warisan peninggalan kakek

400 Words
**** Sampai dirumah Fahri langsung melihat jenazah abiny, terbayang begitu banyak kenangan bersama abiny. " Kalau dah besar Fahri pengen seperti abi lah, menjadi ustadz, bisa pigi jalan-jalan untuk berdakwah,, jadi ustadz mau jalan-jalan ny atau jalan-jalan ny, dua-duanya lah lah Abi, Fahri kan suka jalan-jalan, hehehe tertawa ku dengan polos, kalau Farhan mau jadi apa kalau dah besar nak? tengok besar nanti aja lah Abi ." Umiiii Fahri langsung memeluk uminy, terlihat jelas mata uminy bengkak, akibat sudah terlalu lama menangis, sekilas umi terbayang tentang sertifikat rumah itu, Fahri masmu Farhan mengambil sertifikat rumah ini,, tumpah lagi air mata umi yang susah tak terbendung lagi, ini adalah warisan dari kakek mu Fahri, umi takut Farhan menjual ny,, untuk apa mas Farhan mengambil itu umi?? ntah lah umi ngak tau, pulang dari belanja umi sudah melihat abi tergeletak di lantai, dan Rian tetangga sebelah melihat Farhan keluar dari rumah ini membawa sertifikat rumah, astaghfirullah hal azim, jadi mas Farhan yang nyebab kan Abi ... ucapan Fahri terputus,, tega kamu ya mas,, ucap Fahri terisak tangis. Keesokan harinya datang pria separuh baya, kira-kira umur ny 50an tahun. maaf apa benar ini rumah ny Farhan, iya ada apa yaa pak? ini buk, Farhan sudah menjual rumah ini sama saya, ini bukti jual beliny dah sertifikat ny, jadi saya harap ibu anak ibu segera mengosong kan rumah ini, jawab pak Jumadi dengan tegas. Pak bisa beri saya waktu seminggu, suami saya baru saja meninggal dan nanti malam tahlil malam ke dua, lama sekali buk,, saya kasih waktu sampai hari Minggu yaa buk, Senin rumah ini harus sudah kosong, pak Jumadi berlalu pergi begitu saja. Umiii panggil Fahri dari dalam rumah, aku merangkul umi yang tak berdaya, dan ku tuntun untuk duduk di kursi teras cobaan apa lagi ini nak, kemana kita harus tinggal?? aku menghapus air mata umi dipipi yang tiba-tiba jatuh. umi dan Fahri bisa tinggal dirumah saya. sambung salah seorang tetangga yang mungkin sudah mendengar percakapan umi dan pak Jumadi dari tdi, apa tidak merepotkan buk Mila? tidak umi saya kan tinggal sendiri, anak-anak saya pun pada merantau, umi bisa buat tahlil malam ketujuh dirumah saya, mau yaa umi? umi mengangguk pelan, terima kasih banyak ya buk Mila, umi langsung memeluk buk Mila. di kampung ini tetanggany baik-baik, ramah tamah, begitu berat untuk pergi meninggalkan kampung ini, tapi kalau aku di sini terus, akan terbayang Abi terus, gumam umi dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD