“Mika, ada yang ingin ibu bicarakan.” panggil beliau pelan. Sudah sebulan berlalu dengan Mika berwajah sedih seperti.
Mika menghampiri ibunya dan duduk di sampingnya. Ia diam saja menunggu apa yang hendak dikatakan ibunya.
“Ada yang terjadi hingga kau sedih seperti ini ? Ibu tahu kau tidak mau mengatakannya pada ibu walaupun sudah ibu tanya berkali-kali. Tapi, ibu benar-benar tidak ingin melihatmu sedih seperti ini. Ibu khawatir kau bisa sakit, Mika...” wanita paruh baya itu menggenggam tangan Mika dengan hangat.
Mika memaksakan dirinya untuk tersenyum walaupun ia tidak ingin melakukannya. Ia tidak ingin ibunya khawatir padanya.
“Tidak apa-apa bu. Tidak perlu khawatir seperti itu. Aku baik-baik saja.” jawab Mika. Ibunya tersenyum walaupun ia tahu anaknya sedang memaksakan diri.
“Baiklah Mika... jadi, coba cerita pada ibu apa sekarang kau sudah punya pacar ?” beliau tersenyum mengisenginya agar Mika tertawa.
“Tidak bu. Tidak ada sama sekali.” jawab Mika tersenyum.
“Hah ??? Bagaimana bisa anak ibu yang cantik ini tidak punya pacar sama sekali ???” ibu Mika berpura-pura terkejut hingga Mika tertawa mendengarnya.
“Ne Mika, ibu ingin mengenalkan seseorang padamu. Dia anak teman ibu dan sebenarnya ibu ingin menjodohkanmu dengannya. Tapi, kalau kau sudah menyukai orang lain, ya ibu akan membatalkannya saja. Bagaimana menurutmu ? Ibu ingin tahu pendapatmu. Kalau kau tidak mau, katakan saja. Ibu tidak mau memaksakan keinginan ibu padamu.” beliau memandang Mika dengan lembut.
Mika tertegun mendengarnya. Ia menatap mata ibunya yang terlihat sangat bersemangat dan ia tidak ingin mengecewakannya.
“Aku tidak masalah, bu.” jawab Mika dengan tersenyum kembali.
“Umm... kalau kau tidak masalah, apa tidak apa-apa ibu menjodohkanmu dengannya ? Ibu dan teman ibu ingin membuat pertunangan untuk kalian.” kali ini ibu Mika terlihat segan untuk mengatakannya.
Mika langsung melebarkan bola matanya. Pertunangan ? ia benar-benar belum siap untuk menghadapi hal seperti ini apalagi untuk orang yang belum pernah dijumpainya sama sekali.
Tapi, saat Mika mengingat kenangannya akan Yoshiki, ia langsung memejamkan mata. Ia sadar bahwa ia tidak bisa berharap pada Yoshiki lagi. Mungkin kali ini ia akan berpisah selamanya dengan Yoshiki. Ia juga sudah lama tidak mendengar kabarnya sama sekali.
“Baiklah.” Mika menjawab pelan dan beranjak kembali ke kamarnya. Ia kembali merenung.
***
Sementara itu, Yoshiki setelah lulus dari perguruan tinggi, ia bekerja di perusahaan ibunya. Dengan kemampuan yang dimilikinya, tidak sulit bagi Yoshiki untuk beradaptasi bahkan untuk mencapai jabatan sebagai seorang manajer di usianya yang masih muda. Yoshiki seperti sudah ditakdirkan untuk menjadi pria yang luar biasa.
Bahkan tidak lama setelah ia lulus pun, ia langsung pindah rumah. Ia ingin terbebas dari ocehan ibunya dan tinggal sendirian di rumah yang diwariskan untuknya. Walaupun begitu, Yoshiki tetap saja sering dikunjungi oleh ibunya yang sibuk mengkhawatirkan anak lelakinya itu.
“Yoshiki, kenapa sampai sekarang kau tidak punya pacar sih ? Ibu tidak pernah melihatmu mengenalkan seorang gadis pun pada ibu padahal kau ini sudah dewasa.” keluh ibunya saat masuk ke dalam rumahnya akhir pekan itu.
Yoshiki hanya diam dan menghela napas panjang. Ia tahu ibunya sangat sering menyuruhnya ikut acara perjodohan. Bahkan setelah ia lulus, sudah 3 kali ibunya mengenalkan seorang gadis untuknya. Tapi, semuanya selalu ditolak oleh Yoshiki karena semua wanita itu hanya terpukau pada wajahnya saja.
“Perjodohan apa lagi ini ?” tanya Yoshiki dengan malas.
“Bagaimana kau tahu kalau ibu mau menyuruhmu ikut perjodohan ?” mata ibu Yoshiki membesar seketika.
“Ibu hanya ke sini untuk menyuruhku ikut acara konyol begitu. Bagaimana mungkin aku tak tahu ?” Yoshiki menggeleng-geleng dan meninggalkan ibunya di ruang tamu. Ia berjalan ke arah dapur untuk mengambil sebotol air dingin.
“Tapi, kali ini bukan perjodohan. Melainkan pertunangan.” jelas si ibu kalem.
Yoshiki langsung tersedak mendengarnya. Ia membelalak pada ibunya yang dengan tenang menyeruput tehnya.
“Pertunangan ??? Orangnya saja aku tidak kenal, bagaimana bisa ibu langsung membuat pertunangannya ???” protes Yoshiki.
“Hmm... karena itulah ibu ingin kau langsung bertemu dengannya. Ibu juga belum pernah bertemu dengan gadis itu. Tapi, dia anak sahabat ibu dan ibu rasa dia gadis yang baik. Kita lihat situasinya dulu tapi menurut ibu akan lebih baik jika kau langsung bertunangan saja dengannya. Kau ini terlalu cuek untuk urusan seperti ini, Yoshiki. Bisa-bisa umurmu sudah keburu tua jika kau mau mencari jodohmu sendiri. Ingat kalau kau itu nantinya akan meneruskan perusahaan ibu. Setidaknya kau harus mulai memikirkan masa depan dengan memberikan ibu cucu secepat mungkin.” lanjut beliau sambil menerawang.
“Cucu ??? Hmph, ibu terlalu cepat meminta hal seperti itu padaku. Aku bahkan baru bekerja !” Yoshiki meremas botol airnya dengan mendengus keras.
“Karena itu ibu ingin kau bertunangan saja dulu. Ini bukan acara besar kok. Hanya ada ibu, kau, calonmu dan ibunya. Itu saja. Ibu dan sahabat ibu itu sangat suka dengan cara perjodohan dan kami berjanji untuk menjodohkan anak kami kelak.” Ibu Yoshiki tersenyum sambil membayangkan hal-hal indah menurutnya.
“Kalau begitu kenapa tidak menjodohkannya dengan Minami ???” balas Yoshiki dengan sengit.
“Minami kebetulan sudah menemukan jodohnya sendiri makanya ibu tidak memaksanya. Kalau kau, dengan sikap dinginmu itu, ibu rasa kau akan susah dapat jodoh. Makanya ibu ingin menjodohkanmu, bagaimana ?” ibu Yoshiki menatapnya dengan mata berbinar-binar.
“Atau kalau kau mau, ibu bisa mintakan foto gadis itu pada teman ibu. Bagaimana ?” lanjutnya dengan mata berbinar-binar.
“Terserah ibu saja !” Yoshiki langsung pergi meninggalkan ibunya yang tersenyum senang. Ia tahu kalau ia tidak akan bisa menang melawan perkataan ibunya itu.
Tapi, walaupun ibu Yoshiki telah meminta foto calon tunangannya, Yoshiki tidak berniat melihatnya sama sekali. Ia mengacuhkan foto itu begitu saja padahal mungkin ia bisa membelalak terkejut melihatnya.
***
Hari ini aku akan bertunangan...
Entah dengan siapapun aku bahkan tidak tahu...
Yah, mungkin ini takdirku...
Mika menghela napas panjang saat melihat dirinya di depan cermin. Ia sudah mengenakan gaun merah muda yang anggun dan menyisir rambutnya yang panjang.
“Mika, sudah siap ?” panggil ibunya dan Mika langsung mengangguk.
Mereka berangkat ke hotel tempat pertemuan mereka. Salah satu ruang VIP di restoran itu telah dipesan untuk mereka. Seorang wanita paruh baya duduk menunggu mereka dengan tenang. Mika tidak melihat ada seorang pria di sana.
Saat mereka masuk, wanita itu berdiri dan tersenyum ramah sekali padanya.
“Ah, ini pasti Mika. Cantik sekali kamu, nak.” Wanita itu memegang kedua tangan Mika yang hanya bisa tersenyum simpul.
“Mana anakmu, Rei ?” tanya ibu Mika sambil memeluknya.
“Sebentar lagi dia datang. Katanya setelah pulang dari kantor, dia akan menyusul kemari.” jawab Reiko dan ia mempersilahkan mereka duduk.
Sementara itu, Yoshiki sedang memakai jam tangannya dan mulai berpikir, ini konyol sekali... bertunangan ??? Hmph, yang benar saja !
Walaupun ia merasa ini adalah suatu hal yang konyol, tapi Yoshiki tidak mau mengecewakan ibunya. Ia tetap berangkat ke hotel pertemuan itu dengan sambil mendengus berharap ia bisa membuat calon tunangannya mundur.
Setibanya Yoshiki di sana, ia sudah melihat ibunya duduk sambil mengobrol dengan seorang wanita paruh baya dengan posisi memunggunginya. Ada seorang gadis di sebelahnya dan mata Yoshiki perlahan membelalak.
Rambut merah itu.... ia sepertinya tahu siapa pemiliknya. Yoshiki benar-benar mematung saat melihat siluet gadis itu dari belakang. Walaupun sudah lama tidak melihatnya, Yoshiki tidak bisa melupakan warna rambut itu.