Malam kian larut. Dinar terbangun dengan kondisi perut merasa lapar. Karena rasa takut yang berlebih, membuat mereka tidur tanpa makan malam dan bahkan lupa untuk sholat isya. Dia membuka matanya perlahan, suara kukukan burung hantu terdengar jelas di telinganya. Udara dingin di pedesaan saat malam hari serasa menusuk kulit hingga sampai tulang. ‘Duh, kenapa malah bangun, sih. Biasanya juga nggak pernah kebangun malam hari, mana sepi.’ “Din ... Dinar.” Sayup-sayup terdengar suara Dewi dengan lirih memanggil nama Dinar. Dia tak kunjung menjawab, sebab memastikan jika itu beneran si Dewi yang memanggilnya. “Din ... Dinar.” Suara Dewi kembali terdengar lagi. “Siapa?” teriak Dinar. Dia hafal dengan suara Dewi, tetapi entah kenapa suaranya terdengar lebih lirih tak seperti biasanya. “Aku D