IBLIS KERAK PANCI

1088 Words
Waktu telah berlalu, detik berganti menit, menit berganti jam, begitupun hari juga berganti. Kini dua minggu sudah Shafa berada dalam rumah megah nan mewah milik Adrian. Bosan yang di rasakan Shafa. Setiap hari hanya di isi dengan melayani Adrian. Seusai Shafa melayani Adrian sarapan,Shafa mencoba minta izin kepada Adrian untuk ikut mbok Darmi ikut ke pasar belanja bulanan serta belanja bahan makanan. “Tuan, apa saya boleh ikut mbok Darmi ke pasar?” Shafa bertanya dengan sedikit takut, Adrian menoleh sambil memperhatikan mbok Darmi yang berada di sebelah Shafa. Seakan bertanya apa benar mbok Darmi akan ke pasar. Mbok Darmi yang tahu akan sarat dari majikannya mengangguk, membenarkan apa yang di katakan Shafa. “Boleh,,tapi dengan syarat kalian harus di jaga bodyguard. Aku tidak mau kalau Shafa sampai kabur.” “ Terima kasih tuan,” ucap Shafa dan mbok Darmi bersama. Shafa mengikuti Adrian ke teras guna mengantar keberangkatan Adrian ke kantor. Sebenarnya tak ada niat Shafa untuk kabur. Shafa hanya merasa perlu mendekatkan diri dengan para penghuni rumah tersebut. Shafa termasuk pribadi yang ceria. Shafa akan mudah bosan di suatu tempat jika tak ada teman. Hanya sekedar untuk menghibur diri dari rasa bosan. Hanya Mbok Darmi yang dekat dengannya selama ini. Suara riuh pedagang dan pembeli yang saling tawar menawar menjadi ciri khas pasar tradisional. Di sinilah Shafa berada sekarang. Shafa yang mengikuti Mbok Darmi ke pasar guna ingin mengetahui suasana/daerah sekitar. Suara gaduh dan ramai disana,seakan mengingatkan Shafa dengan ibu Asih, ibu panti tempat Shafa tumbuh. Shafa mengingat setiap moment saat berada di pasar,bagimana ibu panti menawar dengan harga yang sangat murah, sampai si pedagang marah marah. Juga betapa cerewetnya ibu Asih saat memilih bahan makanan. Semua terekam jelas di memori otaknya. Shafa merasa senang dan sedih bersamaan. Senang karena dapat melihat senyum beberapa pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan ramah. Sedih karena Shafa merindukan panti tempat ia tumbuh. Shafa menjadi sorotan orang orang di pasar karena kecantikannya. Jangan lupakan dua bodyguard yang senantiasa berada di belakang Shafa, membuat Shafa dan Mbok Darmi jadi bahan pembicaraan. Tanpa sengaja Shafa di tabrak seorang pemuda , hingga keduanya terjatuh dengan berpelukan. Pemuda tersebut bangkit dan segera minta maaf kepada Shafa dan Mbok Darmi. Namun seketika para bodyguard menghajar pemuda itu hingga babak belur. Bagi para bodyguard berinteraksi dengan nonanya merupakan tindak pelecehan seksual. Itulah yang di wanti wantikan oleh sekertaris Rico. Keterlaluan memang, Shafa takut pemuda itu kenapa kenapa. Shafa memerintahkan untuk menghentikan keributan di tengah pasar tersebut. Shafa segera minta maaf atas tindakan bodyguardnya, dan memberi uang 500 ribu sebagai kompensasi juga biaya berobat. *** Adrian di kantor naik pitam, saat dia tahu Shafa berpelukan dengan seorang pemuda. Lebih tepatnya terjatuh sambil berpelukan. Itu informasi yang di dapat sekretaris Rico dari bodyguard yang menjaga Shafa. “Rico,,,atur ulang jadwaku hari ini,aku akan pulang menemui gadis tak tahu diri itu.” “Baik tuan” dengan menunduk tanda hormat Rico kepada adrian. Dengan kecepatan tinggi, Adrian mengendarai mobil bak pembalap profesional. Tak butuh waktu lama untuk sampai rumah. Dengan penuh amarah, Adrian melangkah ke dalam rumah sambil berteriak pada salah satu maid yang sedang bekerja. “Dimana Shafa?” Matanya memerah karena amarah. “ Di- di belakang tuan.” Maid tersebut menunduk, menjawab dengan takut Dengan langkah lebar, Adrian menemui Shafa yang berada di dapur membantu Mbok Darmi menyiapakan makan siang. Tanpa Shafa sadari, Adrian berada di belakangnya. Adrian yang sudah mendekati Shafa , seketika melayangkan tamparan yang amat keras. Sampai Shafa tersungkur di lantai. “ Dasar gadis tidak tau diri! Ini perilakumu saat berada di luar? Inikah perilaku seorang istri pilihan kakek? Berpelukan dengan orang lain di tempat umum!!” Adrian ingin sekali mencabik cabik Shafa dan juga pemuda itu. Adrian sangat marah, ia tidak suka barang miliknya di sentuh siapapun, meskipun itu sudah menjadi barang rongsokan. “Apa maksud tuan?” Shafa memberanikan diri untuk bertanya. Sebab Shafa tidak merasa melakukan kesalahan. Satu kali lagi tamparan mendarat di pipi mulus gadis mungil itu. Adrian semakin murka, mendapati Shafa tidak merasa bersalah. Adrian mencengkeram rahang Shafa dengan kuat. “Berani beraninya kamu berpelukan dengan pemuda lain di tempat umum. Bahkan aku belum pernah sekalipun mencicipi sedikit tubuhmu.” Dengan gerakan kasar Adrian menyeret Shafa naik tangga. Sesekali Shafa akan tersungkur dan kaki Shafa terseret karena Shafa tidak mampu mengimbangi langkah lebar Adrian. Sesampai di dalam kamar, Adrian membanting Shafa di atas ranjang. Kemudian menutup pintu kasar serta menguncinya. Shafa amat ketakutan, berharap Adrian tidak melakukan sesuatu pada dirinya. Air mata Shafa menganak sungai, hingga ia merasa sesak dan sulit untuk bernafas. Adrian menghampiri Shafa di atas ranjang. Dengan kasar Adrian membuka pakaian Shafa. Shafa meronta memohon untuk dilepaskan. “ Tuan aku mohon jangan tuan.” Namun Adrian tidak menghiraukan ucapan Shafa. Kini Adrian telah diselimuti oleh amarah. Mata Adrian sudah berkabut akan gairah. Shafa memberontak, tak ingin kesuciannya di renggut dengan paksa. Bukan Adrian bila ia tak mampu melepas seluruh pakaian Shafa. Kini Shafa sudah tak mengenakan selembar benangpun. Semua pakaian Shafa sudah terkoyak tak berbentuk. Dengan kasar Adrian mencium Shafa. Adrian menggigit bibir Shafa hingga berdarah agar terbuka. Lidah Adrian seketika masuk saat ada kesempatan. Tangan kiri Adrian menahan kedua tangan Shafa agar tidak dapat melawan. Satu tangannya lagi meremas gundukan Shafa yang padat. Adrian melepas ciumannya kala ia merasa pasokan oksigennya sudah menipis. Adrian sudah tidak tahan akan gairahnya. Segera Adrian membuka pakaian yang melekat pada tubuhnya sendiri. Shafa yang melihat pintu balkon terbuka, seketika menendang junior Adrian dan berlari ke arah balkon. Shafa tak peduli kalau dirinya kini tengah telanjang. Dalam otak Shafa, yang terpenting adalah ia dapat terlepas dari iblis bernama Adrian. “Sialan kau Shafa!” Adrian berteriak sembari menahan sakit yang teramat sangat. “Jangan coba coba kau mendekat, kalau tidak aku akan loncat!!” Dengan tubuh bergetar hebat dan juga rasa takut yang mendera. Shafa tidak peduli lagi kalau memang dirinya harus mati. Setidaknya gadis itu mati dalam keadaan masih suci. “Coba saja kalau berani.” Adrian meremehkan Shafa. Adrian pikir Shafa tidak akan berbuat nekat. Adrian melangkah mendekat ke arah Shafa. Belum sempat Adrian menggapai Shafa, Shafa sudah melompat. Sebelum Shafa melompat, Shafa memaki Adrian. "Dasar iblis kerak panci!" Shafa terjatuh di atas rerumputan hijau di bawah balkon. Shafa pingsan dengan darah yang mengalir di kepalanya. Adrian tercengang, ia tidak menyangka kalau Shafa bisa berbuat nekat seperti itu. Serasa tercubit, Adrian merasa sedikit bersalah. Apakah dirinya yang menyebabkan ini semua? Tidak, dari awal ini salah Shafa sendiri. dan apa katanya tadi? iblis kerak panci!!! Adrian menepis jauh jauh rasa bersalahnya itu. Gadis itu sendiri yang memancing amarah Adrian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD