Sembilan

1412 Words
❤Kamu memang tidak sempurna. Tapi kamu sudah lebih dari cukup untuk melengkapi hidupku. Terima kasih sudah singgah❤ -Devania- ❤❤❤ Keadaan menjadi tegang seketika sesaat setelah kedatangan Andrea. Lelaki berjas navy itu berjalan mendekati Vania dan Haical, lalu meraih piring di pangkuan Vania. Tentu saja ada adegan Vania yang menahannya. Wanita itu tidak akan mudah melepaskan makanan yang sangat dia sukai. Namun, tatapan tajam Andrea seakan mengintimidasinya, membuatnya harus mengalah meski sangat terpaksa. "Aku sudah ambilkan dua slice black forest cake kesukaan kamu," ujar Andrea yang membuat mata Vania berbinar seketika. Vania bangkit berdiri, ia hendak merebut piring berisi varian cake yang lebih ia sukai daripada Red Velvet itu. Namun dengan segera, Andrea menjauhkannya. "Eh, aku baru tau ada yang black forest juga. Tahu gitu tadi minta tolong Haical buat ambilin sekalian," ucap Vania dengan santainya. Haical pun hanya tersenyum mendengar ucapan wanita yang telah merebut hatinya itu. "Apa?" kaget Andrea mendengar ucapan Vania yang amat sangat terdengar janggal di telinganya. "Hah?" Vania melongo sembari menatap wajah suaminya. "Apa yang bikin kamu sampai sekaget itu? Perasaan nggak ada apa-apa deh. Siniin cake-nya!" rengek Vania. Andrea tak menghiraukan rengekan Vania. Ia masih mengangkat piring berisi dua slice cake kesukaan Vania itu sembari menghujani Vania dengan tatapan menuntut penjelasan. "Kamu bilang apa tadi?" tanya Andrea, menyuruh Vania mengulangi ucapannya. "Apa sih? Masalah cake? Ck, siniin cake-nya! Masak dalam jarak sedekat ini bisa nggak dengar sih? Besok Senin aku antar ke Dokter Budiman ya, spesialis THT paling bagus se-Jakarta," ujar Vania. Andrea memejamkan matanya erat-erat, menahan diri agar tidak membopong wanita yang telah berstatus sebagai istrinya itu lalu melemparnya ke kolam renang. "Bukan itu, Vania sayang," ujar Andrea gemas. "Hmm?" bingung Vania. Sebenarnya ia mulai baper dipanggil 'sayang' oleh suaminya. Tapi sepertinya ia cukup sadar jika saat ini bukan waktunya untuk baper-baperan. Haical yang sedari tadi terdiam kini akhirnya ikut berdiri, posisinya berada sangat dekat dengan Vania. "Sepertinya yang dimaksud Dokter Andrea itu tentang sapaan kamu terhadapku, Vania," Sambung Haical ikut menyahuti sembari memasang senyum ramah yang nyatanya malah membuat Andrea semakin panas. 'Aku-kamu? Vania? Apa-apaan maksudnya? Apa saja yang mereka bicarakan tadi?' batin Andrea yang kian meradang. Andrea meraih salah satu slice cake di piring yang ia bawa lalu memakannya dalam dua kali suapan. "Eh! Kok malah dimakan sendiri? Niat ngasih nggak sih? Katanya tadi bawain buat aku?" kesal Vania yang sepertinya belum mengerti keadaan. "Loh, Ndre, Van, kok malah pada di sini? Capek-capek kita tungguin kalian datang malah kalian enak-enakan ngobrol di sini," ucap seorang perempuan yang baru saja datang. "Enak-enakan ngobrol kamu bilang?" protes Andrea yang hanya mereka anggap angin lalu. "Woaaaahhh..." mulut Vania memang sulit dikendalikan. Wanita itu tampak sangat kagum melihat keanggunan sang pengantin perempuan yang baru saja menghampirinya. "Hay, Van," sapa Daniel yang baru saja bergabung juga, bersama dengan Nadien yang lebih dulu menyapa sebelumnya. "Hay, Dan. Wah.. selamat ya, sampai lupa aku belum ngucapin. Hehe.." ujar Vania. Pasangan pengantin baru itu tersenyum mendengar ucapan selamat dari Vania. "Ndre, itu mulut kamu belepotan coklat, ngode minta lap-in Dev apa bagaimana?" goda Daniel. Vania pun segera teringat dengan kegiatan yang sebelumnya ia lakukan, berusaha merebut slice cake di tangan suaminya. "Oh iya, cake-ku!" pekik Vania. "Enak saja. Sana ambil sendiri kalau kamu mau!" ujar Andrea dengan nada menjengkelkan. Vania merengut kesal. Ia kembali berusaha merebut satu slice cake yang masih tersisa. Ia harus berjinjit meski telah menggunakan stiletto, karena tinggi Andrea memang di atas normal. "Nggak papa, Van. Biar aku ambilkan saja bagaimana?" tawar Haical yang seketika membuat Vania menoleh. "Boleh, aku memang lagi mager soalnya," jawab Vania seenaknya. "Vania!" tegur Andrea yang membuat Haical mengurungkan niatnya. Sementara itu, Nadien dan Daniel hanya dapat senggol-senggolan karena tidak tahu harus melakukan apa. Mereka bisa menebak, jika Andrea tengah cemburu pada Haical saat ini. Tapi, kenapa Vania tidak juga menyadarinya? "Apa-apaan sih, kok nggak sopan gitu ngomong sama Pak Haical?" tegur Andrea yang mulai risih mendengar percakapan yang terlewat santai antara istri tercintanya dengan Haical. Vania kembali menoleh ke arah Andrea mendengar nada teguran dari lelaki itu. "Orang dia yang nyuruh. Ini itu pesta, jangan terlalu formal! Lagian usia kita kan tidak berbeda jauh. Iya kan, Haical?" Ucapan polos Vania yang begitu licin keluar itu berhasil membuat Andrea semakin panas. "Hmm.. begini saja. Bagaimana kalau kamu kasih cake itu ke Vania, Ndre?" saran Nadien berusaha mendinginkan suasana. Daniel pun segera paham dengan niat baik sang istri yang ingin melerai perdebatan panjang dua manusia konyol di depannya. Ia pun berniat membantunya. "Atau cake-nya aku ambilin aja, Dev? Maukan? Kamu mau berapa?" kali ini suara itu berasal dari Daniel. "Tidak usah," sambar Andrea tajam. Sepertinya laki-laki itu benar-benar sudah termakan api cemburu sekarang. "Nih, ambil nih cake-nya kalau memang kamu mau!" tantang Andrea pada Vania. Tak mau kalah, Vania pun kembali berusaha meraih piring berisi satu slice cake yang sengaja diangkat tinggi-tinggi oleh suaminya itu. Vania kembali berjinjit meski tungkainya mulai terasa ngilu, belum lagi dress-nya yang tidak terlalu nyaman dipakai beraktivitas berat. Dan tanpa sengaja, Vania menginjak dress-nya sendiri yang mengakibatkan keseimbangannya hilang. "Ahh.." Semua mata tertuju pada lima orang yang berada tepat di bawah panggung itu, setelah mendengar teriakan melengking yang keluar dari mulut Vania. Andrea secara refleks melepaskan piring di tangannya, membiarkan sepotong cake yang sedari tadi ia dan Vania rebutkan jatuh ke lantai. Ia berniat menangkap tubuh Vania yang oleng. Namun, ternyata ia kalah cepat. Vania yang saat itu jatuh ke arah belakang, dengan mudahnya sudah lebih dulu ditangkap oleh Haical. Beberapa orang mulai berbisik tentang mereka. Apalagi beberapa tamu yang datang ke pesta itu adalah pegawai rumah sakit yang cukup tau tentang issue cinta segitiga antara Andrea, Vania dan Haical. Andrea melirik ke arah tamu yang lain lalu kembali fokus pada posisi Vania yang saat ini berada di dalam pelukan rivalnya. Sementara itu, Haical berusaha membantu Vania berdiri kembali, meski sedikit sulit karena sepertinya kaki perempuan itu terkilir. "Ssshh.. keadaannya kok jadi memburuk gini?" bisik Daniel di telinga Nadien. "Kamu alihin perhatian tamu undangan dulu, gih! Masalah yang di sini biar aku yang urus," balas Nadien. Daniel pun mengangguk. Ia bergegas naik ke atas podium lalu berbicara dengan mic yang telah disediakan, untuk mengalihkan perhatian tamu undangan. "Dev, kamu nggak papa?" suara lembut itu berasal dari Litha, kakak ipar Vania yang segera berlari menuju tempat keberadaan Vania setelah mendengar teriakan wanita itu. Vania menggeleng sebagai jawaban. Kini ia sudah dapat berdiri tegak meski tangan kanan Haical masih sedikit menopangnya. Tak lama kemudian, Rafael dan Mawar pun datang. "Gimana, Dev? Otak aman? Jangan bilang tambah geser?" tanya Rafael yang membuat Vania berdecak kesal. Di lain sisi, Andrea sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia masih menatap tajam tangan Haical yang memegangi lengan istrinya. Hatinya panas. Ingin sekali rasanya ia menelan pria itu hidup-hidup. Bagaimana bisa ada lelaki yang terang-terangan menyukai istri orang seperti Haical? "Hmm.. Van, kaki kamu nggak papa? Kalau sakit, mending biar diantar Andrea ke dalam. Atau bisa reservasi-" Nadien berusaha memberi saran, namun segera dipotong oleh Andrea yang sudah tidak sanggup lagi menahan kekesalannya. "Tidak usah," potong Andrea cepat. Dengan tidak sabaran, Andrea menarik lengan Vania hingga tangan Haical yang sempat bertengger di sana terlepas. Vania pun sedikit oleng dan meringis, membuat Andrea sadar jika kaki wanita itu terkilir. Andrea mulai membungkukkan badannya, lalu menyelipkan tangannya di belakang lutut Vania kemudian mengangkatnya. "Eh!" kaget Vania. Refleks, Vania mengalungkan tangannya ke leher Andrea. Keduanya sempat bertatapan beberapa detik sebelum Andrea mengalihkan pandangannya. "Saya permisi, Ma, Kak," pamit Andrea pada Mawar, Rafael dan Litha yang langsung mereka jawab dengan anggukan. "Tolong rawat Dev ya, Ndre! Sepertinya dia terkilir," ujar Litha. "Nggak usah khawatir sayang, kaki dia itu tipe kaki Spongebob. Patah satu tumbuh seribu. Selagi otaknya nggak tambah geser, semua aman," sambung Rafael yang segera mendapat cubitan keras dari Litha. "Nadien, selamat atas pernikahan kamu. Kapan-kapan kalian aku undang makan malam bersama sebagai permintaan maaf untuk malam ini," ujar Andrea pada sahabatnya itu. Nadien mengangguk mengerti sembari tersenyum. Setelah itu, Andrea pun berbalik badan dan mulai berjalan melewati keramaian, dengan Vania yang terdiam membeku di gendongannya. Wanita itu terus memandangi wajah suaminya yang seperti pahatan, indah tanpa cela, meski hanya dilihat dari bawah. Wajah itu, selalu saja membuat Vania seolah tersihir. Bahkan ia tidak memikirkan apa yang akan terjadi di rumah nanti, mengingat Andrea masih kesal padanya, belum lagi keadaan kakinya yang sangat menyedihkan kini. ❤❤❤ Bersambung ... Ada yang mau nitip sentilan buat Vania? Gumush nih .... Halo, sampai sini masih bagian gemes-gemes yaa... Kalau ada kritik saran silakan sampaikan di kolom komentar. Terima kasih sudah singgah dan mengikuti kisah Vania dan Andrea
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD