12. Bersama Edward Johnson

1014 Words
"Miss Mariana!" sapa Edward, ada kecanggungan dan rasa gugup karena tanpa diduga dan disangka pria itu malah bertemu dengan seseorang yang selama satu minggu belakangan telah berhasil mengganggu ketenangan hidupnya. Selama satu minggu ini pula Edward mencoba mencari cara agar dia bisa terlibat lebih banyak interaksi dengan Ana, akan tetapi pria itu belum menemukannya. Mengingat selama ini Ed juga jarang sekali bersinggungan langsung dengan sekolah Internasional yang merupakan salah satu bisnis besar mamanya yang dilimpahkan kepadanya beberapa tahun belakangan. Jujur saja, Ed kurang berminat dengan bisnis yang tidak ada tantangannya karena Ed lebih suka mengurus proyek yang memacu adrenalin. Dan sekarang, lihatlah bagaimana Ed yang tak lepas menatap pada sosok Mariana. Wanita sederhana, guru dan pecinta anak-anak, yang sanggup mencuri perhatian Ed pada pandangan pertama. Di pertemuan kedua pun, Ed masih juga terpesona dan layaknya orang bodoh malah dia membuat Ana salah tingkah karena ulahnya. "Mister Ed, Anda tidak kenapa-kenapa? Atau mungkin ada yang terluka? Maaf karena saya tidak sengaja menabrak Anda." Suara Ana mendayu-dayu menyejukkan hati Edward. Pria itu tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Oh, saya tidak apa-apa." Kening Ed mengernyit memindai belanjaan Ana yang cukup banyak menurutnya. "Belanja sebanyak ini sendirian?" Ana menganggukkan kepalanya. "Iya." Edward manggut-manggut. Kesempatan. Begitu pikirnya. Dengan memberanikan dirinya, Edward malah mengambil alih troli belanja Ana. Padahal niatnya ke sini tadi karena memang dia sendiri juga ingin mencari beberapa barang yang telah habis di apartemennya. "Mister Ed, belanjaan saya mau dibawa ke mana?" Ana panik karena tanpa permisi Edward malah mendorong trolinya. "Baiklah. Apa masih ada yang ingin kamu beli, atau langsung ke kasir?" "Saya sudah selesai. Tapi biarkan saya saja yang membawanya. Saya tidak ingin merepotkan Mister Ed." "Saya akan membantumu. Ayo!" Dan Ana hanya tercengang karena Edward sudah mengantri di kasir. Buru-buru Ana menyusulnya karena tidak ingin Edward semakin jauh melangkah lalu membayar semua belanjaannya. ••• Di sinilah Ana harus mengikuti ke mana sang atasan membawanya. Tidak ada alasan menolak karena Edward memaksa. Sebenarnya, Ana juga tidak enak hati karena baru di pertemuan kedua sudah berani dekat-dekat dengan sosok lelaki kaya yang bahkan Ana saja seperti mimpi bisa bersama Edward Johnson, lelaki blasteran Inggris-Indonesia. "Ana, jangan sungkan. Anggap saja kita ini teman," ucap Edward dengan entengnya yang malah membuat Ana melongo karenanya. Mana mungkin Ana bisa menganggap Edward adalah temannya, jika kasta mereka saja terlihat begitu jelas berbeda. Edward yang tampan dan berkelas, sementara dirinya hanyalah seorang guru biasa yang berasal dari kampung. Meski demikian, untuk menghargai Edward, Ana memaksakan senyuman dalam kecanggungan. Bahkan perempuan itu sesekali menoleh ke kiri dan ke kanan memastikan orang-orang di sekelilingnya tidak sedang memperhatikannya. Namun, kenyatannya memang demikian. Banyak wanita yang mencuri perhatian Edward karena saat ini mereka sedang makan di food court yang ada di dalam area perbelanjaan ini. Ana lah yang tadi menolak saat Ed ingin mengajaknya makan di resto. Jadilah Edward harus mengalah dengan mengikuti Ana yang memilih makan di tempat umum seperti ini. Dan Edward tidak mempermasalahkannya. "Mister Ed. Sepertinya keberadaan Anda di sini mencuri perhatian banyak orang. Mungkin Anda kurang nyaman karenanya. Oleh sebab itulah ada baiknya kita percepat saja acara makan kita karena jujur saya tidak enak hati jadinya." "Loh, kenapa kamu yang malah merasa tidak enak hati. Padahal saya baik-baik saja." Ana meringis. Menyadari jika apa yang Edward katakan memang betulan. Bahkan pria kaya di hadapannya ini makan dengan lahap seolah tidak terganggu sedikit pun dengan kebisingan yang tercipta. Ana menelan ludah. Ternyata masih ada orang kaya yang tidak mempermasalahkan makan di tempat biasa. Jelas-jelas Ana tahu betul siapa Edward Johnson. Setelah pertemuan pertamanya dalam meeting beberapa hari lalu, Ana sengaja mencari tahu tentang siapa sebenarnya keluarga Johnson dan fakta-fakta seputar Edward. Bagaimana pun Ana bekerja di bawah naungan Johnson Group. Jadi dia juga harus tahu tentang seluk beluk Sekolah Internasional yang menjadi ladang mencari nafkah baginya. Lagi-lagi Ana tersenyum canggung dan menundukkan kepalanya. Segera menghabiskan makanan di atas piringnya. Tidak mau berlama-lama dengan Edward karena sungguhan Ana kehilangan kata-kata dan tidak tahu akan membahas apa dalam obrolan mereka karena selama beberapa menit yang berlangsung lama, hanya Edward yang banyak bertanya dan Ana menjawab dengan jujur. Termasuk seputar dari mana asalnya dan di mana dia bekerja sebelum menjadi guru di sekolah Internasional. "Kapan-kapan ajak saya pulang ke kampungmu." "Untuk apa memangnya Mister Ed?" "Ya saya ingin tahu kehidupan kampung itu bagaimana. Dan siapa tahu saja saya cocok untuk tinggal di sana." "Hah!" Ana dibuat tak mengerti dengan jawaban Edward. "Memangnya Mister Ed ada keinginan untuk tinggal di kampung?" "Ya. Saya ingin hidup tenang dan nyaman bersama keluarga kecil saya kelak. Di kota sudah terlalu sumpek. Polusi di mana-mana. Jadi semisal ada gadis desa yang mau menikah dengan saya, setelahnya saya akan memilih untuk hidup di kampung saja." Tiba-tiba saja Ana tertawa. Seorang lelaki blasteran seperti Edward tinggal di kampung adalah hal yang mustahil. "Kenapa kamu tertawa?" "Karena itu tidak mungkin Mister Ed. Mana ada pria kaya, tampan, blasteran seperti Anda mau menikahi gadis desa. Karena biasanya orang kaya dan tampan itu akan bersanding dengan orang yang sepadan. Sama-sama kaya dan berasal dari keluarga berada. Dan pastinya seorang wanita cantik serta elegan yang cocok disandingkan dengan Anda." "Siapa bilang. Saya malah ingin mencari istri dari golongan wanita sederhana. Dan itu adalah impian saya sejak lama. Jadi ...." Edward diam sejenak. Memandang lekat-lekat pada Ana. Sementara Ana yang ditatap sedemikian rupa jadi salah tingkah karenanya. Menelan ludah gugup seraya bertanya, "Jadi ... apa Mister?" "Maukah kamu menikah dengan saya?" Ana tersedak ludahnya sendiri. Wanita itu terbatuk lalu terkekeh pelan. "Mister Ed ini ternyata suka bercanda juga. Eum ... sudah malam dan sepertinya saya harus segera pulang. Terima kasih karena Mister Ed sudah mentraktir saya makan malam. Kalau begitu saya permisi duluan." "Hei, Ana! Ini sudah malam. Tidak baik wanita pulang sendirian malam-malam. Saya akan mengantar kamu. Okay!" Dan Edward sudah berdiri membuat Ana lagi-lagi tak kuasa menolak tawaran atasannya ini. Membantah sekalipun nyatanya Edward lebih sigap membantu membawakan barang-barang belanjaannya sehingga Ana mau tidak mau mengikuti lelaki itu dengan pikiran bercabang ke mana-mana. Ini sungguh gila! Andai Risna tahu bahwa malam ini dia menghabiskan waktu bersama Edward Johnson, kira-kira apa tanggapan rekan kerjanya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD