GT-8

1253 Words
-Jika melihatnya saja sudah jadi kebahagiaan luar biasa, apalagi dalam dekapannya- *** Pagi hari ini masih sama, seperti hari biasa. Hanya wanita satu ini, suasana hatinya saja yang lebih berbunga-bunga. Bahkan senyum tak pernah luntur dari wajah manis itu, sambil terus berkutat. Menyiapkan sarapan pagi, untuk kekasih pertama dalam hidupnya. Chantika makin melebarkan senyum manisnya jika mengingat kejadian semalam, semua terasa mimpi karena semua terlalu cepat. Flashback... Mereka menyudahi pelukan hangat tersebut setelah beberapa menit bertahan pada posisi itu. Chantika mengelus rahang kekasihnya yang ditumbuhi bulu halus di sekitarnya. "Aku pulang ya, sudah hampir pagi. Nanti orang tuaku, pasti khawatir saat mereka bangun menyadari aku tak ada dirumah" Riefaldi menggeleng, kali ini dia menggenggam tangan Chantika yang berada dirahangnya. "Kamu menginap saja disini, bahaya kalau kamu pulang" "Gak apa-apa, aku pulang aja. Lagian aku bawa mobil sendiri" "Ya sudah aku antar" Riefaldi bersiap untuk bangun dari ranjang, dia meringis merasakan kepalanya yang berat. Pandangan mata yang berputar. "Kamu nih belum sepenuhnya sadar, justru bahaya, kalau aku diantar kamu" Chantika mencekal lengan riefaldi dan memaksanya untuk tetap diposisinya. "Kamu mabuk al, tadi kamu benar-benar terlihat kacau. Aku gak ngerti kenapa kamu terlihat baik-baik saja. Tapi tetap saja, kamu dalam kendali alkohol." "Tapi sayang aku--" Riefaldi akan mendebat, tapi chantika memotong ucapan dia segera. "Ya udah aku Gak jadi pulang, aku tidur dikamar tamu bawah aja kalau gitu" akhirnya Chantika memutuskan mengalah dari pada harus berdebat dengannya, yang bahkan masih dalam pengaruh alkohol. Riefaldi tersenyum senang, kali ini Chantika seperti kekasih penurut. menghilangkan sikap keras kepala wanita itu, yang biasanya sulit diatur olehnya. Riefaldi mengelus pipi Chantika dan mengecup bibir ranum yang telah jadi candunya. "Aku gak suka baunya." Ucap chantika Jujur Tatapan tajam terlihat dari mata Chantika, dia bukan ingin marah atas yang dilakukan riefaldi karena untuk ke sekian kalinya mencuri kecupan di bibirnya, melainkan karena dia mau memberi peringatan garis keras. "dengar aku al, selama ini aku tidak pernah ikut campur pada privasi dan gaya hidup bebas yang kamu jalani. tetapi, kali ini kalau kamu gak berubah. Maka aku akan benar-benar pergi" Riefaldi terkejut atas ancaman dari bibir manis wanitanya, baru dia ingin bersuara tapi harus tertahan lagi karena Chantika melanjutkan, "ini bukan karena aku yang sekarang berubah jadi posesif,  tapi ini demi kesehatan kamu al" suaranya melembut di akhir kalimat, mampu membuat hati Pria itu berdesir hangat. "Kamu tau sayang, aku tak akan mau berjanji takut aku gak bisa menepati Janjiku. Namun aku akan berusaha, demi hubungan kita menjauhi semua yang negatif" Riefaldi mengecup kening Chantika lama, mampu membuat senyum  bahagia. Chantika memang lebih menyukai seseorang yang lebih baik tak berjanji dari pada tak bisa menepati, sangat menghargai seseorang yang lebih memilih menunjukkan niatnya untuk berubah, daripada hanya bicara. "Kamu lebih baik ke kamar mandi bersihkan diri kamu, aku juga mau istirahat di kamar bawah." Chantika bangkit akan menuju kamar tamu dilantai satu, saat dia selangkah lagi mencapai pintu kamar riefaldi, Dia membalikkan badan dan riefaldi masih setia menatapnya dengan senyum yang tak luntur sedikit pun "selamat malam al, Love You.." Deg.. Betapa bahagia hati Riefaldi dengar kalimat terakhir Pacarnya itu, sebelum menghilang dari hadapannya.  *** Sepasang tangan yang melingkar tepat pada perutnya membuyarkan lamunannya, aroma mint tercium hidungnya karena saat ini wajah Riefaldi tepat menempel dengan pipinya. "Selamat pagi Sweet Heart, sedang melamunkan ak, Ya? sampai tak sadar, aku panggil kamu dari tadi hm.." Riefaldi mengecup pipi Chantika dengan gemas Sejak selesai mandi, keluar dari kamar. Riefaldi langsung turun ke lantai satu, dia masuk ke kamar tamu yang ditempati Chantika. Dia tak menemukan wanita itu disana, sehingga dia mencari ke penjuru rumah dengan terus memanggil namanya, untung salah satu pekerja rumah memberi tahu dimana keberadaan kekasihnya ini. "kamu nih masih aja percaya dirinya tinggi sekali, lepas.. ini tangan kamu buat aku susah gerak" Riefaldi terkekeh melihat wajah Chantika