Dua Belas

1285 Words
❤❤❤ 06.18 Vania menghentikan langkahnya, berusaha mengatur napasnya yang memburu. Ia melihat ke arah Andrea yang masih terus berlari tanpa mempedulikannya yang sudah kelelahan. Vania pun memutuskan untuk duduk di trotoar, meluruskan kakinya dan mengipaskan tangannya di sekitar leher. "Hhh... punya suami kok nggak ada peka-pekanya sama sekali ya?" sungut Vania yang heran dengan Andrea yang masih ngacir. "Dari tadi ngeluh capek masih disuruh lari. Istrinya beneran nggak kuat, berhenti, bukannya nemenin malah ngilang," keluh Vania setelah menyadari jika Andrea sudah menghilang dari pandangannya. "Udah?" tanya seseorang dengan suara yang sangat familiyar di telinga Vania. Aktivitas Vania yang sedang mengipaskan tangannya seketika terhenti. "Kayak kenal sama suaranya," lirih wanita itu. Vania masih menyeritkan alisnya tanpa menoleh ke arah sumber suara tadi. Sebenarnya sempat terlintas nama Andrea di otaknya. Namun dengan segera, ia menepis semua pikiran itu karena tidak mungkin Andrea ada di sini.  Kan dia sudah ngacir tadi. Lagi pula, bisa saja orang tadi tidak bicara dengannya. Bisa jadi di belakangnya kini memang ada beberapa orang yang sedang asyik mengobrol. "Woah!" Vania terpenjat saat melihat sosok yang baru saja duduk di sampingnya. Dia adalah Andrea. Sang suami yang hampir selalu memasang wajah datar padanya, seperti saat ini. Vania kembali terkejut saat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Ia pun segera memeriksanya, dan meraih sebuah botol berisi air mineral yang Andrea tempelkan ke pipinya. "Suami yang peka itu nggak selalu harus nemenin, kan? Apa gunanya aku nemenin kamu di sini, kalau minum aja aku nggak bawa?" sindir Andrea. "Ja.. jadi kamu tadi pergi buat-" ucap Vania terpotong. "Hmm.. kan aku udah bilang, itu di depan ada mini market, Vania," potong Andrea gemas. "Ya kan aku udah bilang, capek. Aku nggak kuat lagi," kesal Vania. Andrea memutar bola matanya malas lalu menunjuk ke sebelah kanan, sehingga Vania terpaksa untuk berbalik badan untuk melihat ke arah yang ditunjuk Andrea. "Hah?" Vania terkejut saat melihat mini market yang Andrea maksud, ternyata sangat dekat dari tempatnya duduk saat ini. "Makanya, sabar!" ujar Andrea. 'Pantes tadi cepet banget ngilangnya,' batin Vania. "Ini yang es nggak ada apa? Kan seger, kalau habis jogging gini minum es," oceh Vania. "Minum seadanya, Vania! Udah syukur aku beliin," balas Andrea. Vania memutar tutup botol itu, namun sulit. Ia memang tidak terbiasa minum air mineral kemasan. Vania terus berusaha memutar tutup botol itu, bahkan malah tubuhnya yang ikut memutar, membuat Andrea menyeritkan alis bingung melihat usaha Vania yang bisa dikatakan lebay itu. "Ck, nggak bisa bukanya?" tanya Andrea. Vania tak menjawab, melainkan hanya menghela napas kesal sebagai jawaban. Dengan segera, Andrea menarik paksa botol itu hingga membuat tubuh Vania limbrung dan menabrak lengan kanannya. Vania pun segera menjauhkan tubuhnya. Andrea menyodorkan kembali botol air mineral itu dalam kondisi yang masih tertutup. "Aku kira mau kam-" ucapan Vania kembali terpotong. Tepat di depan matanya, Andrea menarik plastik yang menyelimuti tutup botol itu, lalu, 'Klik' botol itu terbuka dengan sangat mudahnya setelah Andrea memutarnya dengan santai. 'Lupa gue kalau ada plastiknya,' batin Vania malu sendiri. "Hehe.." wanita itu tertawa garing lalu meraih botol air mineral di tangan Andrea dan mulai meminumnya hingga tersisa setengah. "Napas, Vania! Napas! Istirahat dulu buat napas!" gemas Andrea ketika melihat cara istrinya minum, seperti manusia yang baru saja datang dari gurun yang gersang. "Kamu nggak haus?" tanya Vania setelah tenggorokannya terasa basah. Tanpa menjawab, Andrea pun meraih botol air mineral di tangan Vania lalu meminumnya sedikit. "Nggak dihabiskan sekalian?" tanya Vania lagi. "Takut perutnya nggak cukup buat mie ayam nanti," jawaban Andrea itu berhasil membuat Vania bungkam. "Ada apa?" bingung Andrea. "Kamar mandi sebelah mana ya?" tanya Vania heboh. Andrea menyeritkan alisnya, bingung melihat sang istri yang kembali bersikap aneh. "Mau pipis, perut aku kepenuhan air," ujar Vania sembari menekan-nekan perutnya. "Ya elah, denger nama makanan aja, langsung sadar. Langsung berusaha keras buat ngosongin perutnya. Tadi apa kabar?" sindir Andrea. "Ck, mana kamar mandi?" gemas Vania tak sabaran. "Nggak ada. Kalau mau ngurangin isi perut, lari lagi!" ujar Andrea dengan nada tegas. Tanpa banyak komentar, akhirnya Vania bangkit berdiri dan kembali berlari ke arah taman kota. Andrea tersenyum miring melihat tingkah istrinya itu. Tanpa berpikir panjang lagi, Andrea pun segera menyusul langkah cepat Vania. Sampainya di taman kota... "Pak mie ayam dua, es teh dua," pesan Vania pada satu-satunya penjual mie ayam yang ada di sana. "Teh tawar hangat aja, Pak minumnya," ralat Andrea. "Pengen es," rengek Vania yang tak digubris Andrea. Vania pun segera menyusul langkah Andrea, lalu mereka duduk lesehan di atas sebuah tikar. "Nanti pulangnya naik taxi ya? Lumayan ada AC nya buat ngadem," pinta Vania. "Aku cuma bawa uang lima puluh ribu. Udah buat beli minum kamu tadi lima ribu. Mie ayam dua porsi sama teh nanti tiga puluh lima ribu," terang Andrea menjabarkan perginya uang yang ia bawa pagi ini. "Hah? Mie nya cuma bisa beli dua?" kaget Vania. Andrea mengangguk santai. Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Andrea berniat mengambil salah satu mangkuk mie ayam itu, namun dengan segera Vania merebutnya. "Aku mana kenyang kalau cuma makan satu?" ujar Vanìa sembari melemparkan tatapan melas andalannya. Andrea menghela napas panjang kemudian memilih mengalah. Ia memilih mengambil teh tawar pesanannya lalu mulai meminumnya tanpa banyak bicara. Seakan, ia juga menyerahkan mie bagiannya untuk Vania makan. Melihat sang suami yang begitu pasrah, Vania jadi tidak tega sendiri. "Buruan dimakan, nanti keburu dingin!" ujar Andrea lembut. Mendengar ucapan lembut itu, Vania jadi semakin tidak enak hati. "Kok malah diam? Kenapa?" bingung Andrea. Tanpa menjawab, Vania mendorong salah satu mangkuk di depannya ke hadapan Andrea. "Kamu satu deh," ujarnya pada akhirnya setelah melihat Andrea yang tampak tak mengerti. Andrea tersenyum, lalu mendorong kembali mangkuk mie itu ke hadapan Vania. "Nggak papa. Aku bisa bikin omellet nanti di rumah," tolak Andrea halus. "Katanya ini mie langganan kamu, kesukaan kamu. Udah nggak papa, aku satu aja cukup kok. Udah bisa buat ganjel," terang Vania. Ia berniat mendorong mangkuk itu, namun segera ditahan Andrea. "Van-" "Udah sih, makan aja! Jahat banget aku kalau makan sampai dua porsi tapi suaminya cuma ngelihatin doang sambil minum teh tawar. Aku nggak mau jadi istri durhaka ya," kesal Vania. Akhirnya, Andrea memilih menerima sodoran mangkuk dari Vania. Dan keduanya pun makan dengan tenang. "Nanti, di rumah kalau kamu bikin omellet, aku mau satu ya?" ujar Vania disela kegiatan makannya. "Kamu yang harusnya buatin aku," tolak Andrea. "Tuh kan, aku kan udah ngalah, ngasih mie ayamnya satu ke kamu. Masak kamu-" "Kan kamu yang maksa aku biar makan mie nya. Kamu bilang kamu nggak mau jadi istri durhaka gegara biarin suaminya ngelihatin doang pas kamu makan," elak Andrea membela diri. Vania kalah telak dan memilih bungkam. Ia pun melanjutkan kegiatan makannya dan berusaha terlihat seperti tidak terjadi apa-apa. Andrea terkikik geli melihat ekspresi Vania yang berubah dengan begitu cepat. "Iya nanti aku buatin. Mau berapa? Dua? Tiga? Berapa pun yang kamu mau nanti aku buatin," ujar Andrea yang langsung membuat mata Vania berbinar. Anggap saja sebagai imbalan karena Vania mau mengalah dan memberikan seporsi mie ayam itu pada Andrea. "Beneran?" tanya Vania memastikan. Dan Andrea menjawabnya dengan anggukan. "Yey! Makas-" 'Glep' "Yah..." "Vania!!!" Wajah Andrea sampai memerah karena geram dengan kecerobohan Vania yang baru saja membuat teh tawar miliknya tumpah, bahkan isinya ada yang sampai masuk ke mangkuk mie miliknya. Vania meringis kaku menyadari kesalahannya. "Omelletnya tetep jad-" "Batal!" putus Andrea cepat dengan nada menyeramkan yang membuat Vania bungkam dan memilih mempercepat kegiatan makannya. Orang di sekitar mereka terkekeh geli melihat perbincangan pasangan suami-istri itu, yang memang sedari tadi cukup menyita perhatian beberapa pengunjung taman. ❤❤❤ Bersambung .... Jadi rindu makan mie ayam Adakah yang mageran juga kayak Vania, malas olahraga tapi pas dengar makanan langsung semangat? Jangan lupa klik love nya dulu, buat yang sampai chapter ini masih belum love. Tinggalkan komentar juga agar bisa menjadi perbaikan untuk cerita aku selanjutnya. Terima kasih
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD