When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Cantik sekali." Pipi Angel merah padam ketika mendengar pujian yang dilontarkan oleh William. Kepalanya menunduk hendak menyembunyikan wajahnya itu. Tetapi jemari William bergerak lembut meraih dagunya untuk kemudian dihadapkan padanya. "Rasanya aku tidak rela kecantikan ini pun dinikmati oleh lelaki lain." bisik William lebut, menunjukkan sikap posesifnya. Pipi Angel semakin merah padam, kedua telapak tangannya bergerak menangkup pipinya yang terasa panas. "Diamlah, semua pelayang melihat kita." Angel berbisik perlahan, sementara matanya mengawasi ruangan itu dengan waspada. William terkekeh pelan kemudian mencuri kecupan di pipi Angel. "Aku berani bertaruh meskipun kita mengulang percintaan panas kita tadi malam, mereka tidak akan berani menegurku apalagi melihat padamu." Seketika