yang kini dihiasi semburat warna merah merona, dia bukanya melepaskan pelukan itu malah memeluk semakin erat. Hingga kini mengecup bahu Chantika berulang kali. "Aku percaya diri cuman sama kamu, biar aku bantu. Masak apa untuk sarapan kita kali ini, sayang?" Chantika mendengus kesal "Ya Ya.. terserah kamu aja! bantu apanya? Kalau begini yang ada kamu mempersulit aku al!" Chantika memutar tubuhnya, Riefaldi masih tak melepaskan pelukannya. pandangan mereka bertemu, Riefaldi yang tak tahan, langsung mengecup bibir ranum manis yang menjadi candunya. Pertama hanya sekali.. Dua kali.. dan yang ketiga menjadi lumatan hangat, Riefaldi melumat bibir atas Chantika lalu turun menggigit bibir bawah dengan gemas dan sukses membuat Chantika mencubit lengan atasnya. Chantika membulatkan matanya "Ih m***m banget sih al, sakit tahu digigit gitu!" gerutunya kesal Riefaldi terkekeh dan mencuri sekali lagi kecupan tepat di bibir "Morning kiss, sweet Heart" Sebelum dapat cubitan darinya, dia langsung berlari meninggalkan Chantika yang sudah kesal bukan main saat ini. "AL AWAS YAH KAMU. Ih nyebelin"                                 *** Setelah mereka selesai sarapan, Riefaldi tak membiarkan Chantika untuk pulang, mengendarai mobil sendiri. Disini lah mereka berada, tepat di halaman rumah keluarga Wijana. Chantika masih pada posisinya, duduk dibangku penumpang mobilnya. setelah sedikit berdebat tadi, akhirnya mereka memutuskan menggunakan mobil Chantika dan mungkin riefaldi nanti akan pulang memesan taksi Online. Hari ini merupakan hari minggu, yang sudah pasti orang tua Chantika ada di rumah, Hal ini lah yang membuat mereka masih di dalam mobil. Karena masih mencari alasan yang tepat untuk mereka berikan kepada orang tua Chantika. "Al kamu langsung pulang aja deh, biar Gak banyak pertanyaan dari papa sama mamahku. Nanti aku bilang menginap dirumah Linta atau temanku yang lain, kalau kamu ikut masuk mereka akan curiga apalagi kamu Gak bawa mobil" Chantika menatap kekasihnya, coba memberi pengertian pada Riefaldi yang kekeh ingin bertanggung jawab menjelaskan pada orang tuanya. "Aku pria dewasa yang penuh tanggung jawab asal kamu ingat, sayang" satu tangan riefaldi terulur mengelus pipi Chantika. "Kamu Ini ya, tanggung jawab? Memang kita Berbuat apa? Udah gak usah ngaco, kamu mau masuk terus ngomong jujur ke papah 'om maaf semalam saya bertengkar dengan putri om, terus saya frustasi lari ke Kelab dan berakhir mabuk, putri om jemput saya ke Kelab, dengan keadaan saya yang hampir tak sadarkan diri. karena pengaruh minuman, terus Chantika antar saya pulang. Berlanjut sampai saya tahan Chantika untuk menginap dirumah saya'  gitu? Gila kamu, yang ada papa gantung kamu. Sementara Aku berakhir dengan ceramah papa sepanjang sisa umur aku.. belum lagi nanti papa bilang ke kedua kakakku. Oh my good aku tak bisa bayangkan itu kalau sampai--" Ocehan Chantika dihentikan dengan ciuman di bibirnya. Riefaldi tersenyum sejak mendengar kekasih dia tak berhenti bicara. Itu membuat dia gemas, tak tahan untuk mencium bibirnya itu. Chantika berhasil menghentikan riefaldi, dia mendelik menatap tajam riefaldi dengan napas yang masih tak teratur. "Al kamu Ini ya, mau buat aku mati? m***m tau gak, Ya Tuhan.. mimpi apa aku harus punya sahabat selama ini mesumnya gak ketolongan! betapa malangnya aku, yang mau jadi kekasih pria ini sekarang!" Riefaldi bukan tersinggung, dia malah tertawa kencang. "Bukan malang nasib kamu sayang, tapi betapa beruntungnya kamu dapat pria tampan sepertiku" Chantika memutar bola matanya malas "Ya ya.. Nggak ada gunanya berdebat sama manusia yang telah terlahir dengan sejuta percaya diri, yang sangat berlebihan sepertimu!" Chantika keluar dari mobil dan berjalan masuk kedalam rumahnya, tanpa mau menunggu kekasihnya yang masih terus tertawa. Hidup itu teka-teki yang terkadang membuat manusia harus berpikir keras, yang terkadang Jawabannya bahkan tak terlintas dipikirkan. Begitulah mereka, belasan tahun menjalani kisah persahabatan, mencari jawaban atas kenyamanan yang menjanjikan. Berakhir dengan jawaban saling mencintai, bahkan tak terlintas dalam pikiran mereka selama menjalani persahabatan. Walaupun tanpa mereka sadari keduanya bukan tak merasakan, namun berusaha menampiknya tanpa ingin melukai satu dan lainnya. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD