Katanya, Kalau Nggak Berliku Bukan Hidup Namanya

2164 Words
"Aku mau tawarin kamu kerja, gimana?" Kalingga ini memang laki-laki yang nggak akan pernah bisa kamu bodoamatin di awal jumpa (berkali-kali aku mengatakan ini). Serius. Mulai dari fisiknya yang masya Allah banget, sampai dengan personality-nya. Itu semua keren! Dan, seolah mau memamerkan kalau dia bisa menjadi bagaimanapun dia mau, kali ini Kalingga nggak mengenakan outfit yang biasa, melainkan celana krem selutut dan kemeja. Gitu aja sudah sangat rupawan! "Kita lagi cari host perempuan. Dan, di awal kita ketemu itu, aku yakin kamu cocok. Terlihat berani, percaya diri dan selalu yakin." Aku tertawa pelan. Menghormati segala sesuatu yang ia coba tawarkan. Jadi, sejak kami mendudukan b****g di salah satu restauran di Serpong ini, kami mulai menceritakan kembali bidoata---ya semacam itulah. Pertama, harusnya kami janjian adalah weekend, tetapi dia tadi telepon dan dia ada urusan di sini hari ini. Maka, setelah aku menyetujui untuk makan, Kalingga menjemputku ke rumah yang ... apa sih yang kamu harapkan dari mama? Mama cuma bilang, "Awa alergi seafood. Nggak boleh ngopi. Walau dia suka pedes, tapi jangan kasih pedes. Kamu jangan bikin anak saya menghadapi maut ya?" Kedua, dia menceritakan bahwa dia seorang produser program 'My Great Food' yang demi apa pun aku tahu acara itu! Namun, mana pernah sih aku membaca tulisan yang berisi nama-nama orang dibalik layar? Ketiga, yup tawarannya yang sebetulnya lumayan menggiurkan. Akan tetapi, aku memang sedang tidak ingin bekerja. Bukannya apa, tetapi sungguh, pusingku karena menjawab pertanyaan dari para penguji sama sekali belum luntur! Maka, sekarang, yang bisa kulakukan adalah tersenyum lebar. "Aku bukannya nggak mau kerja sih, Mas. Cuma, memang lagi pengin istirahat. Otakku perlu waktu buat memikirkan hal rumit lainnya. Lagipula, aku nggak ada basic jadi host." Ada tawa renyahnya seperti biasa. "Bisa dimengerti kok. Kalau kamu sudah siap, bisa hubungi aku. Ohya, ngomong-ngomong, Wa, kamu tahu restoran di sini yang temanya adalah makanan sehat?" "Buat liputan ya, Mas?" "Bukan. Tunangan saya tuh nggak suka makanan aneh-aneh. Vegetarian. Dan, dia belum hafal sama tempat di sini. Baru pindah dari Medan." "Bentar, bentar, maksudnya?" "Maksudnya gimana?" "Maksudnya ... tunangan? Mas Kalingga sudah tunangan?" Ini aku yakin aku salah mendengar. Dia nggak mungkin seberengsek ini. Dari awal, dia terlihat ... sebentar, terlihat apa, Wa? Bukankah di awal dia melakukan semuanya dengan sangat normal dan tidak ada indikasi ... s**l. Kenapa cincin itu melingkar di jari manisnya sementara kemarin-kemarin aku nggak melihatnya?! "Tunangan saya mintanya rumah daerah sini. Karena saya terbiasa meliput restoran yang bukan vegetarian, jadi saya belum...." Aku sudah nggak bisa mendengar lagi semua omongannya. Yang sekarang mau kulakukan adalah menyiramnya dengan minuman di depanku ini! Demi Tuhan harusnya aku paham kalau dia hanya ingin mengenalku untuk dijadikan ... baiklah. Tenang, Awa. Hadapi ini dengan baik-baik. "Mas Kalingga sudah bertunangan?" Ia tersenyum, menunjukjan cincinya yang melingkar. Tahan, Wa. "Menurut Mas, keren kah seorang lelaki yang sudah bertunangan, mengajak perempuan single ngopi dan makan lebih dari satu kali?" "Maaf?" "Aku tahu Mas mendengarku." "Awa, kamu salah paham." Ekspresinya terlihat sangat bersalah. "Aku memang tertarik. Dari awal ketemu kamu di Me & You, aku yakin kamu cocok sama programku." Jadi hanya karena programnya?! "Sebetulnya Aliqa juga bisa, tetapi karena