Tiga bulan berlalu dengan tenang dan Mika telah memiliki banyak teman. Gadis itu selalu ceria pada semua orang bahkan pada murid-murid yang tidak dikenalnya yang selalu menyapanya.
“Mika, sayang sekali kau sering dapat nilai merah di ujian. Padahal kau cantik dan baik.” kata Shiori. Mika hanya tertawa malu mendengarnya.
“Mau bagaimana lagi ? Aku tidak pandai dalam belajar... padahal aku sudah belajar mati-matian tiap malam.” Mika menggaruk kepalanya dengan kikuk.
“Mika ini baru namanya ‘Si Bodoh yang Baik Hati’.” canda mereka hingga membuat Shiori memukul lengan mereka.
“Hei, kalian jahat sekali pada Mika dengan mengatainya bodoh !” tegurnya.
“Tidak apa-apa, Shiori. Aku tidak tersinggung sama sekali kok. Soalnya memang kenyataannya aku ini bodoh.” Mika tersenyum kembali dan memang ia tidak merasa tersinggung dengan candaan teman-temannya itu.
Ia berjalan meninggalkan teman-temannya karena ingin ke kamar kecil. Saat keluar dari toilet, ia melihat seorang gadis sedang menyatakan perasaannya pada seorang pria yang langsung dikenali Mika di ujung koridor.
Ah, pria itu... Mika memandang ke arah mereka sekilas dan menyadari bahwa nampaknya Yoshiki baru saja mendapatkan pernyataan cinta yang langsung ditolaknya hingga gadis itu menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Lelaki itu tidak berusaha untuk menenangkannya sama sekali. Yoshiki malah langsung berjalan meninggalkannya dan Mika hanya menaikkan sebelah alisnya. Dasar tidak berperasaan... pikirnya dalam hati dan ia langsung berjalan kembali ke arah kelasnya.
Mereka sedang melaksanakan ujian tengah semester dan Mika memandang kertas hasil ujiannya dengan wajah masam. Lagi-lagi ia mendapat nilai merah dan ia hampir frustasi untuk memperbaiki nilainya itu. Mika meringis dan menunduk di mejanya sambil berpikir bagaimana nilainya bisa menjadi lebih baik.
“Mika, ayo ke kantin.” ajak teman-temannya.
“Ah, maaf hari ini aku tidak ikut. Aku mau ke perpustakaan untuk belajar. Kalian lihat sendiri ‘kan nilaiku sangat parah ?” Mika menunjukkan nilainya dengan wajah muram.
“Apa kami perlu menemanimu ?” tawar mereka. Mika langsung menggeleng.
“Ah, tidak apa-apa. Kalian ke kantin saja. Nanti karena aku, kalian kelaparan.” senyum Mika dan mereka membalas senyumannya sebelum pergi meninggalkannya.
Dengan lunglai, Mika berjalan menuju perpustakaan dan mulai mencari buku yang akan dipelajarinya. Ia berjalan ke setiap lemari sambil menyusuri judul buku yang dicarinya. Matanya tidak lepas dari semua judul tapi ia tidak berhasil menemukannya. Gadis itu seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami karena ia tidak sadar berada di bagian yang salah !
Ia seharusnya mencari buku tentang Aritmatika tapi bagian yang ditelusurinya adalah Fisika. Tentu saja ia tidak akan menemukan buku yang dicarinya !
“Kenapa tidak ada ya ?” gumam Mika pelan tanpa melepas pandangannya dari judul-judul buku itu.
Tanpa disadarinya, seorang pria yang sedang membaca buku sambil berdiri di bagian itu melirik ke arahnya. Yoshiki yang menoleh mengenali gadis populer itu.
“Maaf, buku apa yang anda cari ?” tanyanya tiba-tiba.
Yoshiki hanya merasa perlu memberi bantuan karena banyaknya buku yang ada di perpustakaan itu bisa membuat semua orang kebingungan mencari sementara ia sudah hapal semua letak buku di perpustakaan itu.
Mika terkejut ada yang menyapanya dan ia menoleh. Matanya membelalak saat menyadari siapa yang baru saja menegurnya.
“Ah ! Kamu ! Aduh... siapa namanya ya ?” Mika mengernyit sambil berusaha mengingat siapa lelaki yang berdiri di depannya itu. Ia tahu lelaki itu populer tapi Mika benar-benar tidak ingat dengan namanya sama sekali.
Yoshiki tertegun mendengarnya dan ia mengamati ekspresi gadis itu yang terlihat seperti sedang berpikir keras. Tiba-tiba ia tersenyum.
“Yoshiki Kimura.” katanya sambil memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan untuk menjabatnya.
“Ah, ya betul ! Aku lupa padahal teman-temanku suka berteriak saat melihatmu. Namaku...” belum sempat Mika menyelesaikan kata-katanya, Yoshiki langsung memotongnya.
“Mika Nakashima, bukan ?” Yoshiki tersenyum kembali ke arahnya.
Mika langsung melebarkan bola matanya karena terkejut pria itu mengetahui namanya. Biasanya tidak ada yang mengingat namanya sama sekali kecuali teman-teman sekelasnya.
“Darimana kau tahu ?” herannya.
“Warna rambutmu mencolok sekali dan banyak yang membicarakanmu.” jawab Yoshiki santai.
“Kurasa saat orang-orang membicarakanku, mereka tidak pernah ingat dengan namaku. Bagaimana mungkin kau bisa tahu ?” Mika memandangnya dengan penuh selidik.
Yoshiki tertawa kecil dan mengusap hidungnya yang mancung. Ia kembali melirik Mika.
“Tapi, di antara orang-orang itu pasti ada satu yang ingat, bukan ? Karena namamu sama dengan penyanyi Mika Nakashima, aku gampang mengingatnya.” jawab Yoshiki.
Mendengar kata-kata Yoshiki, wajah Mika langsung merona merah. Ini pertama kalinya ada orang yang mengingat namanya walaupun Mika belum pernah berbicara dengannya.
“Aku harus memanggilmu apa ? Mika-san atau Nakashima-san ?” tanya Yoshiki.
“Mika saja.” jawab Mika sambil tersenyum.
“Baiklah Mika. Kau bisa memanggilku Kimura.” Yoshiki membalas senyumannya yang dirasa Mika sangat jarang terjadi.
“Jadi, apa yang kau cari ? Mungkin aku bisa membantu ?” Yoshiki kembali menawarkan bantuan.
“Ah, aku mencari buku materi Aritmatika. Tapi, dari tadi tidak ada. Apa sudah dipinjam orang ya ?” jawab Mika polos sambil kembali memandang rak buku dengan kening berkerut.
Mendengar jawaban Mika, dalam hitungan detik Yoshiki langsung menahan tawa dengan menutup bibirnya menggunakan tangan kanannya.
“Maaf Mika kalau aku menyinggungmu. Tapi, apa kau tidak sadar kalau kau berada di bagian yang salah ?” Yoshiki masih berusaha menyembunyikan senyum gelinya.
Mika menatapnya dengan ekspresi bingung, “Tidak. Bukannya benar ini bagiannya ? Aku melihat banyak buku hitung-hitungan.” jawabnya polos.
Yoshiki tertegun mendengar jawabannya. Dalam hatinya ia mulai berpikir nampaknya Mika kurang cerdas untuk bisa membedakan mata pelajaran apa dan dimana letaknya. Ia bahkan merasa ajaib Mika bisa bertahan hingga SMA.
“Kau gagal ujian tengah semester ya ?” tanya Yoshiki tiba-tiba.
“Bagaimana kau tahu ???” Mika terkejut dan membulatkan matanya besar-besar.
Tentu saja tahu, dasar bodoh... siapa yang tidak tahu kalau membedakan bagian saja tidak bisa... Yoshiki hendak menggeleng-geleng melihat tindakan Mika tapi ia memilih untuk diam saja. Tanpa menjawab, Yoshiki langsung berjalan ke bagian lain dan Mika pun otomatis mengikutinya. Yoshiki langsung mengambil beberapa buku seperti sudah hapal dengan semua letaknya.
“Ini buku yang kau cari, Mika. Selamat belajar.” Yoshiki menyerahkan tumpukan buku itu ke tangan Mika yang menerimanya dengan terkejut. Pria itu langsung berjalan pergi untuk mencari tempat duduk.
Mika benar-benar tertegun melihat sikap Yoshiki. Ia tahu lelaki itu berniat baik tapi entah kenapa Mika merasa ia berusaha menjaga jarak dengan orang lain.
Mika membawa semua buku-buku yang diberikan Yoshiki tadi ke meja baca di seberang pria itu. Ia mulai membuka buku-bukunya dan terlihat berpikir keras.
“Jadi, ini jika kutambah ini jadi yang ini ?” gumamnya sambil sibuk melingkari beberapa catatannya.
“Ah, tidak ! tidak ! Mungkin harus ku kalikan ? Tapi, kenapa hasilnya jadi lebih besar ?” ia terus bergumam sambil menggaruk-garuk kepalanya. Terkadang Mika menjambak rambutnya pelan karena frustasi.
Tanpa sadar, Yoshiki memperhatikannya melalui ekor matanya. Kalau bodoh belajar sendiri, apa bisa mengerti ??? pikirnya sambil menggeleng pelan.
Entah kenapa ia tidak bisa membiarkan Mika seperti itu. Yoshiki beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Mika yang masih memelototi bukunya berusaha mencari jawaban.
Yoshiki pindah duduk di depan Mika. Ia mengamati apa yang dipelajari gadis itu tanpa bicara sama sekali. Kedua tangannya terlipat di depan d**a dan alisnya terangkat.
Tuk... tuk...
Diketuknya meja agar Mika menoleh. Tapi, gadis itu menggeleng keras. Yoshiki mengernyit dan ia kembali mengetuk mejanya.
Tuk... tuk...
“Diamlah !!! Aku tidak bisa berpikir ! Jangan menggangguku !” omelnya tanpa menoleh sama sekali.
Yoshiki tertegun mendengarnya dan mendengus hendak tertawa.
“Justru kalau kau tak kuganggu, kau tak akan mengerti rumus itu.” ia melipat kedua tangannya lagi di d**a.
Mika langsung menengadah ke arahnya dan baru menyadari ada Yoshiki di depannya.
“A... ah, maaf... aku cuma sedang berpikir... ini agak sulit...” Mika hanya bisa tersenyum kecut karena malu.
Yoshiki menaikkan sebelah alisnya dan ia mencondongkan tubuhnya ke arah Mika.
“Kau seharusnya mengambil angka ini untuk mendapatkan hasil yang ini. Lalu bla bla bla...” Yoshiki mulai menjelaskan tanpa menunggu jawaban dari Mika.
Gadis itu diam mendengarkan dan mengangguk-angguk mengerti. Ia tanpa banyak bertanya, sibuk mencatat semua yang dikatakan Yoshiki. Gadis itu bahkan tidak menoleh untuk melihat wajah Yoshiki sama sekali. Tatapannya terfokus pada pelajaran yang diberikan Yoshiki hingga membuat pria itu tertegun. Mungkin dia berbeda... pikir Yoshiki sambil terus mengajari Mika.
Sampai jam istirahat berakhir, Yoshiki baru berhenti menjelaskan. Mika tersenyum lebar ke arahnya sambil membereskan catatannya.
“Terima kasih banyak Kimura-kun ! Kalau kau tidak membantuku, kurasa aku hanya akan menghabiskan waktu percuma.” katanya dengan riang sambil menunduk memberi hormat.
“Tidak masalah, Mika.” Yoshiki tersenyum singkat dan langsung beranjak dari tempatnya meninggalkan perpustakaan.
Sebenarnya pria itu merasa Mika cukup menarik. Baru kali ini ia menjumpai gadis yang tidak tahu namanya karena ia biasanya sangat populer di sekolah. Ia jadi berpikir Mika mungkin tidak seperti gadis lainnya.
Sementara itu, Mika merasa sangat senang ada yang ingat dengan namanya. Hal kecil seperti itu membuatnya semakin ingin tahu tentang diri Yoshiki.