"Santai saja ya, aku tidak akan membunuh kalian."
Aku, Diana dan Bella langsung saling pandang dan tersenyum.
"BAIK, KAMI AKAN MENYELESAIKAN INI BERSAMA!" Teriakanku bersama Diana dan Bella yang membuat Olivia tersenyum cantik mendengarnya.
"Ayo kita mulai sekarang."
.
.
.
.
.
.
Olivia memandangku, Diana dan Bella dengan senyuman manis, sangat manis sekali. Udara kurasa semakin dingin, suara burung gagak bermunculan disekelilingku, Diana dan Bella gemetar, tapi mereka tetap menyembunyikan ketakutannya, aku bisa melihatnya didalam mata mereka, aku kagum. Lalu tiba-tiba angin berhembus sangat kencang, jendela-jendela terbuka mendadak, rambut kami menari-nari terkena sentuhan angin, jemariku mencoba membenarkannya, namun tetap saja, rambut ini tetap bergerak mengikuti arah angin berkibas, sungguh keterlaluan.
Olivia melangkahkan sepatu merahnya pelan dilantai kotor ini, gerakannya sangat anggun, seperti model catwalk, rambut merahnya dibiarkan berkibar, terus berjalan dan berhenti tepat dihadapanku, bahkan aku dapat melihat bola matanya yang penuh kehangatan.
"Kudengar, Kakakku jatuh hati padamu? Apakah itu benar?"
Aku tertegun, pertanyaan ini sangat membuatku terdiam seperti batu, ruangan ini semakin dingin dari sebelumnya, ditambah dengan kesunyian kastil ini. Aku mencoba membuka mulutku, namun berubah pikiran, susah sekali berbicara sesuatu yang jujur tanpa menyinggung seseorang.
"Iya. Kakakmu telah jatuh hati pada sahabatku, Biola." ucap Bella memecah kesunyian dengan suaranya, dan juga membuatku semakin bingung ketika Olivia menatapku tajam.
"Jadi, itu benar ya?"
"Tidak!-maksudku--"
"Tidak Biola, kau memang telah berhasil menarik perhatian Kakakku. Kau sangat pintar." kata Olivia memotong perkataanku, lalu ia berjalan menjauhiku dan berhenti tepat didepan Diana dengan senyumannya.
"Aku sangat mengagumimu, kau sangat kuat!"
Tiba-tiba Olivia mengatakan sesuatu yang membuat Diana terkejut bahkan wajahnya sampai merah sekali. "Apa maksudmu? Kenapa kamu mengagumiku?" tanya Diana dengan malu-malu, mendengarnya Olivia nyengir.
"Tentu saja aku mengagumimu, aku memperhatikan pertarunganmu dengan Melinda, dan kau telah membuatku kagum!" Olivia mencubit kedua pipi Diana dengan gemas, tidak pernah diperlakukan seperti itu, Diana tidak suka.
"Terima kasih, tapi maaf--"
"Kau tidak perlu meminta maaf, aku yang salah." Lalu Olivia melepaskan cubitannya dipipi Diana dan tersenyum tipis. "Aku akan melatihmu, agar kau menjadi semakin kuat, Diana Kamelia." Mendengarnya Diana terkejut dan tersenyum.
"A-Apakah itu be-benar!?" Olivia hanya menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Diana.
Setelah itu dia berjalan menjauhi Diana, melewatiku dan berhenti diposisi Bella, tepatnya dihadapannya. "Walaupun kau suka memberontak, tetapi hatimu sangat sensitif. Benarkan?" Bella menampilkan wajah tidak mengerti, dan Olivia tersenyum lembut. "Maksudku, kau itu kuat diluar tetapi lemah didalam." Bella mengangguk cepat.
"Gaya bahasamu, senyumanmu, dan kelembutanmu itu hanyalah kepalsuan? Apakah aku benar, Olivia?" ucapan Bella berhasil membuat suasana hening sesaat, Olivia tersenyum kaku mendengarnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hebat sekali, seorang manusia dapat membaca sifatku? sungguh luar biasa!" Olivia berjalan anggun memutari tubuh Bella, senyumannya perlahan-lahan berubah menjadi seringaian. "Dan karena itulah, aku harus lebih berhati-hati padamu."
DUAG!
Bella langsung menghantam pipi Olivia secara mengejutkan, aku dan Diana terkaget melihat Olivia terhuyung nyaris jatuh, ia menatap Bella dengan kemarahan. "Cukup basa-basinya, ayo kita MULAI!" teriak Bella dengan kekesalan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Olivia membenarkan posisinya dan mengusap pipi kanannya, ia masih terkejut dengan hal barusan. "Rupanya, kau ingin langsung, ya?"
Wuushhh....
Dengan kelembutan, Olivia meniup pelan tubuh Bella, dan apa yang terjadi berikutnya, itu membuatku terkejut setengah mati, aku tidak ingin mengatakannya, tapi aku tidak tahan, kini Bella menjadi sebuah
batu.
.
.
.
.
.
.
.
Tubuh Bella berubah menjadi batu setelah terkena hembusan lembut dari mulut mungil Olivia, aku masih tidak percaya ini, seluruh kulitnya menjadi abu-abu dan wajahnya masih menampilkan kekesalan terhadap Olivia. Diana melengking histeris sementara diriku terpana.
Dia sangat berbahaya.
Olivia menoleh padaku, dengan senyuman manisnya dia berkata. "Kalian hanya punya waktu lima menit untuk menyelamatkan nyawanya sebelum dia retak dan hancur menjadi serpihan-serpihan batu."
Lima menit!
Itu tidak mungkin!
.
.
.
.
.
.
.
"Biola, kumohon! selamatkan Bella! Kumohon! Hiks..." Diana menangis tersedu-sedu, dia menunduk sedih, sementara diriku bingung harus melakukan apa, karena jujur, aku masih terkaget dengan Bella.
Apa yang harus kulakukan!
Aku bingung!
Kumohon!
Siapapun!
Tolonglah...
"BIOLA! DIANA! BIAR KUTANGANI DIA! KALIAN CEPAT BAWA BELLA PERGI DARI SINI! PERGILAH SEJAUH MUNGKIN!" Tiba-tiba Lavender berlari dari belakang dan berteriak dengan kencang, aku tidak percaya dia datang pada saat yang tepat, aku dan Diana menoleh pada Lavender dan terkejut. Diana langsung memeluk erat tubuh Lavender dan berbisik. "Kumohon...hiks...kumohon HANCURKAN DIA!" Bisikan Diana diakhiri dengan jeritan yang membuat Lavender terkejut.
Olivia memandang kedatangan Lavender dengan senyuman meremehkan. "Rupanya ada pahlawan disini?" ucapan Olivia hanya dibalas senyuman imut oleh Lavender.
"Diam dan duduklah yang manis, Kitty."
.
.
.
.
.
.
.
Aku dan Diana dengan sekuat tenaga mengangkat tubuh Bella, setelah itu kami berjalan pelan meninggalkan Lavender, kulitku bersentuhan dengan tubuh Bella yang sangat dingin, dia memang sudah menjadi batu, aku menatap matanya, sedih sekali memandang sahabatku seperti ini.
"Biola, aku berjanji, aku akan menyelamatkan nyawa Tomboy, karena dia adalah Sahabatku!"
"Semoga berhasil! Lavender!" Mendengar itu, Lavender tersenyum.
.
.
.
.
.
Lavender P.O.V
Setelah kepergian mereka, Olivia mendekatiku. "Apakah kau ingin kujadikan seperti sahabatmu itu, Lavender?" Aku tersenyum mendengarnya.
"Mungkin sebaiknya kau simpan ocehanmu itu, karena sebentar lagi, mulut monstermu akan kuhancurkan."
"Ha ha ha, aku menunggunya, Lavender."
BYURR!!
Kuambil botol kecil itu dari sakuku dan menumpahkan isinya tepat dimulut Olivia.
Asal kalian tahu ya, cairan itu mengandung zat asam yang tinggi, dan juga zat-zat yang lainnya. Jika mulutmu terkena cairan itu, maka kemampuanmu untuk berbicara menghilang dalam sementara.
"AH! APA INI! PANAS SEKALI!" Olivia mengipasi bibirnya dengan kedua tangannya, dia kesakitan, menjerit-jerit seperti kucing, dan diriku hanya menyilangkan tangan, tersenyum manis.
"Sekarang, apa yang akan kau lakukan, tanpa bibir busukmu itu, Olivia?"
"PANAS SEKALI! AH!" Perlahan-lahan, bibirnya menghitam dan retak, aku tahu dia memang lemah.
"Bahkan, untuk mengalahkanmu, aku tidak perlu repot- repot berkeringat."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Sekarang, kembalikan sahabatku seperti semula!" Bentakanku hanya dibalas oleh senyuman oleh Olivia.
"Maaf, tapi jika boleh jujur, sahabatmu itu telah mati."
DEG!
"APA KAU BILANG!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TOMBOY!
.
.
.
.
.
.
.
.
Orang asing!
Siapa kau! Berani-beraninya menghalangi jalan kami!
Minggir!
Bahkan, aku masih mengingat pertemuan pertamaku dengan Bella.
.
.
.
.
.
Dia sangat kasar.
.
.
.
.
.
Tapi aku menyayanginya!
.
.
.
.
.
"TOMBOOOOY!!!" Aku menjerit dikastil ini, Olivia tersenyum lalu lenyap dari pandanganku, aku hancur, aku hancur sekarang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Lavender, aku pulang."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.