BAYI BESAR

1161 Words
Usai makan malam,Adrian memangggil Shafa ke ruang kerjanya. Di sana Shafa melihat seorang pria berpenampilan seperti bodyguard berdiri di belakang Adrian. Pria itu Rico sekertaris sekaligus asisten pribadi Adrian. Adrian memberi isyarat agar memberikan kertas yang di pegang Rico. “Silahkan dibaca baik baik. Jangan sampai terlewatkan satu kata pun,” ucap Rico tegas,namun masih sopan. Shafa membaca tulisan dalam kertas tersebut. Shafa tercengang dengan isi kertas tersebut. Di mana Shafa harus melayani Adrian mulai dari membuka mata hingga terpejam lagi. Apa dia sudah gila? Dia pikir dia itu bayi apa? Bahkan makanan apa yang disukai dan tidak disukai, tercantum dengan jelas dalam kertas tersebut. Dengan menahan rasa kesal. Jangan sampai Shafa terbawa emosi. Kalau tidak, Shafa akan mendapat siksaan dari Adrian lagi. Shafa tak ingin itu terjadi. Seakan tahu apa yang ada dalam pikiran Shafa, Rico memulai kembali bicara, “Tuan bukanlah bayi nona ... lebih tepatnya beliau seorang raja.” Adrian yang sejak tadi terdiam, seketika mengangkat kepala “Kalau kau tidak ingin kena hukuman dariku, laksanakan tugasmu itu dengan baik.dan tugasmu itu di mulai saat ini juga.” Adrian menimpali “Baik” Shafa mengucakan dengan tidak semangat dan kesal “ Satu lagi nona” Rico mamberikan sebuah kartu kredit berwarna gold dan sebuah kartu debet beserta passwordnya. “Ini untuk membeli apa yang anda butuhkan. Anggap saja ini gaji anda nona.” Rico melanjutkan Apa,,,,gaji!! Seperti inikah seorang istri di perlakukan? Bukan nafkah yang di berikan,melainkan gaji. Dengan perasaan jengkel dan takut sekaligus ,Shafa menerima kartu tersebut. “ Aku lelah, mau istirahat.” Seperti sebuah isyarat kepada Shafa agar dirinya segera melayani Adrian. Namun Shafa masih belum memahami isyarat yang di berikan Adrian. Rico yang melihat Shafa terdiam seakan tahu, “Nona, bacalah pada poin-poin sepulang kerja.” Shafa seketika membaca tentang poin tersebut, sekarang Shafa paham apa yang harus dia lakukan. Shafa segera berlari menuju kamarnya dan Adrian. Shafa mulai memilihkan baju tidur untuk Adrian serta membersihkan tempat tidur yang akan di gunakan Adrian istirahat. Adrian terbaring di ranjang king size nya itu, Shafa kemudian menaikkan selimut hingga d**a Adrian. Terus aku tidur di mana? Gak mungkin kan jika aku tidur satu ranjang dengan iblis ini, Adrian yang belum tertidur, melirik Shafa yang masih berdiri mematung di sebelah ranjangnya. “Kenapa kamu masih di situ?” bertanya sambil memicingkan mata “Maaf tuan, saya harus tidur di mana? Bukankah dalam daftar tugas, saya diharuskan standbye 24 jam di samping anda?” Adrian mengangkat sebelah alisnya, “ Kamu tidur di sofa.” Sambil menunjuk sofa dengan matanya. Shafa kemudian mematikan lampu kamar,dan di gantikan lampu tidur di atas nakas . Shafa mulai memjamkan mata dan ingin menjelajahi dunia mimpi, belum lama mata Shafa terpejam, suara Adrian mengusik tidurnya. “Heh ... gadis bodoh. Bangun!!” Shafa perlahan membuka mata. “Heh ... kebo! bangun.“ Mendengar suara Adrian yang mulai jengkel, Shafa segera beranjak dari tidurnya, ia tak ingin penyiksaan tengah malam. “Aku haus.” Dengan segera Shafa mengambil air putih di nakas samping yang sudah tersedia dan menyodorkannya pada Adrian. “Aku ingin minuman hangat bodoh! kalu hanya air putih, aku bisa ambil sendiri. Buang buang waktu saja," Adrian menggerutu sambil melipat kedua tangannya ke d**a. Shafa melangkahkan kakinya menuju dapur dan mengambil segelas air hangat dan membawanya ke kamar. “Aku mau mau teh hangat. Cepat ganti!” dengan menahan rasa jengkel, Shafa kembali ke dapur dan membuatkan teh hangat. Saat sudah kembali .... “ Teh ini terlalu manis, aku tidak suka minuman terlalu manis. Cepat ganti lagi!!” Seperti sengaja mengerjai Shafa di tengah malam, dalam daftar tugas tidak di cantumkan bahwa Adrian tidak suka minuman manis. Ini seperti menguji kesabaran Shafa. Sebelum Shafa kembali ke dapur, Shafa menanyakan lagi secara spesifik minuman yang di inginkan Adrian. Sebagai antisipasi agar Sfafa tidak perlu bolak balik ke dapur. Karena memang letak dapur lumayan jauh dari kamar Adrian, belum lagi harus naik turun tangga . betapa lelahnya. Tak lama, Shafa kembali dengan membawa nampan berisi segelas teh melati dengan gula terpisah. Tidak lupa ia membawa juga gelas kosong dan termos air panas kecil. Shafa membawanya untuk jaga jaga, ia merasa telah dibodohi naik turun tangga di tengah malam. Di dalam kamar Adrian menunggu Shafa membawakan minuman yang dia mau. Shafa segera menuangkan teh dengan sedikit gula. Kemudian menyodorkan pada Adrian. “ Ini kurang manis.” Shafa segera mengambil gula yang ia bawa dengan terpisah. Dan menuangkan sedikit gula pada gelas Adrian. “ Hm, lumayan.” Setelah minuman itu tandas, ia serahkan pada Shafa. Sepertinya firasatnya benar, kalau Shafa sedang di bodohi. Untungnya Shafa sudah mengantisipasi hal tersebut. sehingga kini ia dapat melanjutkan mengarungi mimpi yang tertunda. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Seperti ,baru beberapa menit Shafa tertidur. Sekarang Shafa segera beranjak bangun, menyiapkan segala keperluan Adrian. Mengisi bath up dengan air hangat, saat Adrian terbangun. Dengan segera Shafa menghampiri Adrian. Serta membawanya ke kamar mandi. Shafa melepaskan seluruh pakaian Adrian tak terkecuali. Hal ini lah yang di takutkan oleh Shafa. Seumur hidupnya, Shafa belum pernah melihat tubuh atletis lawan jenis. Dengan tangan bergetar Shafa membuka kancing baju tidur Adrian. Shafa memjamkan mata kala ia melepaskan celana Adrian. Terlihat wajah Shafa memerah menahan malu, meski ia memejamkan mata. Shafa mempersilakan Adrian untuk segera berendam dalam bath up sambil menunduk, tak berani menatap tubuh telanjang di hadapnnya itu. Shafa merasa sedikit lega kala Adrian sudah masuk dalam bath up. Setidaknya tubuh kekar nan atletis tersebut sudah tertutup oleh busa dalam bath up. Masih ada satu hal lagi tugas Shafa dalam memandikan Adrian. Yaitu memijat kepala sambil mencuci rambut Adrian. Rasa lega luar biasa, yang di rasakan Shafa kala selesai memandikan Adrian seperti bayi. Bukan seperti bayi, lebih tepatnya bayi besar yang tampan nan rupawan. Shafa segera menyiapkan kemeja, jas serta celana bahan untuk Adrian ke kantor hari ini. Kemeja putih di padukan dengan jas abu tua serta celana dengan warna senada membuat penampilan Adrian memukau. Shafa bersiap memakaikan pakaian yang telah di siapkannya seusai Adrian mandi. Dasar bayi besar manja, kejam pula, tapi ganteng sih ... untung aku masih butuh hidup, kalo gak udah aku bejek bejek pake ulegkan kamu. Sembari memakaikan jas serta dasi Adrian. Adrian seketika melototkan mata seakan tahu apa yang di pikirkan Shafa. “Heh,, gadis bodoh,,apa kamu sedang mengumpatku?” menatap tajam Shafa. “Ti- tidak tuan,” hel ... apa dia bisa membaca pikiranku? Ga tanggung tanggung, udah kejam, bisa baca pikiran pula. Pantes aja kagak ada yang berani sama iblis kerak panci. Termasuk aku sich ... Sambil senyum senyum sendiri. “Kenapa kamu senyum senyum, ngeledek aku ya?” menatap curiga “Tidak tuan ... mana berani saya meledek tuan.” Di ucapkan dengan nada rendah, serendah mungkin agar Adrian tidak jadi emosi. Mereka berdua turun ke meja makan, Shafa segera mengambil piring dan mengisinya dengan nasi serta lauk juga sayur, kemudian di berikan pada Adrian. Usai sarapan,Shafa mengantar Adrian hingga teras rumah. Di depan mobil, sudah ada Rico yang siap menyambut Adrian masuk ke dalam mobil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD