Meet Aurora?

1385 Words
Marcellinus menyeringai “Sampah-sampah itu memang pantas hidup seperti itu, sudah di cap sebagai penjahat di tambah lagi memperjelas semuanya di depan umum. Aghh! Membuat gue jijik saja” kesalnya namun mereka sama sekali tidak sadar dengan keberadaan dan perkataan Marcellinus “Lupakan, gue juga banyak kerjaan yang lebih berguna” ujarnya lalu mencoba untuk beranjak pergi Namun tiba-tiba seorang anak lelaki berkaos tim futsal yang seusia dengannya datang ke arah bapak-bapak yang mabuk itu. “Wahyu?” sahut Marcellinus sangat pelan “Pak! Udah lah ayo pulang ke rumah, ibu marah-marah!” teriak Wahyu sembari menarik tangan salah satu bapak-bapak yang di panggil pak olehnya Marcellinus mengerutkan keningnya “Bapak? Itu bapaknya Wahyu?” gerutu pelan “Wahyu! Apa-apaan sih hah? gak liat apa bapak lagi seneng-seneng jangan jadi anak durhaka kamu hah! cepat pulang” teriak dia sembari melepaskan tangan Wahyu yang menempel di bahunya Wahyu kembali mendekat namun kedua bapak-bapak lainnya menahannya dan mencoba mengusirnya sekeras mungkin. Namun Wahyu terus melawan dan mendekat ke ayahnya dengan kesulitan. “Bukannya Bapak Wahyu itu kepsek di SD ya? Tapi kelakuan dia kok kayak gitu?” gerutu Marcellinus “Pak! Ibu sama adek sakit di rumah, bapak bener-bener udah ketutup hatinya sama minuman keras ya hah? bapak berubah setelah gaul dengan paman-paman menjijikan ini. Kenapa bapak gak tinggalin aja dunia bapak yang kelam? Kenapa sih bapak gak balik aja ke kita? Orang yang bener-bener sayang banget sama bapak tanpa harus merusak kepribadian bapak” teriak Wahyu dengan air mata yang mulai bercucuran “Heh anak sialan! Berani berani nya ngomong gitu sama kita hah” teriak bapak-bapak yang lainnya “Gimana nih anak kamu Yanto?” Tanya si bapak-bapak berwajah seram itu Bapaknya Wahyu tetap duduk santai “Terserah kalian saja” ujarnya dengan suara meracau karena efek minuman keras “Sudah gila! Dasar b******n” kesal Marcellinus sembari berjalan ke arah sana dengan tergesa-gesa Ke dua bapak-bapak itu mendekati Wahyu yang masih terlihat menatap ayahnya kecewa “Kau sudah bukan lagi bapak kami yang dulu” lirihnya “Anak sialan! Berisik” teriak si bapak berkumis sembari menonjok perut Wahyu keras dan langsung saja membuat Wahyu melemas “Bunuh saja” ujar satu bapak bapak lagi yang gundul itu Mereka berdua mendekat ke arah Wahyu dengan tatapan sangar. Sementara ayahnya Wahyu tertidur dengan efek minuman keras yang masih sangat kuat memengaruhi dirinya. Wahyu terdiam dan masih menunduk pikirannya sangat tidak karuan saat ini. Ke dua bapak-bapak itu semakiin mendekat, salah satu diantara mereka memegangi tubuh Wahyu dan satu nya lagi bersiap-siap untuk menyerang Wahyu. Namun Marcellinus dari belakang segera bertindak, Marcellinus menendang tubuh si bapak berkumis yang akan menyerang Wahyu hingga membuatnya tersungkur keras ke tanah. “Sialan! Siapa? Berani beraninya?” gerutu si bapak berkumis yang mencoba untuk bangun Si bapak yang memegangi Wahyu akhirnya melepaskan Wahyu dan mencoba melawan Marcellinus “Bocah tengil sialan!” teriak nya keras sembari segera menyerang dengan pukulan “Aduh bapak bapak tua, mana tahu dunia sekarang udah berubah! Bocah tengil seperti kami lebih kuat dari pada anda. Dan satu lagi jangan teriak-teriak saat mau melawan dasar tua Bangka” senyum Marcellinus sembari santai menghindar dari pukulan bapak-bapak beberapa kali Wahyu menatapi Marcellinus “Marcell?” ujarnya dengan tatapan kosong “Pergi sejauh mungkin Wahyu! Gue akan tangani mereka dan soal bokap lo udah lah dia engga pantas kalian khawatirkan lagi” jelas Marcellinus yang sekarang sibuk melawan kedua bapak bapak itu Wahyu menatapi Marcellinus tidak percaya “Ta-tapi lo” “Udah cepat pergi Wahyu, lo engga tahu gue sekuat apa?” senyum Marcellinus sambil melingkarkan kedua tangannya di masing-masing leher kedua bapak bapak itu Wahyu menatapi Marcellinus terpukau “Wow, bukan main” senyumnya “Ayo kabur!” teriak Marcellinus setelah melepaskan bapak-bapak itu sembari mendorongnya ke tanah dengan wajah yang sudah babak belur Wahyu berlari bersama dengan Marcellinus dengan kecepatannya yang sangat cepat, layaknya semangat anak muda biasa. Semakin jauh dan terus menjauh detik selanjutnya mereka berhenti di depan deretan mall dan supermarket, mereka akhirnya tidak di temukan bapak-bapak itu karena sekarang keadaan disana sangat ramai. Mereka menghela nafas satu sama lain dan membuangnya dengan pelan, lalu saling menatapi dirinya dan tertawa renyah. “Ahaha apa-apaan barusan Marcell? Lo ajak gelud mereka dan kabur? Ahaha” teriak Wahyu dengan menatapi Marcellinus tidak percaya “Lebih untung gue ya dari pada lo? Sama sekali gak bisa lawan mereka dasar pengecut” senyum Marcellinus menatapi Wahyu rendahan Wahyu terdiam beberapa saat, ia kembali mengingat ayahnya yang masih berada disana dengan nurani nol terhadapnya. “Bapak…” lirihnya “Wahyu, yang tadi itu bapak lo yang kepsek kan?” Tanya Marcell serius Wahyu mengangguk “Heem, dia berubah drastic setelah ikut sama om om itu. Hahh gua sampai gak habis pikir kenapa bokap gue bisa kebawa arus padahal usianya udah tua” “Eh betewe makasih udah tolongin gue ya Marcell, gue gak tau apa yang akan terjadi kalau aja lo barusan engga nyelamatin gue. Haha mungkin mati di depan bokap” ujarnya lagi Marcellinus menatapi iba Wahyu “Udah Wahyu, stop aja pikirin dia. Lo pikirin yang sayang sama lo aja itu pasti udah cukup kan? Dan betewe beneran ibu sama adek lo sakit?” “Iya sudah lebih 3 hari ibu sama adek sakit dan bokap sama sekali engga ada rasa simpati sedikit pun, jadinya mereka masih belum di periksa ke rumah sakit. Bodohnya gue gue gak bisa berbuat apa apa” lirih Wahyu menunduk Marcellinus menyogok saku jaketnya “Gue rasa ini bisa sedikit membantu lo Wahyu” ujarnya lalu memberikan 3 lembar uang seratus ribuan “E-engga Marcell gue engga bisa ambil ini, gue tahu lo juga butuh” gerutu Wahyu segera Marcellinus tersenyum “Udah lah ambil aja, lo bisa ganti itu kapan pun dan jangan lupa ceritain ke gue kalau nyokap dan adek lo udah sembuh ya” ujarnya lalu berlalu pergi dari sana “Marcell… makasih” senyum Wahyu menatapi kepergiannya yang berjalan kaki santai itu lalu menatapi uang yang Marcellinus berikan Wahyu teringat sesuatu “Ta-tapi.. Marcellinus? Kenapa lo engga ikut futsal?” Tanya Wahyu refleks namun Marcellinus sudah pergi jauh dari hadapannya “Dan kenapa malam malam begini ada diluar? Apa yang dia lakuin ya?” “Apa benar? Orang baik akan selalu baik?” gumamnya dengan tersenyum mengembang ***** Marcellinus masih menyusuri jalanan malam dan menuju rumahnya, sebentar lagi dia sampai. Dia harus melewati restoran-restoran dan juga mall. Area rumahnya sangat ramai dan selalu di penuhi orang-orang. “Keramaian belum tentu bisa menghapus kesepian” lirihnya menatapi gedung-gedung yang berjajar itu Tiba-tiba saja tatapannya terfokus pada satu orang wanita cantik yang ada di gedung restoran berlapis kaca itu. Wajahnya yang cantik dengan rambut terurai membuat Marcellinus rasanya enggan untuk mengedipkan matanya. “Apa dia… Aurellia?” ujarnya pelan dengan degup jantung semakin melaju dengan cepat Beberapa detik setelah menatapi indahnya wajah Aurellia ia menatap ke seseorang yang duduk bersamanya yang tak lain adalah seorang pria berkulit eksotis dengan gaya anak sultan bangga duduk bersamanya. “Jessen itu ya? Ahahaa benar kata mereka soal wajah masih kalah jauh sama gue” ujarnya kesal sembari mengepal tangannya kuat kuat “Gue hanya perlu melampauinya saja” ujarnya lanjut Ia kemudian membuang nafas dan kembali menatapi Aurellia, seakan-akan di luar dugaan tiba tiba tatapan Aurellia terarah padanya. Aurellia menatap ke jalanan tepat ke arah Marcellinus berdiri. “Siapa itu?” pikir Aurellia pelan Tatapan Aurellia terkunci begitu pun dengan Marcellinus yang kian takjub menatapi Aurellia dengan saling beradu tatap meski jarak cukup jauh memisahkan. Wajah Marcellinus terlihat jelas dari atas sana karena tersorot oleh lampu jalanan. “Dia.. tampan sekali” pikir Aurellia membelalakan matanya kagum Marcellinus sama sekali tidak berkedip “Ya tuhan… apa dia benar-benar sedang menatap gue sekarang.. indahnya… cantiknya…” “Sayang?” sahut Jessen yang berada di depannya Aurellia terperanjat dan kini menatapi Jessen lagi “Eh iya?” “Kamu dari tadi ngelamun? Ada yang di pikirin? Atau ada yang mau kamu beli?” Tanya Jessen dengan senyuman manis padanya Aurellia menggelengkan kepalanya “Eh eh engga ko” senyum Aurellia kaku “Aduh aku sampai lupa kalau udah punya kak Jessen. Tapi siapa pria itu? Kenapa dia begitu lama menatap ku?” Tanya Aurellia lagi dalam hatinya sembari diam diam menatap kesana namun Marcellinus nampaknya sudah pergi
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD