Crasshh !!!
Karena kedatangan Mika yang tiba-tiba, preman itu juga terkejut dan ayunan pisaunya menggores tangan Mika.
“Ahhh !!!” Mika meringis kesakitan sambil memegangi tangannya yang mulai berlumuran darah.
Melihat Mika terluka, emosi Yoshiki langsung memuncak dan wajahnya terlihat sangat marah. Ia langsung memutar tubuhnya sambil memegang bahu Mika. Yoshiki menendang preman itu dengan tumitnya tepat pada wajahnya hingga preman itu terlontar dan menabrak dinding dengan keras.
Bruk ! Preman itu menggelepar dan pingsan seketika. Kedua temannya yang melihat hal itu langsung melarikan diri karena ketakutan melihat tatapan Yoshiki yang seakan hendak membunuh mereka.
Ketika mereka telah pergi, Yoshiki langsung berbalik cepat melihat kondisi Mika.
“Mika ! Kau terluka !” panik Yoshiki sambil memegangi tangan Mika yang telah bercucuran darah.
“Aku tidak apa-apa, Kimura-kun... hanya tergores saja...” ujar Mika berusaha menenangkan Yoshiki.
“Apanya yang tergores ??? Kau berdarah banyak begitu ! Ayo kita pulang, kita harus menghentikan pendarahannya !” Yoshiki langsung melepas dasinya dan melilit luka Mika agar darahnya tidak keluar terus menerus.
Wajah Yoshiki terus terlihat panik dan ia khawatir luar biasa dengan kondisi Mika. Sesampainya di rumah, Yoshiki langsung menariknya ke atas menuju kamarnya. Pria itu dengan cepat mencari kotak obat yang ada di kamarnya. Langkah kakinya terlihat sangat terburu-buru.
Ia berhasil menemukan kotak obat itu dan menoleh mencari Mika yang tidak ada di kamarnya. Ia melihat gadis itu hanya berdiri di depan pintu kamarnya saja masih memegangi tangannya yang terluka.
“Ada apa Mika ? Kemarilah.” panggil Yoshiki dan ia meletakkan kotak obatnya di lantai.
“Umm... bukannya Kimura-kun melarangku untuk masuk ke kamarmu...?” Mika menunduk dengan suara pelan.
“Hmph, tidak apa-apa. Masuk saja.” Yoshiki langsung menarik tangan Mika dan membawanya masuk ke kamarnya.
Yoshiki membawa ember kecil berisi air dan handuk. Ia menyuruh Mika untuk duduk di lantai bersamanya dan mulai memeriksa lukanya.
“Astaga...! Darahnya banyak sekali...! Dia menggoresmu cukup dalam, Mika !” cemas Yoshiki sambil membuka lilitan dasi yang dibuatnya tadi.
“Tidak kok... cuma tergores sedikit...” kata Mika berusaha menenangkan Yoshiki yang cemas dari tadi.
“Kita ke rumah sakit ya ?” Yoshiki langsung memandang Mika. Gadis itu menggeleng dan tersenyum.
“Tidak perlu, Kimura-kun. Ini cuma luka kecil. Nanti juga cepat sembuh...” jawabnya tenang.
Yoshiki tertegun mendengarnya dan ia ingin sekali memaksakan kehendaknya untuk membawa Mika ke rumah sakit. Tapi, gadis itu nampaknya tidak ingin membesar-besarkan masalah sama sekali. Yoshiki hanya bisa menghela napas panjang dan mulai membersihkan luka Mika.
Mereka kembali berdiam diri dan hanya terdengar suara air yang dipakai Yoshiki untuk mengelap darah Mika. Ia pelan-pelan sekali melakukannya agar gadis itu tidak kesakitan.
Yoshiki pun mulai membatin, kenapa aku panik seperti ini ???
Saat ia menengadahkan wajahnya dan menatap Mika, seketika wajahnya merona dan dadanya berdesir menyadari sesuatu.
Ternyata memang aku telah jatuh cinta pada Mika...
Karena itulah aku memberikan perhatian lebih padanya...
Aku bahkan cemas sekali saat ia terluka...
Tanpa kusadari... aku jadi sangat mencintainya...
Jantung Yoshiki berdetak kencang dan ia tidak melepaskan pandangannya dari Mika walaupun wajahnya terus saja bersemu merah.
Mika yang dari tadi memperhatikan tangannya yang sedang dirawat Yoshiki pun menyadari gerakan Yoshiki berhenti dan ia menoleh memandang pria itu yang tetap tertegun menatapnya. Ditatap lama seperti itu membuat wajah Mika semakin memerah.
“A-ada apa Kimura-kun ? Kenapa melihatku seperti itu ?” tanya Mika gugup. Yoshiki langsung tersentak mendengarnya.
“Ehm... tidak... tidak ada apa-apa...” jawab Yoshiki langsung menunduk malu.
Setelah selesai mengobati Mika, gadis itu berdiri dan ia hendak berjalan keluar dari kamar Yoshiki.
“Terima kasih sudah mengobatiku, Kimura-kun. Selamat malam...” Mika tersenyum padanya dan langsung berbalik keluar. Namun, Yoshiki menahannya tiba-tiba.
“Tunggu, Mika !” panggil Yoshiki dan ia ikut berdiri. Mika memberikan tatapan bertanya ke arahnya.
“Umm... ka-kalau kau tidak keberatan... tidurlah di sini bersamaku...” kata Yoshiki gugup dan wajahnya memerah. Ia menunduk dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Mika yang mendengarnya pun langsung tertegun dan wajahnya memerah. Ia terdiam cukup lama sebelum rasa kagetnya muncul.
“Eeehh ???” Mika membelalakkan matanya dengan wajah merah padam. Yoshiki terkejut melihatnya dan menyadari ucapannya yang sedikit rancu.
“Eeh, bukan itu maksudku ! Aku tidak bermaksud jahat padamu kok ! Aku berjanji tidak akan melakukan hal macam-macam padamu ! A-aku cuma mau menawarkan sekamar denganmu... itu saja...” seru Yoshiki dan wajahnya juga ikut merah padam seperti Mika.
“A-anoo... bukannnya Kimura-kun benci padaku...?” tanya Mika dengan takut-takut dan menunduk.
“Aku tidak membencimu kok !” bantah Yoshiki cepat. Jantungnya berdebar-debar kencang. Mana mungkin aku bisa membencinya kalau sekarang aku malah sangat mencintainya... batin Yoshiki.
“Ba-bagaimana ? Kau mau ?” tanya Yoshiki pelan. Mika tidak menjawab sama sekali.
“Anggap saja ini kamarmu juga... pindahkan saja semua barang-barangmu ke sini.” lanjut Yoshiki dengan tersipu.
“Um... baiklah...” jawab Mika dengan wajah memerah dan ia berbalik keluar untuk mengambil barang-barangnya.
Mika kembali ke kamar Yoshiki dan meletakkan barangnya di sudut kamar. Ia berdiri memandangi kamar itu dengan canggung sementara Yoshiki telah pergi mandi.
Saat lelaki itu keluar dari kamar mandi, ia memandang Mika yang terlihat kikuk dan masih berdiri di sudut ruangan.
“Hng ? Kenapa berdiri di situ ? Bukankah aku sudah memintamu untuk menganggap ini sebagai kamarmu juga ? Jadi, tidak perlu merasa segan seperti itu.” tegur Yoshiki sambil mengeringkan rambutnya dan duduk di tepi ranjang.
Mika mengangguk pelan dan ia berjalan ke arah ranjang untuk duduk di sana juga. Jantungnya berdegup kencang sekali dan dengan gugup ia bertanya, “Umm... Kimura-kun ? Kenapa kau mengajakku untuk sekamar ?”
Deg !
Yoshiki yang ditanyai mendadak seperti itu, jantungnya langsung berdetak kencang dan wajahnya memerah kembali.
“Umm... aku hanya tidak enak saja seorang gadis tidur di luar... apalagi malam-malam udaranya dingin...” jawab Yoshiki di balik handuk yang menutupi kepalanya.
“Ah, terima kasih telah mencemaskanku, Kimura-kun...” Mika tersenyum dan memandang belakang kepala Yoshiki yang tertutup handuk.
“Un... istirahatlah Mika. Kau masih terluka...” gumam Yoshiki yang masih bisa terdengar oleh Mika.
Gadis itu mengangguk pelan dan ia berjalan ke arah sofa yang ada di kamar Yoshiki. Lelaki itu terkejut melihat Mika membawa bantal ke arah sofa.
“Apa yang kau lakukan ?” herannya. Mika menoleh ke arahnya.
“Tidur. Memangnya ada apa, Kimura-kun ?” bingung Mika.
Mendengar jawaban polos Mika, Yoshiki langsung menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya pelan.
“Kau... keberatan satu ranjang denganku ya...?” wajah Yoshiki kembali memerah dan ia mengalihkan pandangannya dari Mika yang terkejut.
“Bu-bukan begitu, Kimura-kun ! Aku tidak bermaksud demikian !” seru Mika cepat. Yoshiki langsung memandang gadis itu dengan wajah tersipu.
“Aku menyuruhmu sekamar denganku agar kau tidak tidur di sofa lagi... di sana dingin dan apa kau tidak nyaman tidur seranjang denganku ? Kalau ya, biar aku yang tidur di sofa.” lagi-lagi jantung Yoshiki berdegup kencang saat mengatakannya.
“Tidak, tidak ! Jangan tidur di sana, Kimura-kun ! Ini kamarmu dan tidak mungkin kau yang tidur di sofa ! Yah, ba-baiklah... kalau kau tidak keberatan aku tidur di sampingmu...” Mika menunduk dengan wajah memerah malu.