aku sudah tahu dia masih kuliah, kupikir---" Berengsek. "Okay. Cukup kok, Mas. Makasih untuk tawarannya, tetapi aku nggak bisa. Jangan hubungi aku lagi." Dia menahan tanganku. "Kamu marah? Apa salahnya dengan berteman? Memangnya aku menyinggungmu?" Aku memandangnya ngeri. Gila! Apakah jenis semacam ini, begitu banyak berkeliaran di dunia? Karena kalau benar begitu adanya, aku rasanya mau pindah dari bumi. Laki-laki yang baik ke semua orang! Laki-laki yang mendekati hanya karena ada maunya! Tanpa menghiraukan panggilannya, aku terus berjalan keluar. Sialan, aku harusnya ngotak sejal awal. Karena laki-laki memang diciptakan dengan sejuta karakter. Setelah memesan ojek online, aku mengirimi Aliqa pesan, bertanya apakah ia dan Kalingga sempat ngobrol masalah host dan program. Ponakan s****n. Sebelum lo datang dg nyamar itu, kami ngobrolin soal kuliah gue. Belum lanjut lagi, lo udah ganggu   Kenapa sih? Dia punya program? Produser dong? Gilak! Keren amat. Udah jadian nih?   Good, Awa. Aku dan Aliqa ternyata sama-sama belum ahli dalam urusan asmara. Masih bisa ditipu dengan mudahnya.   *** "Hai, Sweetie... baru pulang dari jalan sama selingkuhan ya?" Bola mataku otomatis terputar. Pasti begitu, tubuhku kan suka refleks melakukannya setiap dengar si bujangan kebanggaan kompleks itu ngomong. Dia baru beberapa hari di Bromo sudah kelihatan belagu banget. Katanya sih, main ke gunung tuh bisa membuat jiwa menjadi jauh lebih muda, tenang, dan bersyukur. Halah, kalau yang ngomong bukan Gala, aku mungkin masih bisa mengangguk setuju. "Awa.... Gala bawain mama kain khas Kuala Lumpur, tau." Tepuk jidat deh aku kalau mama sudah disogok oleh bloon satu ini. Apa katanya tadi, kain khas Kuala Lumpur? Jenis kebohongan dari kiblat mana lagi yang dibawa oleh lelaki ini? Lihat aja itu, cengar-cengir sambil masang wajah sok gant... ya memang ganteng, mau gimanaaaaaaa? "Bagos. Dari Bromo, bawanya kain Kuala Lumpur ya, Ma. Mama emang pinter banget sih. Makanya cocok sama Gala." "Gala ini memang udah menantu idaman mama banget. Titik nggak pake koma." "Ditambah, Gala dan Awa kenal udah dari jaman brojol ya, Tante?" Aku memutar bola mata, lagi dan lagi. Omonganku selalu mereka berdua abaikan. Heran. "Tolong dong, dikatakan oleh laki-laki yang belum lama ini ngerengek minta dianterin beliin boneka sebesar dosanya." Gala malah ngakak. Mama menatap penuh kebingungan. Kalau kamu jadi aku, sudah ada dalam kondisi terjepit seperti ini, kamu masih bisa bilang baik-baik aja? "Dihalah, Wa. Kok bisa samaan celananya?" Raja nyelimur mulai beraksi. "Liat dong, Tante. Gala sama Awa kayaknya memang udah ditakdirkan menyatu dalam segala aspek." "Tolong dong, kalau ngomong agak mikir dikit. Ripped jeans tuh dipakai sama milyaran orang. Nggak usah norak deh." Dia nggak tau kalau suasana hatiku sedang kacau! Aku lagi pengin makan orang! Dan, kalau dia benar-benar nggak bisa diam, siap-siap aja ada headline 'Seorang sahabat tega memenggal kepala sahabat lelakinya, lalu dijadikan sup kepala'. "Dan, dari milyaran orang itu, kamu dan Gala ditetapkan untuk bersatu, Wa." "Plis, Maaaaaaaam." Aku memasang gestur seakan mau menyembelih diri sendiri. "Aku mati nih?" "Mati aja. Nanti Gala juga nyusul. Ketemu deh kalian di akhirat." "Mama!" Gala kembali terbahak, mama mengendikkan bahu sambil jalan ke dapur, sementara aku mengembuskan napas lemas. Begini nih, ya nasib, kalau mempunyai Mama dan ternyata nge-fans berat sama sahabatmu. mau apa tau apa jadinya? B-e-n-c-a-n-a! "Aliqa ke mana, Gal?" "Pamit pergi sama Hattala kata Tante. Balikan tuh orang?" Aku duduk di sampingnya. Menenggak habis minuman dingin dari gelas di atas meja. "Punya gue woy! Baru juga gue minum dikit. Kebiasaan lo nggak banget." Menolehkan kepala, aku memberinya tatapan lo-nggak-bisa-lihat-ekspresi-gue-yang-siap-bunuh-orang dan Gala mendengus kencang. "Ohiya! Oleh-oleh buat gue mana?" Aku meletakkan gelas ke asalnya dan ... mataku menemukan kertas post it milikku. "Ini ngapain post it gue di sini?” "Tadi gue minta sama Tante. Buat nulisin ini." Nyegir lagi. Nyengir melulu. Nyengir aja pokoknya! Ia mengambil sesuatu dari samping tubuhnya. Sebuah kotak berukuran agak besar yang dibungkus dengan rapi. "Buat lo. Ahya, tadi gue ditunjukin foto-foto baru lo hari ini di hape Tante. Gilak, Tante Mira emang murid yang cepat tanggap. Gue sukses ngajarin dia motret walau lewat hape. Dan, kemampuan ngepang lo nambah ya." Percuma juga, Gal, kemampuan mengepang rambut nggak menjamin kesuksesanku dalam hubungan. Ah s****n. Jadi ingat lagi dengan Kalingga. Pokoknya setelah Aliqa pulang, aku harus berdiskusi soal ini. Jangan sampai Gala tahu. Bisa malu besar aku. "Tante Mira tadi cerita, lo lagi deket sama cowok?" Tuhkan! Mamaku ya ampun! "Siapa?" "Mau tau aja lo." "Awas kalau lo sakit hati dan nangis-nangis nyari gue." "Nggak akan. Lagian, gue juga perlu cari cowok, biar mama mingkem nggak ngoceh tentang lo mulu." "Emang kalau tentang gue kenapa? Cowo U MILD tuh lebih tau, lho Wa. Kalo cinta nggak pandang bulu. Mau lo sahabat gue atau bukan, dia bakalan tetap mengikuti hati. Lo tau nggak kenapa gue macarin banyak cewek? Semuanya cuma buat memastikan adakah cewek yang lebih baik dari lo untuk hidup gue? Dan, kalau lo liat sekarang gue di sini dan ngomong begini, lo jelas tau jawabannya apa. Yakan?" "Gal...." "Hahahaha. Pasti najis banget yaaak? Gue tau banget emang. Dan lo tau nggak? Di Bromo, gue dipaksa nonton Teman Tapi Menikah lewat youtube walau cuma dikit. Dan gue sih nggak gitu banget ah. Gue bayangin gue nyium lo aja malah ngeri sendiri, Wa. Tapi gue beneran sayang sama lo. Gimana dong, Wa?' "E-elo...." "Gue? Yup. Gue kayaknya kagak waras nih. Gue nyaris yakin lho itu, sama Bilandaria. Tapi pas gue liat lo pakai kebaya warna apa dulu yang kita kapelan. Sumpah, Waaaaa, lo kalau tau, dalam ati nih gue udah berdoa sama Tuhan: tolong dong ya Allah, kalau Awa sama gue jodoh, putusin dia dari siapa mantan lo dulu itu. Tapi kalau ndak jodoh, bikin mati kek tuh orang kaku." "Gala ih!" "Awa ih!" Dia terbahak, sambil memegangi perut. "Dan, Tuhan mengabulkan segalanya. Mungkin itu pertanda tau, Wa, kalau hidup lo cuma diizinkan berputar dalam lingkaran gue. Gue mau duluin. Kawin langsung bila perlu. Jadi, jan dekat sama siapa pun ya?" Aku memandangnya ngeri, penuh antisipasi. "Lo tau apa yang dibilang Anne Marie buat orang macam lo gini?" Saat dia mengerutkan kening yang membuktikan bahwa dia nggak tau siapa yang kusebut, dengan senang hati aku memberinya senyuman lebar sambil menjentikkan jari. "We are just friends. F-r-i-e-n-d-s. Paham?" Sambil berdiri, aku melambaikan tangan bak putri indonesia yang baru disahkan. Baru mau melangkah, suaranya memanggil terdengar di udara. "Lo harus inget ini di bagian otak lo paling dalam, Wa. Kalau cowok U Mild itu pantang pelit, hidup nggak pernah dibawa rumit, kalo ngasih ndak pernah sedikit, meski dompet lagi pailit. Dan, btw, dompet gue nggak pernah pailit meski gue cuman anaknya juragan supermaket. Gue bisa kasih lo apa pun. Gue perjuangin." Aku mendengus. "Lo udah balik ke U Mild, bukannya waktu itu nitip gue Esse Honey Pop?" "Itu gue cuma ngicip doang. Ndak suka. Biasa aja." "Dan lo belum bayar ya." "Anjir, Wa! cuma delapan belas ribu, nggak sampe lo jual rumah!" "Jadi, kesimpulanya, semua omongan sampah lo tadi cuma ...." "Anying!" Dia terbahak. Ikut bangkit dan menempatkan diri di depanku.  Kedua tangannya masih berada di dalam saku jeans. Kemudian, kulihat ia menendang udara dengan kaki sebelah kanan. "Tadi gue mau nge-prank lo njir. Malah bahas rokok, gue jadi lupa bagian bilang 'Yeay! mamam tuh prank!'. Gue diajarin anak-anak cara prank masa. Tadi muka lo sempet panik kan? Lo takut gue naksir beneran kan?" "s****n lo!" Bukan lagi panik, tadi aku merasa napasku kayak berhenti selama dia ngomong. Terus tiba-tiba jantungku lagsung nggak keruan. "Gue beneran naksir sama seseorang, Wa." Aku menutup telinga. Namun, suaranya makin terdengar. "Kali ini gue serius. Bukan model seksi gue. Ya, walaupun dia ini seksi di jalannya sendiri." Kini aku memandangnya pura-pura tertarik, padahal beneran minat sama obrolannya. "Siapa? Mbak-Mbak karokean?" "Njir, Wa! Bukanlah. Yang ini berkelas. Gue tau lo mengakui kelasnya dia banget. Dan, sorry to say, kalian selevel, Wa." "Serius?" "Yup." "Dalam hal?" "Skincare. Gue sempat nemenin dia belanja. Di toko atau beberapa online. Fashion. Pokoknya, yang ini bikin lo bungkam." "Siapa dia?"          "Elo bakal cemburu nggak?" "Kalau dia beneran lebih dari gue, gue nggak rela seumur hidup. Elo harus nikahin cewek yang nggak ada apa-apanya dibanding gue. Inget?" "Kali ini nggak bisa. Gue udah coba sama Hana, tapi njir, posesif banget. Nggak kuat gue. Gue udah coba sama Milla. Ya Allah, Wa, saking pinternya, gue ndak tau tokoh dunia siapa lagi yang dia omongin. Adinda juga sama, tiap hari marah-marah. Sahira juga, gue sampe pening karena dia godain mulu njir. Ah, udah, jan diomogin semua yang lainnya. Plis, kali ini, biarin gue milih yang paling ndak selevel sama lo."      "Siapa?" "Yakin mau dengar?" Aku memangkas jarak. Lalu, berdecak kencang sambil mengibaskan rambut. "Dengar, gue ini sahabat lo dari lo belum ngeh efek paha mulusnya Selena sampai elo sekarang yang liat rambut cewek aja bisa lemes. Jadi, gue paham, siapa aja cewek yang pernah sama lo. Dan, gue memang harus jujur, semuanya nggak ada yang bisa ngalahin gue. Ngerti?" Oh apa itu? Senyuman culasnya? Ini terasa mulai nggak benar. Setiap kali dia memamerkan ekspresi itu, biasanya ... aku akan... "Kali ini lo salah, Sweetie. Dia ..." Ia mencondongkan kepala. "Dia ... " bisiknya pelan di kupingku, s****n aku merinding! "Ada deh." Tawanya terdengar. Lalu, sebelah tangannya ia keluarkan dari saku untuk mengacak rambutku. "Dah ah. gue balik." "s****n! Sok-sok rahasia!" Emosiku makin membuncah saat ia malah nyengir, tetapi tetap melanjutkan langkah. Semakin jauh dan lama-lama menjadi tak terlihat. "Dasar bloon. Dia kira gue---apaan tuh?" Aku membungkukkan badan, menemukan sebuah post it---yang warnanya sama kayak punyaku---tepat di area Gala berdiri tadi. Di situ terdapat tulisan tangan tidak layak baca. Tentu saja aku tahu itu hasil karya siapa. Maksud tulisan ini apa ya? lo makin cantik. - my way of saying I love you. "Jangan-jangan punya Gala lagi. Mau dikasihin ke cewek barunya." Aku mendengus saat membandingkan dengan post it yang ditempel di bagian depan bingkisan untukku: 'gue banyak rugi temenan sama lo. banyak mau. semoga suka ya!' Dasar nggak adil! Giliran untuk cewek lain aja manis banget. Lihat aja, kubakar ini kertas, biar mampus.             
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD