Eps 9

1270 Words
Bella dan seorang wanita yang tadi nyabrang bareng tergeletak dipinggir jalan. Mobil hitam itu sudah kabur jauh. Alan berlari, segera meraih tangan Bella, lalu memeriksa keadaan wanita cantik yang ia gilai itu. “Aku nggak apa-apa, Al.” Ucap Bella. Tanpa sadar, Alan memeluk Bella erat. “Gue takut tante kenapa-napa.” Bella terpaku, untuk pertama kali ada seorang pria memeluknya. Cepat ia mendorong d**a Alan. “Jan kek gini, Al. Kita nggak seharusnya saling bersentuhan. Bukan mukrim.” Sedikit terbata, gugup dan malu karena banyak orang yang melihat kejadian ini. “Astaga, maaf, tan, gue beneran lupa. Maaf, gue janji nggak akan ulangi lagi. Maaf, gue terlalu khawatir sama keadaan tante. Maaf.” ucapnya penuh sesal. “Iya, jan ulangi ya.” Tanpa nunggu jawaban Alan, Bella mendekati teman nyabrangnya tadi. “Mbak, kamu gimana? Ada yang luka?” tanyanya peduli. “Cuma kaki lecet, mbak. Nggak serius kok. Ini diobati juga langsung sembuh.” Jawab si embak. “Syukurlah kalo gitu.” Mengelus bahu wanita itu. “Ayo, pulang, tan.” Ajak Alan. Tanpa menjawab, Bella hanya ngangguk, mengambil helm dan segera membonceng di motor Alan. Motor berjalan pelan meninggalkan area pabrik. Alan dan Bella sama-sama diam selama perjalanan. Beberapa kali Alan melirik wanita cantik yang terlihat murung dibelakangnya. Merasa bersalah pastinya. Ia benar-benar reflek melakukan itu. Rasa takut jika sampai terjadi sesuatu pada Bella. Yang kemarin itu sudah sangat membuatnya hampir kehilangan jantung. “Tan, mau mampir makan sore?” tawarnya, berusaha mencairkan suasana. “Enggak, langsung pulang aja.” Jawabnya jutek. Dengan sengaja, Alan menghentikan motor dipinggiran jalan yang sepi. Membuka helm, lalu menoleh kebelakang. “Al, kenapa berhenti disini?” Bella celikukan mengamati sekitar. Hanya ada beberapa kendaraan yang lewat. Jauh dari pemukiman warga. “Tante marah?” tak mempedulikan Bella yang merasa takut karna ditempat yang sepi. “Kamu ngomong apa sih, ayo jalan lagi. Aku takut ditempat sepi begini.” Memukul bahu Alan pelan. “Jawab dulu deh, tante marah ya?” Alan menatap Bella serius. “Enggak, Al. Aku nggak marah.” “Bohong.” Bella balas menatap Alan, matanya mengerjap berkali-kali. “Maaf, gue nggak sengaja tadi meluk tante. Gue beneran khawatir kalo tante kenapa-napa.” Bella menunduk, sadar seberapa khawatirnya Alan pada keselamatannya. “Iya, Al, aku tau.” “Jadi, jan marah ya.” Masih saja menatap Bella, tatapan tajam itu berubah menjadi teduh dan membuat Bella merasa tersipu. Menggigit bibir bawahnya, lalu ngangguk. “Iya, aku nggak marah kok.” “Besok, kalo gue bikin salah, jan didiemin. Cukup diingetin aja, gue paling nggak suka kalo didiemin. Mending diomelin, lalu disayang-sayang.” Nyengir menatap wajah cantik yang sekarang sedikit mengulas senyum. “Tan,” Tak menjawab, Bella hanya melebarkan sedikit mata dengan tetap saling bertatapan diatas motor. “Jadi pacar gue ya.” Dengan tiba-tiba Bella kesulitan menelan ludahnya. Menunduk, menatap kelain arah untuk menyembunyikan pipi yang tetiba merah. “Aku nggak pacaran, Al.” Jawabnya dengan menunduk. “Kalo gitu jan jadi pacar gue.” Bella menatap Alan dengan bingung. Plin-plan banget sih bocah ini. Batinnya. “Terima cinta gue ya, tan.” Pintanya kemudian. “Al,” gemas sekali, ingin rasanya Bella memukul kepala Alan. Bocah itu nyengir tanpa dosa. Sangat bahagia melihat wajah Bella yang merona dan tersenyum malu-malu. “Mau kan, terima cinta gue?” tanyanya lagi. “Al, pliis ....” menunduk, memilah jilbabnya. Melihat reaksi dari raut wajah Bella, sudah cukup memperlihatkan jika wanita ini juga memiliki perasaan yang sama. Hanya, dia masih sangat malu untuk mengakuinya. Alan tersenyum lega, membalikkan badan, kembali memakai helm dan menghidupkan mesin motor. ** [tante ....] Bella menatap layar ponsel yang berkedip. Belum membukanya, tapi sudah bisa melihat isi pesan itu melalui bar notifikasi. [tante lagi ngapain?] Kembali ponselnya berkedip. Memilih melipat baju yang baru saja ia angkat dari jemuran. [pasti lagi diem diatas kasur sambil mikirin gue.] “Astagfirlooh, Alan! Kamu ya, beneran bikin kesel.” Ngomel sama ponselnya. Bukannya langsung membalas pesan dari Alan, tapi Bella memilih memasukkan baju yang sudah rapi kedalam lemari. Klunting! [kalo gue, lagi ngebayangin. Pas bangun pagi, gue duduk pakai sarung dikursi, lalu tante datang, pakai daster, nganterin segelas kopi sama gorengan buat gue.] [nah, begitulah sekiranya si imam dan makmumnya] “Hahahah ....” nggak sadar, Bella tertawa lepas membaca rentetan pesan yang Alan kirim. “Bel! Lo kenapa?” suara Yeni dari luar kamar. Yang tentu kaget karna dengan tiba-tiba Bella tertawa. Apa lagi keadaan Bella yang hanya ada dikamar sendirian. “Pppffftt ....” bella berusaha menghentikan tawa, menutup mulut dengan telapak tangan. “Enggak apa-apa kok, mbak.” “Syukur deh kalo kamu nggak kenapa-napa. Aku mau nyari makan keluar, kamu ikut nggak?” “Ik—“ [gue otw ya, tan. Kita makan diluar] [tenang, kali ini dompet gue nggak bakalan ketinggalan] Hampir aja Bella menyetujui ajakan Yeni untuk mencari makan diluar. “Duluan aja, mbak. Aku nungguin teman.” “Oh, yaudah. Aku pergi ya.” Pamitnya. ** [iya, aku tunggu] Alan tesenyum saat rentetean pesan yang ia kirim tadi mendapatkan balasan. Walau hanya satu balasan pesan saja. Segera ia beranjak dari tidurnya. Ganti baju, lalu pakai celana panjang yang sobek dibagian lutut. Menyemprotkan parfum sedikit, tak lupa memasang topi terbalik dikepalanya. “Al, mau kemana?” tanya bundanya saat melihat anak lelakinya sudah rapi dan wangi. “Ngapel lah, bund. Kan enggak jomblo.” Melirik Rayna yang memicing kearahnya. “Gue nggak kesindir ya!” elak Rayna. Alan tertawa mengejek. “Siapa yang nyindir situ. Gue kan curhat.” Yana hanya tersenyum mendengarkan adu mulut kedua anaknya. “Ajak pacarmu makan malam kesini, Al. Bunda masak banyak.” Suruh Yana. Alan mendekati bundanya yang masih ada didapur. “Bunda serius?” Yana ngangguk. “Iya, bunda juga pen tau calon mantunya bunda itu secantik apa sih.” Melirik anaknya sambil tersenyum. “Yang jelas ya, bund. Kalo dibandingin sama Rayna, bhee ... Rayna nggak ada apa-apanya. Mantunya bunda ini wanita yang sangat—“ Bhuuk! “Banyakan ngayal, makanya si otak jadi pindah ke pantat.” Rayna memukul lengan Alan memakai remote teve yang sejak tadi ia pegang. Alan mengelus lengannya. “Ngiri bilang, boss!” celetuknya. “Pamit ya, bund.” Teriaknya, berjalan keluar rumah. Kali ini ia sengaja tak memakai motor. Menaiki mobil warna putih yang baru saja dibeli bundanya. Walau bundanya yang beli, tapi mobil ini sudah atas nama Alan. Malam minggu, membuat jalan jadi macet. Waktu tempuh yang biasanya hanya lima belas menit itu menjadi dua puluh lima menit. Alan sengaja memarkirkan mobilnya didepan gang. Tak ingin masuk kedalam. [tan, gue didepan gang.] send tasya. Setelah pesannya terkirim, Alan keluar dari mobil, menyandarkan tubuh dipintu sambil menatap arah gang. Menanti Bella keluar dari sana. Dengan gamis warna caramel, jilbab warna putih tulang yang senada dengan bordiran gamis. Semua terlihat sangat cocok dikulit Bella. Wanita itu terlihat sangat cantik dan anggun. Tersenyum saat sudah didepan Alan. Alan masih saja diam menikmati wajah cantik didepannya. “Ini, kamu pakai mobil, Al?” tanya Bella sambil menunjuk mobil dibelakang Alan. Alan tetap diam, masih diawang-awang. “Al!” sedikit berteriak, hingga Alan tersentak dari lamunannya. “Kenapa, tan?” “Kamu, iih. Diajakin ngomong malah bengong.” Mulutnya manyun sambil memegangi tali tas kecil yang nyampir dibahu. Tanpa menjawab, Alan membukakan pintu untuk Bella. “Ayo masuk.” Canggung, Bella masuk kedalam mobil, duduk disamping kemudi. Lalu Alan menutup pintu mobil setelah Bella duduk dengan nyaman. Ia memutari mobil, masuk dan duduk dikursi kemudi, samping Bella. Alan segera menyalakan mesin, menjalankan mobil meninggalkan area kost. “Kita mau makan dimana?” tanya Bella. “Di rumah gue.” “Hah!?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD