatiran seorang istri terhadap suaminya. Dan CEO, sangat berharap kenyataan itu terjadi secepatnya; ia dan Shelena bisa menjadi suami istri secepatnya! “Kenapa kamu malah tertawa? Ini sama sekali tidak lucu!” rajuk Shelena nyaris menangis dan terlihat begitu manja. Perasaan Shelena saat ini terjadi karena kasih sayang tulus yang CEO berikan kepadanya. Merupakan sebuah luka yang begitu besar, ketika pria yang menyayanginya dengan tulus, justru terluka bahkan sampai bertaruh nyawa! “Aku akan baik-baik saja, terlebih sekarang, aku memilikimu. Aku akan semakin bersemangat agar bisa segera kembali, untuk menemui dan menghabiskan waktuku bersamamu, Lena.” CEO kembali serius dengan ucapannya. Shelena menyeka air matanya menggunakan punggung kedua tanganya silih berganti. “Karena aku sudah di sini, dan kamu menjanjikan semua yang kuinginkan, mulai sekarang juga, jangan pernah lagi pergi berperang. Berikan tugas itu kepada orang lain saja, ya?” bujuknya. “Aku hanya ingin mau itu!” tambah Shelena yang memang sampai merengek. Senyum di wajah CEO kian lepas. Ia berangsur duduk di tepi tempat tidurnya. “Di luar sana, tidak ada seorang pun yang tahu kalau aku Putra Mahkota kerajaan Safron. Benar-benar tidak ada yang tahu, jika selama tiga belas tahun terakhir, panglima perang kerajaan Safron merupakan seorang putra mahkota!” “Kenapa begitu?” Mata polos Shelena mengunci kedua manik mata CEO. “Karena yang mereka tahu, Pangeran Zean-lah calon penerus tahta kerajaan Safron. Hal ini sengaja dilakukan karena tidak ada yang lebih baik dariku ketika memimpin pasukan,” balas CEO. “Kerajaan ini aneh sekali? Benarkah semuanya berjalan dengan semestinya? Bagaimana jika CEO justru benar-benar dijadikan tumbal? Sebentar!” batin Shelena. “Apakah kamu dan Pangeran Zean, satu ibu?” tanya Shelena kemudian. CEO terdiam untuk beberapa detik, dan kemudian menggeleng. “Tidak. Kami beda ibu. Almarhum ibukulah yang memiliki kekuasaan di kerajaan ini. Itu juga yang membuat kedudukan Putra Mahkota jatuh kepadaku. Sedangkan karena suatu hal, Pangeran Zean sengaja dibebaskan dari urusan berperang. Dia sakit.” Shelena berpikir keras dalam diamnya. “Ini aneh. Sedangkan kecurigaanku semakin dikuatkan dengan status CEO dan Pangeran Zean yang ternyata beda ibu. Terlebih, menurut semua cerita kerajaan yang k****a, situasi seperti ini sangat rawan perebutan kedudukan, bahkan pertumpahan darah. Jangankan orang lain, saudara kandung saja sering berebut!” batin Shelena yang makin mencemaskan CEO. “Lena, kamu bilang, kamu bisa baca tulis? Kalau begitu, bacakan bukumu itu untukku. Aku ingin tidur sambil mendengarkan dongeng darimu,” pinta CEO yang sengaja bermanja kepada Shelena. Shelena menepi dari pemikirannya. Dan ketika ia memastikan keadaan, ternyata CEO sudah berbaring di tengah ranjang. Kedua tangan CEO ditekuk di belakang kepala, sedangkan Shelena duduk menyamping di perut pria itu. Yang membuat Shelena bingung, tak semata posisinya saat ini. Melainkan CEO yang memintanya membacakan buku usang miliknya. Buku usang pemberian Shean yang sudah membuat Shelena masuk ke dunia lain. Dunia CEO yang juga telah membuat Shelena mendapatkan banyak cinta. Cinta yang selama ini sangat Shelena harapkan ada dalam hidupnya. Namun, baimana mungkin Shelena membuka buku itu ketika sedang bersama orang lain apalagi CEO? Bagaimana jika ketika Shelena membuka buku tersebut, cahaya lorong waktu menariknya berikut CEO ke dunia lain? Iya kalau itu dunianya? Kalau justru dunia yang lain lagi?Shelena menggeragap saking bingungnya. *Bersambung* Kalau yang like cerita ini sudah mencapai 500, Author mau bagi-bagi pulsa untuk 2 orang pembaca teraktif di komentar, masing-masing 25K, ya. Yuk, ramaikan ♥️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD