Biola Margareth P.O.V
Ketika diriku berjalan seraya mencari keberadaan mereka, aku dikejutkan oleh Nori yang sedang berdiri dengan tatapan t***l padaku. "Aha! ketemu!" Nori berseru padaku dengan menunjuk-nunjuk padaku.
Ruangan yang kupijakki ini sangat gelap dan berdebu, lukisan - lukisan hantu terpampang didinding, lantai kotor dan sampah berserakan dimana-mana. Jadi, ini adalah tempat yang akan kujadikkan pertarungan melawan Nori, sungguh mengerikan. s**l sekali.
Lalu Nori berlari mendekatiku, aku terkejut. Dia memandangku galak dan berkata. "Aku akan mencabut nyawamu sekarang."
DEG!!
.
.
.
.
.
.
.
.
Nori tersenyum bodoh dan menghentikan langkahnya, aku merasa tingkahnya menjadi sedikit aneh. "Ada apa? Kenapa kau tersenyum?" Tanyaku dengan menampilkan kekhawatiran di wajahku. Namun Nori tetap tersenyum lugu, jemarinya diusap-usapkan pada dinding kotor itu, dia bermain-main dan berkata dengan suara pelan.
"Aku ingin bermain-main sebentar denganmu." Tiba-tiba lukisan -lukisan itu terlepas dari pakunya, melayang dan melaju cepat padaku. Aku terkejut sekali, aku langsung menghindar beberapa kali ketika beberapa lukisan itu akan mengenaiku dan berakhir rusak dibelakangku karena tertabrak sesuatu yang kurasa lemari kayu. Lalu Nori mengernyitkan dahi tidak percaya diriku bisa mengatasi benda-benda barusan dengan indah, ia tersenyum kembali dan aku merasa ada sesuatu yang besar bergerak padaku dari belakang, itu lemari kayu.
BRAK!
"AWW!!" Tubuhku terpelanting kedepan karena punggungku tertabrak lemari kayu itu, dan wajahku mendarat tepat dikaki kanan Nori yang untungnya tidak terlalu dekat.
BUK!
"AH!" Aku tidak percaya, kaki kanan Nori langsung menginjak belakang kepalaku sehingga wajahku terkena lantai dengan keras sekali. Kulitku membeku kedinginan karena suhu lantainya, rambutku kotor terkena debu, dan aku tidak tahu harus bagaimana lagi untuk menghadapinya, dia sangat kuat.
"Err..dasar tikus tidak berguna. Aku membenci tikus sepertimu."
Tikus?
"Aku bukan tikus!" Walaupun wajahku mencium lantai tapi diriku masih mampu untuk menjawab hinaannya itu, setidaknya hanya untuk kali ini saja.
"Lalu, kau itu apa?" Dia kembali bertanya dengan menekan lebih keras kakinya pada kepalaku. s**l. Dia sangat kuat.
"Aku adalah Biola Maragareth! Seorang manusia yang akan mengalahkanmu!"
"Manusia? Mengalahkanku?"
"Iya!"
"Kau masih belum pantas disebut sebagai Manusia. Kau hanyalah tikus kotor."
Tikus kotor?
.
.
.
.
.
"AKU BUKAN TIKUS!"
BUG!
Kakinya langsung menginjak kepalaku dengan lebih keras, uhh hidungku berdarah sekarang, dia sangat keterlaluan.
"Err..bahkan tikus kotor sepertimu masih ingin membela diri? Yang benar saja?" Dia memutarkan kakinya dengan tekanan yang sangat kuat dikepalaku.
Tiba-tiba aku merasakan ada hawa dingin yang hadir disekitarku.
"Lepaskan dia."
Itu suaraku, tapi terdengar lebih dingin, siapa itu. Nori mendengus sebal dan menatap seseorang. "Jadi, kau adalah kembarannya dia?" Tanya Nori dengan menekankan kata 'dia' dalam pertanyaannya.
"Aku tidak suka mendengar suaramu, itu sedikit aneh."
"A-aneh!? Apa yang aneh dari suaraku."
DUAG!
Pukulannya berhasil membuat Nori melepaskan kakinya dari kepalaku dan akhirnya aku bisa menghirup udara bebas sekarang, tapi kesenanganku musnah ketika kedua mataku menatap seseorang yang sangat mirip denganku, itu adalah sisi gelapku.
"Aku bukan sisi gelapmu."
"Lalu?"
"Aku sisi mesummu."
DUAG!
Aku tidak peduli dia telah menolongku atau apa, tapi karena kata-katanya, aku langsung menghajarnya. "KENAPA KAU KEMBALI!"
"Karena kau membutuhkan bantuanku."
"AKU TIDAK MEMBUTUHKAN BANTUAN APAPUN DARIMU!"
Nori merasa bingung dengan apa yang dilihatnya, ada dua orang yang mempunyai wajah mirip namun memiliki perbedaan sifat yang sangat berlawanan. Lalu tanpa ada rencana, Nori mencengkram rambutku.
"Aku tidak tahu ada masalah apa dengan kalian berdua, tapi yang pasti...Kalian berdua hanyalah dua tikus kotor."
BUAG!!
"AHH!" Wajah Nori terkena tendangan dahsyat dari sisi mesumku sehingga cengkramannya dirambutku lepas, aku ingin sekali membalasnya.
"Errr.... Itu sangat SAKIT!"
Tiba-tiba lemari kayu itu bergerak lagi namun mengarah kesisi mesumku, ini mengerikan.
Namun berkat kelihaiannya dalam menghindar dia lolos dari serangan lemari, membuat wajah Nori berapi-api.
"Apakah kekuatanmu hanya sebatas menggerakkan benda mati?"
TAP!
Secara mengejutkan, telapak tangan Nori langsung mendarat diatas kepalaku, dia menyeringai sekarang. "Bukan hanya itu, aku juga dapat mencabut nyawa seseorang, kau perlu bukti? Baiklah, lihat ini!" Aku mengerti sekarang, dia akan mengambil nyawaku, tidak-tidak kumohon, jangan sekarang.
"Hentikan itu, aku bosan melihatmu menyeringai, lagipula seringaianmu sama sekali tidak menyeramkan?"
"ERRR...AKAN KUCABUT NYAWANYA SEKARANG!"
JEDAGG!
Dia menendang wajah Nori sangat kuat sampai dia terjatuh lumayan jauh. Akhirnya.
"Mencabut nyawa Manusia adalah tugas Malaikat, wanita bodoh sepertimu tidak pantas bertingkah layaknya Malaikat. Kau hanyalah kotoran tikus."
.
.
.
.
.
.
.
.
"ERRR....RASAKAN KEMARAHANKU, TIKUS KOTOR!"
Ini aneh, aku merasa dinding disekelilingku seperti menyempit dan lantai menjadi sangat dingin, bahkan atap juga seperti bergerak kebawah. Aku tahu, dia mengendalikan semua itu, ini gawat, aku terperangkap. Nori menyeringai dan hilang dari pandangan. Dia menjebakku.
"Ap-apa yang harus kita lakukan!" Aku melengking histeris dan bertanya pada sisi mesumku. mendengar itu, dia hanya tersenyum, oh sungguh menjengkelkan, dalam situasi seperti ini, dia malah tersenyum. "KENAPA KAU TERSENYUM! KITA HARUS PERGI DARI SINI!"
Dua dinding yang berada samping kanan-kiriku sudah menyentuh tubuhku, bahkan atap juga sedikit lagi mengenai rambutku. "Kau tidak perlu panik, ini hanyalah ilusi."
Ilusi?
"Apa maksudmu!?"
"Tempat ini sebenarnya tidak menyempit."
"Ja-jadi-s**l!! AYO KITA CARI DIA!"
"Jangan, dia sudah menyerah, dan kau lulus dari permainan ini."
Lulus?
"Yang menentukanku lulus atau tidaknya hanya dia, kau tidak punya wewenang untuk meluluskanku!"
"Baiklah, itu terserah padamu, aku harus pergi Sekarang."
"JANGAN SEKARANG!" Teriakanku membuat ilusi ruangan menyempit berhenti seketika. "Aku masih membutuhkan bantuanmu, jangan sekarang."
"Benarkah? Kupikir kau dapat menyelesaikan masalah ini sendiri?"
"Tanpa kedua sahabatku, aku tidak akan dapat menyelesaikan ini sendirian, dan juga tanpamu."
"Dimana mereka?"
"Siapa?"
"Kedua sahabatmu?"
"Mungkin mereka sudah--"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"BIOLA!" Aku mendengar langkah kaki dan suara Bella dari kejauhan, setelah kedua mataku mencoba memastikan, ternyata itu benar, bukan hanya Bella tapi Diana juga sedang menuju kemari dengan senyuman khasnya.
"YA TUHAN!! KALIAN!"
Aku langsung memeluk mereka sekaligus dengan mengeluarkan air mata. Sungguh, aku tidak percaya mereka berhasil menyelesaikannya. Aku bisa melihat tubuh Diana berlumuran pasir.
Kressssss.......
"Sepertinya Sekarang aku harus pergi, Biola, percaya padakku, kau sudah lulus dalam permainan ini."
Aku menoleh pada sisi mesumku dan ternyata dia sudah menjadi butiran debu yang terkikis. Aku tersenyum memandang kepergiannya. "Terima kasih telah membantuku, Putri." Ucapku dengan senyuman.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Selamat, kalian sudah lulus dalam Games Kematian!" Tiba-tiba Olivia muncul diantara kami dengan senyuman manis, tapi aku merasakan aura bahaya padanya. Bella dan Diana juga sepertinya merasakan hal yang sama. "Sekarang saatnya babak bonus!"
Babak bonus?
"Apa maksudmu!?" Tanyaku pada Olivia, Bella dan Diana menunggu jawaban dari Olivia dengan serius.
"Ya, jadi, kalian sekarang harus mengalahkanku."
"Mengalahkanmu?" Diana masih belum mengerti.
"Setelah menyelesaikan babak bonus ini, aku dan saudara-saudaraku dengan senang hati akan mengantarkan kalian pada gerbang duniaku."
.
.
.
.
.
.
.
"Santai saja ya, aku tidak akan membunuh kalian."
Aku, Diana dan Bella langsung saling pandang dan tersenyum.
"BAIK, KAMI AKAN MENYELESAIKAN INI BERSAMA!" Teriakanku bersama Diana dan Bella yang membuat Olivia tersenyum cantik mendengarnya.
"Ayo kita mulai sekarang."