14 - Resmi Berpisah

1680 Words
Beberapa waktu kemudian. Bagas jadi sering datang, eh bukannya sering, tetapi setiap hari datang. Seperti misalnya hari ini. Hari ini adalah minggu, Bagas sudah nongol aja di rumah orang tua Fira. "Rayyan!" panggil Bagas. Ceklek, seseorang membuka pintu. Dan itu adalah ibunya Fira. "Gas bosen tante liat kamu!" sinis Ibunya Fira. Tetapi Bagas malah tertawa kecil, seperti yang tidak sakit hati. "Ish tante jangan ngomong gitu dong, nanti entar aku jadi mantu beneran loh, hehehe." sahutnya, santai. Sedangkan, Ibunya Fira hanya memsang raut malas, tentu saja hanya bercanda. "Siapa mam?" Fira bertanya dari dalam, dan nongol dari belakang ibunya. "Ck, kamu Gas. Mau ngapain pagi-pagi udh nongol aja?" Fira berkata dengan ketus. "Om Bagas!" teriak Rayyan dari belakang Fira, dan langsung dengan setengah berlari menubrukkan tubuhnya ke arah Bagas. "Kesayangannya papa, eh Om!" ralat Bagas sambil terkekeh. Karena Fira sudah memelototinya horor. "Lari paginya jadi kan Om," tanya Rayyan. "Jadi dong!" jawab Bagas. "Izin ajak Rayyan lari pagi ya?" ujar Bagas, matanya menatap Fira lekat dengan bibir tersenyum tipis, sungguh tampan rupawan. "Aku takut kamu culik Rayyan!" sahut Fira asal. "Kalau begitu Mbak Fira ikut aja sekalian, " ujar Bagas antusias. "Ogah!" sahut Fira cepat. "Mam ikut aja, ayo mam!" rajuk Rayyan, anak itu beralih ke arah Fira dan mengguncang lengannya. "Nggak bisa Ray, mama ada janji sama Om Yudha. Mau ngomongin hal yang penting." Fira berkata lembut. Rayyan mencebikkan bibir. "Kan ada kakak!" sahut Tiara, yang nongol dengan kakeknya. "Kamu ikut juga Ara?" Fira melihat penampilan Tiara, yang sudah memakai setelan olah raga. "Iya, kakek juga katanya mau ikut," jawab Tiara. Fira menghembuskan napas pelan, Bagas sepertinya sedang cari muka. Itulah pikiran Fira. "Ya ampun Bapak mau ikut juga!" Ibunya Fira geleng-geleng kepala. Bapak Fira mengangguk." Iya jagain cucu," jawabnya santai. "Kalau ayah ikut baiklah," ujar Fira. "Mbak gak mau ikut?"tanya Bagas, berharap agar Fira ikut sebenarnya. Fira menggeleng pelan. "Ya sudah kalau begitu," akhirnya Bagas pergi dengan Rayyan,Tiara dan ayah Fira. Sementara, Fira lebih memilih memeriksa keuangan toko online miliknya yang gudngnya berada di kota ini, yang selama ini diurus oleh Arini. Beberapa saat kemudian,Yudha datang untuk membicarakan sidang berikutnya. Mereka bicara serius dan hanya Fokus untuk hal itu saja. Setelah selesai membicarakan urusan perpisahan dengan Leo, barulah Yudha bicara di luar topik itu. "Aku lihat Bagas sering datang, sepertinya dia coba mendekatimu," ujar Yudha. Fira mendongakkan wajahnya."Jangan sok tau," padahal dalam hati, Fira pun tau maksud Bagas. "Aku lelaki, bisa paham maksudnya. Tapi, jika kamu bahagia dengannya, aku hanya mendo,akan kebaikanmu. Itu saja." Yudha tersenyum, meski sebenarnya patah hati. "Tidak! Itu tidak benar! Aku sama sekali tak menyukai Bagas, aku hanya menganggapnya teman tak lebih dari itu," sahut Fira cepat. "Benarkah?" Yudha tersenyum tipis, dengan mata menyipit menatap Fira dengan lekat. Seolah menunjukkan rasa tak percaya, dari sorot matanya. "Apaan sih! Kamu nggk percaya ya?" rajuk Fira, yang hanya membuat Yudha semakin gemas dan jatuh cinta semakin dalam. Dengan cepat, Yudha membuang muka ke arah lainnya. Berusaha menetralkan degup jantungnya yang mulai tak beraturan itu. Perasaannya untuk Fira memang tak pernah hilang, meski dia pernah menikah dengan wanita lainnya dulu, yang memang berakhir perpisahan. Bahkan, mantan istrinya adalah Salma yang merupakan wanita yang pernah Leo, suami Fira nikahi di masa lalu. Pertemuannya kembali dengan Fira, membuka kembali ruang dalam hatinya yang sempat tertutup. Dan kini mereka intens bertemu membuat rasanya semakin berkembang kembali. Wanita sederhana, dan berhati lembut meski terkadang suka menunjukkan sikap judesnya. "Ra, jangan bersikap seperti ini. Tau tidak, aku semakin jatuh cinta kepadamu saja," bisik Yudha pelan. Fira langsung diam seribu bahasa. Memangnya apa, yang sudah dia lakukan? Apa dia bersikap berlebihan di depan Yudha? Fira bertanya-tanya dalam hati. "Mama!" terdengar suara Rayyan yang memanggil, diiringi nongol dari ambang pintu utama. Fira dan Yudha memang berada di ruang depan dengan pintu terbuka supaya tidak menimbulkan Fitnah, karena ibunya tadi pamit ke warung sebentar katanya. "Ray, udah pulang?" Fira tersenyum merekah. Untunglah, Rayyan segera datang ditengah kecanggungannya karena Yudha. Sungguh menyelamatkan! "Mam, Om Bagas mana?" Rayyan celingukan. "Loh kok nanya mama sih, kan kamu tadi berangkat bareng sama Om Bagas?" Fira mengernyit heran. "Tadi kita balapan saat pulang, dan Om Bagas yang menang. Aku pikir Om Bagas udah ke sini, wah Om Bagas jahat! Masa pulang gak pamit dulu ke aku," rajuk Rayyan dengan muka cemberut dan mata berkaca-kaca. "Mungkin Om Bagas ada keperluan penting, sini sama Om Yudha aja." Yudha tersenyum hangat merentangkan kedua tangannya. Rayyan menghampiri dan langsung duduk di pangkuan Yudha. Hati Fira mencelos, teringat Leo. Dulu, Leo sering memangku Rayyan dan mengajaknya bermain bersama. Mata Fira mulai berembun, dadanya bergolak hebat. Tidak tau kenapa, tapi dia sangat ingin bertemu Leo saat ini. "Kamu kenapa Ra?" Yudha melihat raut Fira yang berubah sedih. Fira menggeleng pelan, bibirnya dia paksakan tersenyum. "Tak apa, aku ke toilet dulu sebentar ya." ujar Fira. Yudha mengangguk pelan, memerhatikan Fira yang melangkahkan kaki keluar dari ruangan ini. Fira masuk ke kamar mandi yang berada di dekat dapur. Sesampainya di kamar mandi setetes air mata mulai mengalir. "Tidak boleh! Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri untuk tak menangisi Mas Leo lagi!" gumamnya, dengan cepat dia mencuci mukanya beberapa kali. Menghela napas dalam dan mengembuskannya dengan selembut mungkin. Melupakan rasa sakit hati, dan kenangan tak semudah itu ternyata. Mungkin mudah untuk orang lain mengatakan, 'lupakan dia! lupakan orang yang sudah menyakiti hatimu!' namun nyatanya, apa yang diharapkan dan apa yang di katakan tak mudah untuk dilakukan. Fira keluar dari kamar mandi setelah beberapa menit di sana. Dia bertemu ibunya di dapur. "Ra, kata Rayyan Bagas langsung pulang. Apa dia nggak pamit dulu sama kamu?" tanya Ibunya. Fira menggeleng," Nggak," jawab Fira bingung kenapa Bagas tidak pamit. Sungguh tak biasa. "Loh kenapa anak itu, padahal tadi di jalan sempat ketemu sama Ibu saat pulang dari warung. Katanya, dia sudah dari rumah dulu." Ibunya tampak bingung, seperti sedang memikirkan sesuatu. Fira berpikir keras, dia tersentak dan hatinya langsung tidak nyaman saat mengingat sesuatu. "Apa dia mendengar semua perkataanku kepada Mas Yudha ya? Apa perkataanku yang mengatakan tak menyukai Bagas kepada Mas Yudha, dia dengar. Semoga dia nggak marah," gumam Fira dalam hati. "Ada apa Ra?" tanya Ibunya heran, saat melihat raut wajah Fira yang seperti sedang memikirkan sesuatu. Fira menggeleng pelan, tersenyum tipis dan mengatakan kalau tak ada apa-apa. Fira kembali ke ruang depan, tampak Tiara, Rayyan, Yudha dan ayahnya sedang berbincang hangat. Seperti biasa celotehan Rayyan lebih mendominasi. Fira bergabung, namun lebih banyak diam. Dia jadi memikirkan Bagas sekarang, merasa tak enak hati saja. Bukannya, karena jatuh cinta. Beberapa hari berlalu, Bagas tak pernah datang lagi atau pun menghubungi, meski sekedar berkirim pesan. Membuat Fira merasa bersalah dan tak nyaman. Tapi, dia sama sekali tak menghubunginya untuk klarifikasi. Fira terlalu sibuk mengurusi perceraiannya dengan Leo. Sidang berikutnya kembali di adakan. Kali ini Leo datang, wajahnya tampak pucat dan tubuhnya lebih kurus. Rupanya, Leo sakit selama beberapa minggu terakhir ini. "Ra, aku tidak akan menghalangimu. Aku akan mempermudah segalanya. Tapi, aku berharap bisa rujuk suatu hari nanti," ujar Leo sesaat sebelum sidang. Mia yang berdiri di samping Leo langsung melirik suaminya dengan mata membelalak tak suka, raut wajahnya langsung tampak suram dipenuhi ketidak sukaan. Fira yang berdiri di samping Yudha, menatap Leo lekat. Tanpa senyuman dan raut wajah yang tampak datar dia berkata, " Urus saja istrimu sekarang, tidak perlu memikirkan tentang aku lagi. Aku dan anak-anak akan bahagia dan melanjutkan hidup. Kami akan bahagia tanpamu," ujar Fira penuh penekanan. Leo terkekeh, melirik Yudha dengan sinis. "Aku rasa kamu sudah menemukan penggantiku. Benar, kan?" ujarnya ketus. "Maksudmu apa!" rasanya, Fira sangat kesal kepada pria tampan mantan suaminya itu. "Kamu tau betul maksudku," jawabnya masih ketus dengan nada sinis. Sedangkan Yudha, bersikap santai. Dia tersenyum ramah. "Daripada berdebat, mari kita segera menuju ruang sidang. Sebentar lagi akan dimulai," tak mau menanggapi perkataan Leo yang sebenarnya seperti ingin mengajaknya bertengkar. Leo mendengus, kesal dengan perkataan Yudha. "Iya mas ayo!" Mia memeluk lengan Leo, matanya menatap Fira judes. Sekarang, Mia sudah berani bersikap seperti itu kepada Fira. Mungkin, karena merasa sudah menjadi nyonya besar. Fira tak mau ambil pusing dengan sikap Mia. Dia langsung pergi dengan Yudha menuju ruang persidangan. Leo dan Mia, mengikuti mereka. Tok Tok Akhirnya keputusan hakim turun. Fira dan Leo resmi berpisah. Untuk harta Gono Gini, Fira sama sekali tak mau serakah dan tak mau ambil pusing. Semuanya dibagi dua. Kecuali, Ruko miliknya. Yang merupakan hasil kerja keras, yang ia rintis dari nol, hingga sukses. Dan Leo pun tak mau menggugatnya. Dia tak mempermasalahkan harta gono gini. Apalagi, semuanya dari awal memang Fira lah yang membantunya berbisnis, sehingga ia se sukses sekarang ini. "Selamat ya, Mbak Fira." Bagas mengirimkan pesan kepada Fira, pesan pertama setelah beberapa hari terakhir tak pernah menghubunginya. Tidak tau kenapa, tapi Fira merasa lega. Artinya Bagas tidak marah kepadanya. Meki begitu, dia ingin menanyakan sesuatu kepadanya. Fira hanya membaca tanpa membalasnya. "Apa kamu bahagia sudah lepas dariku, Ra?" Fira terperanjat, saat mendengar suara Leo. Leo memang sengaja menemuinya sebelum pulang. "Tentu aku bahagia, sangat bahagia." Fira menjawab dengan senyuman lebar, menyembunyikaan luka di dalam hatinya. Leo melirik Yudha sinis. "Selamat, kamu punya banyak kesempatan merebut Fira dariku! Bukankah ini harapanmu sejak lama?" dengan sinis, ketus dan tatapan yang dipenuhi emosi, Leo berkata kepada Yudha. Yudha membalas tatapan Leo dengan santai. "Apa kamu marah kepadaku? Ini semua adalah salahmu sendiri, yang tak bisa menahan diri!" jawabnya, dengan bibir tersenyum tipis. Leo menggeram, rahangnya mengetat. Marah mendengar perkataan Yudha. "Sudahlah, Mas Yudha ayo kita pulang," ujar Fira. Dia merasa jengah menghadapi mantan suaminya yang suka cari-cari masalah itu. "Iya, ayo!" Yudha dan Fira pun melenggang meninggalkan Leo dan Mia yang memasang raut masam. "Kamu jangan terus mengharapkan Kak Fira, Mas Leo! Aku istrimu sekarang, dan ada anak kita di dalam sini!" Mia menunjuk perutnya, matanya memerah menahan marah, dan tangisan. Sakit hati rasanya, mengetahui suaminya terus berharap bersama Fira kembali. Leo menoleh sinis ke arah Mia. "Kamu itu tak akan pernah bisa seperti Fira di hatiku! Aku salah karena sudah mengkhianatinya, sehingga terpaksa harus menikahimu!" ketus Leo, lalu melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil duluan. Mia mengepalkan tangan, tak menyangka suaminya akan bersikap sedingin dan sekasar ini kepadanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD