Diftan pagi ini bangun dengan hati yang benar-benar ringan sepertinya tanpa beban. Semua beban dan rahasia yang selama ini di pendam sendiri tanpa bisa membaginya dengan bantuan seakan telah hilang tak berbekas. Dengan Illyana ia mengaku bisa leluasa mencurahkan isi perasaan.
Sosok Illyana yang sabar, dewasa dan keibuan seakan memberi Diftan kesempatan senang terima kasih ibu yang tak pernah ia terima sejak kecil.
"Assalamuallaikum Mas," ucap Illyana lembut membangunkan Diftan untuk bersama shalat Subuh.
Bukannya cepat bangun Diftan malH menarik Illyana hingga jatuh tepat diatasnya, mencium keningnya sekilas, kemudian memeluk Illyana dengan erat masih dengan mata terpejam.
"Mas, bangun! Subuh dulu," ucap Illyana mencoba membangunkan Diftan, sambil bertanya apa pun yang sudah dibuka itu.
"Habis Subuh ngapain Yaank?" kata Diftan masih enggan melepas pelukannya.
"Ngapain Mas?" Illyana mengeryit dengan pertanyaan Diftan. "Ya, palingan bantuin bik Sum masak di dapur, habis itu nyiapin Zidan yang mau sekolah," ucap Illyana lagi.
"Istriku ini rajin sekali sih Sayang? Bantu bik Sum masak, bantuin Zidan siap-siap mau sekolah, tapi kamu mau terima kasih Yaank, masak semua terima kasih tapi aku nggak?" Diftan berkata dengan manja pada Illyana.
Seumur-umur baru kali ini seorang Diftan mengundang menjauh seperti ini. Selama hampir tiga puluh tahun berumurnya, baru dengan Illyana ia akan bermanja-manja, dulu saja saat masih dekat dengan Cindy sikapnya tetap dingin dan cuek, dan menegaskan setuju. Cindy sendiri sangat manja diundang dulu. Apa-apa yang harus dituruti, padahal Diftan sendiri juga butuh sesekali untuk dimanjakan dan sekarang rasa itu bisa didapat dari Illyana perempuan cantik yang sudah halal didapat.
"Pilih terima kasih? Ya Allah maaf Mas, kamu mau bantuin apa? Bisa nanti pasti aku bantu."
Diftan tersenyum penuh arti menatap wajah Illyana.
"Bantu melepas hasrat cinta yang sudah ingin meledak Sayang," bisik Diftan tersenyum.
Meskipun ini bukan yang pertama kali Diftan merayu-nya seperti ini, tapi tetap saja rasa canggung dan malu masih mengandung Illyana. "Subuh dulu Mas," sahut Illyana memenuhi wajah meronanya.
"Habis subuh, janji ya Sayang?"
"Heum, insya Allah."
"Ayah, Bunda lagi ngapain?" seperti biasa si kecil Zidan akan menerobos masuk ke kamar Diftan dan Illyana saat pagi tiba Subuh. Illyana memang sudah membiasakan memasang alarm di kamar Zidan, agar putra kecilnya itu berhasil bangun saat mempersiapkan waktu Subuh.
Illyana tergagap dan langsung bangun dari atas tubuh Diftan saat mendengar suara dari putra kecilnya itu.
"Ayah sama Bunda lagi ngapain sih?" tanya Zidan sekali lagi. Zidan memang sangat kritis sekali, jika ia meminta sesuatu tetapi belum mendapat jawaban maka ia akan terus bertanya sampai mendapat jawaban. "Kog Bunda boboknya di atas Ayah," tanya Zidan dengan polosnya.
"Eh, itu Sayang, tadi Ayah susah bangun, makanya Bunda bangunin Ayah dengan cara kayak tadi, Zidan juga sering kan Sayang bangunin Ayah seperti Bunda tadi." terang Illyana mencoba memberi jawaban yang tepat pada si kecil Zidan.
Zidan terlihat mengangguk mendengar jawaban Illyana. "Iya Bunda, Zidan juga sering kog bangunin Ayah seperti Bunda tadi, tapi Zidan cuma duduk di atas perut Ayah, nggak pake bobok-an kayak Bunda tadi."
Cerca Zidan kali ini membuat tawa Diftan pecah. Illyana jadi salah tingkah sendiri dengan ucapan Zidan.
"Zidan Sayang, Ayah sama Bunda siap-siap dulu ya, Zidan tunggu di mushola ya Nak," ucap Diftan dan Zidan pun menurut segera beranjak ke mushola.
Sebenarnya yang mereka minta dengan mushola adalah salah satu kamar tamu yang tidak terpakai, kemarin Illyana sengaja meminta Diftan untuk membuat kamar tersebut sebagai mushola kecil. Disitu biasanya Illyana melakukan aktivitasnya mengajari si kecil Zidan mengaji.
Usai Subuh berjamaah, ternyata Diftan tidak lupa dengan apa yang telah dimintanya sebelumnya pada Illyana. "Sayang, ayo penuhi janjimu tadi untuk membantuku," katanya menagih janji.
"Mas, tapi kan Zidan -"
"Menolak suami itu hukumnya apa ya Sayang?"
"Iya Suamiku, aku tidak menolak."
Hmm..Diftan selalu akan mengatakan hal itu pada Illyana jika diinginkannya ditolak. Meskipun tidak menolak Illyana hanya meminta canggung saja jika nanti Zidan bertanya kenapa Ayah sama Bunda lama di kamarnya, mengapa pintunya dikunci. Biasanya pake nggak dikunci. Kalau sudah begitu, Illyana angkat tangan untuk menjawab tanya lelaki kecilnya itu. Diftan lah yang akan menjawabnya, tapi tak jarang mendapat pelototan dari Illyana karena jawaban Diftan yang agak ngawur menurutnya untuk ukuran anak sekecil Zidan.
"Ayah sama Bunda lagi bikin adik buat Zidan. Zidan mau punya adik kan Nak?" Diftan yang frontal di depan Zidan beberapa waktu yang lalu mendapat pukulan kecil di atas dari sang istri. Diftan hanya tertawa saja jika sudah suka itu.
"Mau Ayah, Zidan mau adek yang lebih. Zidan nggak boleh lihat ya Yah, kalau lagi bikin adik." tanya Zidan lagi saat itu.
"Nggak boleh Sayang, nanti boleh dilihat adiknya nggak jadi-jadi." sahut Illyana ikut menjawab pertanyaan Zidan. Nah, lho tadi Diftan di pelototin waktu menjawab, sekarang dia malah ikut-ikutan menjawab seperti itu.
Sama-sama berpeluh melepaskan hasrat cinta di pagi hari seusai subuh bukan untuk yang pertama kalinya. Tapi tetap saja Illyana akan dibuat melayang dengan gombalan-gombalan Diftan yang terdengar menggelikan di telinga Illyana. Agak aneh saja menurutnya, seorang dokter Diftan Aliandra yang awalnya lebih dingin dan cuek, bahkan tidak ada kepedulian sama sekali, kini berubah menjadi raja gombal jika sedang bersama istri tercintanya.
"Yaank,
"Apa Mas ,?"
"Kamu tahu nggak kenapa Allah men-takdirkan aku untuk jadi Dokter, selain untuk membantu merawat pasien."
"Memang apa Mas?"
"Aku juga baru tahu kalau aku juga ditakdirkan untuk selalu memberikan suntikan cinta untukmu Yaank," kata Domban Kemiftah seusai mereka melepas hasrat bersama. Illyana hanya tertawa saja mendengar kata-kata yang terdengar agak lebay itu. 'Mulai kapan punikuiku jadi lebay begini.' batin Illyana dalam hati.
"Iya Mas, kamu itu memang dokter cintaku, khusus hanya bisa memberikan suntikan cintamu untukku." sahut Illyana ikut terbawa kata-kata gombal si Mas Dokternya. Illyana sampai menutup mulutnya untuk menahan tawa karena geli dengan apa yang ia ucapkan sendiri.
"Sayang, kamu tahu nggak kalau kamu itu ibarat kunci ajaib." ucap Diftan lagi dengan kalimat gombalannya.
"Kunci ajaib Mas?"
"Iya kunci ajaib yang diberikan Tuhan untuk dibuka hatiku yang lama ditutup dengan ketulusan cintamu," Aih..si Mas Dokter, sukanya gombal-gombalan sekarang. Illyana cuma bisa tertawa saja kalau kalimat gombalan dari Mas Dokternya sudah keluar. Selamat menikmati, tertawa bersama seakan tanpa beban. Bahagia itu memang sederhana, bebas dari orang itu sendiri yang membuat sulit dan ribet berhasil sendiri dengan berbagai pikiran-negatif, padahal banyak sekali manfaatnya jika mau tetap berpikir positif dan tidak berprasangka buruk.
"Hmm, sudah Mas, kalau kamu ngegombal terus lama-lama aku bisa sesak napas kekurangan oksigen."
"Gapapa Yaank, nanti biar aku yang kasih napas buatan. Mana sini aku terima kasih napas buatannya." kata Diftan menedekatkan bibirnya pada bibir Illyana.
"Itu namanya modus Mas,"
"Gapapa Yaank, kan modenya sama istri sendiri. Halalan Toyyiban, malah dapet berkah dan pahala, syukur-syukur dapet anugrah bayi juga." timpal Diftan yang diaminkan oleh Illyana.
"Mas, siang nanti aku boleh nggak ke rumah Mama nanti," izin Illyana saat membantu Diftan memakai pakaian kebesarannya membantu memakaikan jas dokter.
"Boleh Yaank, tapi dianter sama sopir ya, siang nanti aku ada jadwal oprasi, jadi maaf ya nggak bisa nemenin kamu ke rumah Mama,"
"Iya Mas, gapapa."
**
Seusai mengantar Zidan ke sekolah Diftan langsung berangkat ke rumah sakit. Hari ini jadwalnya lumayan padat. Ada beberapa tindakan yang harus dilakukan. Ia juga sudah berpesan pada Illyana jika nanti akan pulang agak telat.
Siang ini Illyana pergi ke rumah Annisa Mamanya. Rasanya sudah lama sekali tidak pernah mendengar kediaman orangtuanya sejak Illyana di persunting Diftan dan pindah ke rumah barunya bersama Diftan.
"Assalamuallikum Ma,"
"Waalaikumsalam Illyana," bu Annisa langsung berhambur memeluk putri kesayangannya yang saat itu tahu Illyana datang mengunjunginya.
"Mama apa kabar? Illyana kangen sekali sama Mama dan Papa." katanya tanpa kalah memeluk mamanya.
Wajah bu Annisa terlihat sendu saat melihat putri sewata wayangnya itu. Ada rasa senang di senang karena tidak memberi tahu Illyana tentang Diftan dan Zidan yang sudah kedua tahu Illyana disetujui sebelumnya.
"Mama kenapa?"
Bu Annisa memegang kedua tangan Illyana seakan memegang sangat yakin sekali. "Maafkan Mama dan Papa ya Nak ,?" ucapnya membuat Illyana mengernyit bingung.
"Kenapa meminta maaf Ma? Memangnya Mama sama Papa salah apa?" tanya Illyana bingung.
"Maaf Nak, karena sebelumnya Mama dan Papa tidak pernah berbicara tentang Diftan dan ..." ucapan bu Annisa menyambut.
"Zidan maksud Mama?" sahut Illyana tersenyum pada Mamanya. "Tidak apa Mam, Illyana tidak marah sama Mama dan Papa, sebaliknya Illyana harus berterimaimakasih karena telah menjodohkan Illyana dengan lelaki yang baik seperti Mas Diftan, dan juga berkat itu sekarang Illyana bisa menjadi anak semanis Zidan." Illyana menceritakan tentang Diftan yang sangat memperhatikan dan juga menyayanginya dan juga tentang si kecil Zidan yang lucu dan sangat manis sekali. Bu Annisa hampir tak percaya saat mendengar cerita Illyana, karena setahu dia dari pak Anwar papanya Diftan. Diftan itu orangnya keras dan tidak suka dibantah, dia juga senang dingin pada pembicaraan. Tapi apa yang di dengarnya sekarang dari putrinya sungguh berbanding terbalik dengan apa yang ia dengar sebelumnya.
"Alhamdulilah Nak kalau kamu bahagia sama pilihan Mama dan Papa," ucap bu Annisa ikut trenyuh mendengarkan cerita Illyana.
"Iya Ma, semoga Allah selalu memberkahi pernikahan kami ya Mam, doa dari Mama selalu Illyana yang diharapkan, Illyana bukan apa-apa tanpa Mama, tanpa doa-doa dan terima kasih sayang dari Mama." airmata bu Annisa merebak mendengar penuturan Illyana. Putri kecilnya yang dulu selalu di manja dan tak pernah jauh darinya kini telah dewasa sudah berkeluarga dan menjadi lebih bijak. Serasa baru kemarin bu Annisa mengandungnya, menimangnya, sekarang tak terasa waktunya sudah dua puluh satu tahun lamanya.
"Doa Mama akan selalu menyertai setiap langkahmu Nak," katanya memeluk erat putri kecilnya yang kini sudah tidak kecil lagi, namun rasa ingin memeluk dan memanjat selalu ada dalam hati.
Seusai kunjungan Mamanya Illyana ingin kembali ke rumah. Tapi di tengah jalan tiba-tiba ia sangat ingin mengunjungi Diftan ke rumah sakit. Lagi pula jalannya searah dari rumah Mama, jadi apa salahnya sesekali mampir. Begitu pikirnya.
Setelah bertanya pada resepsionis di mana di ruangan Diftan, Illyana segera beranjak ke ruang tunggu dan akan menunggu di sana, karena tadi salah satu suster mengatakan jika Diftan sedang menunggu pasien.
"Kamu? Mau apa kamu kesini?"
Langkah Illyana terhenti saat mendengar seseorang menyapanya tapi dengan nada sinis.
"Mbak Cindy, Assalamuallaikum mbak," ucap Illyana tersenyum sopan pada Cindy yang menatapnya sinis.
"Mau ngapain kamu kesini? Kamu tahu kan kalau Diftan sedang sibuk pasien bisa-bisa konsentrasinya repot kalau kamu ada di sini." pertanyaan dan ucapan Cindy terdengar aneh di telinga Illyana. Jelas-jelas Diftan membantu pekerjaan di rumah sakit ini, yang pasti akan meminta persetujuan lah, mengapa keppo sekali jadi orang, kog mau tahu urusan orang lain. Illyana membatin dalam hati. Tapi kemudian dengan cepat mengucap isthigfar karena meminta kesal dengan pertanyaan Cindy.
"Maaf Mbak, saya kesini mau ..."
"Yaank," belum sempat Illyana menerima kata-katanya saat Diftan datang dari arah belakang dan mengundangnya. Illyana dan Cindy menoleh Diftan bersamaan.
"Mas Ayank," ucapnya memanggil Diftan. Diftan mengeryitkan kening. Sejak kapan istriku memanggi dengan embel-embel 'Ayank' seperti barusan. Begitu pikirnya.
Diftan menghampiri Illyana kemudian mengecup keningnya dengan lembut. Tidak peduli ada sesosok lainnya yang berdiri di antara mereka dengan tatapan tak sukanya.
"Kenapa nggak dinilai-mau kalau mau kesini Sayang?" tanyanya pada Illyana.
"Memang kenapa? Apa Mas Ayank takut aku akan ganggu konsentrasi pekerjaan Mas?" tanya Illyana menatap Diftan penuh selidik.
"Bukan Yaank, jika kamu tahu kamu kesini, aku bisa membeli shuttle kamu tadi di rumah Mama." kata Diftan menambahkan keringat di ujung dahi Illyana.
"Nggak papa Mas, aku kangen sama kamu, makanya aku mampir kesini habis dari rumah Mama," ucap Illyana dengan nada manjanya. Illyana memang sengaja ingin menunjukkan pada Cindy bahwa Diftan itu miliknya dan hanya untuknya. Tidak peduli dengan tatapan dan tidak suka Cindy yang datang menuju. Illyana hanya meminta apa yang menjadi hak-nya. Pepatah dinilai, jangan pernah memberi sedikit celah pada orang lain yang ingin menerobos masuk ke dalam kehidupan rumah tanggamu. Illyana hanya mempertahankan apa yang harus ia pertahankan.
Sementara Cindy terlihat muak sekali melihat kemesraan dikirim Adam dan Hawa dalam wujud Diftan dan Illyana.
"Kamu tahu nggak, aku juga kangen banget sama kamu," ucap Diftan.
'Bohong kamu Mas, "Illyana hanya bercanda saja. Ia tahu apa yang benar-benar Diftan adalah benar.
" Kog bohong sih Yaank, beneran lho. "
" Bagaimana kog kangen. " Yang diam-diam mengagumi keputusan itu. Illyana tahu dari tatapan mata Cindy, jika perempuan itu masih menyimpan rasa pada Diftan. Mengapa harus orangutan, melewati sana kan tidak kurang lelaki bebas yang siap untuk ia raih.
Diftan menangkup wajah Illyana dengan tampilan yang diinginkan. "Kau mau tahu kenapa? Jawabannya adalah karena aku mencintaimu Illyana-ku. "Ucap Diftan dengan tegas dan nyaring, sehingga Cindy pun dapat mendengarkannya mengingat Diftan untuk Illyana.
Illyana tersenyum mendengarkan ucapan Diftan. "Mencintaimu juga Mas Dokterku," ucap Illyana membalas balas cinta Diftan.
"Kita ke ruanganku saja Yaank, kangen-kangenannya di sana, di sini panas, tuh lihat keringat kamu keluar terus." katakan Diftan kembali menyeka keringat Illyana diucapkan.
Diftan menggenggam erat dan mesra tangan Illyana saat berjalan beriringan ke ruangannya. Meninggalkan Cindy yang masih mematung berdiri di tempat dengan wajah yang sulit di artikan.
Sepanjang berjalan menuju ruangannya, tidak sedikit tatapan para perawat dan dokter perempuan yang memandang iri pada Diftan dan Illyana. Rupanya mereka harus siap patah hati melihat dokter tampan yang selama ini menjadi idola di rumah sakit sudah tidak sendiri lagi. Ada perempuan cantik yang berjalan di sisinya. Lengkap kejutan sekali rupanya dokter Diftan ini. Selama ini terkenal dingin dan cuek, bahkan pada benerapa dokter perempuan yang berusaha mendekatinya hampir tidak pernah terlihat membawa menggandeng pacar tapi tahu-tahu sekarang menggandeng seorang istri. Begitulah mungkin berpikir mereka.
Karena kemarin saat pernikahan Diftan dan Illyana hanya beberapa yang mendapat undangan dan mengetahui jika Diftan sudah melepas masa lajang.
######