Hari ini Icha memakai baju yang diberikan Nadhifa kemarin, sebuah kemeja dengan lengan se-siku dengan rok high weist yang jika dipakai olehnya menjadi berukuran lebih pendek, beberapa centi di atas lutut.
Pagi ini, wanita itu menyortir dokumen penting di meja Andre dan meletakkan sticker sign here pada kolom yang wajib di bubuhi tanda tangan Andre.
Saat lelaki itu baru datang dan langsung duduk di kursi kerjanya, melihat Icha dari atas sampai bawah hingga Icha ikut memandang tubuhnya sendiri, ada yang salah kah? Karena kening Andre tampak berkerut.
"Itu setelan dari Nadhifa?" Icha mengangguk, "kok roknya jadi pendek? Bukannya kemarin dilihat seharusnya di bawah lutut ya?"
"Oalah Om dikira kenapa? Ini kan memang modelnya begini, dipakai di pinggang tuh, jadi yaa panjangnya segini."
"Turunin!" perintah Andre.
"Turunin bagaimana?"
"Ya pakainya di pinggul biar panjang,"
"Ih, si Om bercanda,"
"Serius!" Andre tampak meninggi kan suaranya. Icha pun menurut, diperosotkan roknya sampai pinggul hingga bawah roknya menutupi lutut.
"Bagus."
"Apanya yang bagus? Om ini terlihat aneh, kayak putri duyung tau gak?" Icha mengerucutkan bibirnya sebal.
"Kalau putri duyung tuh sampai kaki panjangnya."
"Ck! Om gak tau mode!" Icha berdecak sebal, dinaikkan lagi roknya seperti semula, sumpah menuruti Andre sama saja membunuh mode, bagaimana bisa pakai rok seperti itu di pinggul? karetnya bisa melar nanti, dan berakhir dengan tak akan bisa terpakai lagi. "Aku mau buat kopi dulu," potong Icha sebelum Andre protes lagi. Meninggalkan Andre yang masih menggeleng tak percaya.
Dia pun bingung dengan diri sendiri, semenjak kematian Olivia, dia bahkan tak pernah tertarik melihat wanita manapun, sampai dia merasa apakah dia impoten?
Sengaja pergi ke diskotik, bahkan melihat penari tak berbusana, namun miliknya seolah lelap tertidur hingga dia tak berhasrat lagi pada wanita, sempat berpikir apakah orientasi seksual nya berubah haluan, tapi dia pun tak pernah tertarik pada pria.
Namun ada yang beda dengan Icha, bahkan dia merasa hasratnya timbul hanya melihat Icha berpakaian mini, menyentuh wanita itu saat mengerjainya. Benar-benar ada yang aneh dirasakan olehnya.
Padahal dilihat dari manapun tubuh Icha yang mungil terlihat kurang seksi di mata orang lain mungkin, namun tidak di matanya karena entah sejak kapan dia melihat Icha sangat seksi.
Icha sudah masuk ke ruangan Andre, meletakkan kopi dan sepiring kecil biskuit di mejanya.
Andre mengambil dokumen dan tak sengaja menyenggol pulpen hingga terjatuh, Icha pun spontan mengambil pulpen itu dengan menunduk tentu saja rok bagian belakangnya terangkat hingga menampilkan pahanya yang putih mulus. Tak luput dari pandangan Andre. Andre terpaksa menelan salivanya yang terasa tercekat membuang pandangan ke arah lain tentu lebih baik tapi sial nya mata seolah berkhianat, karena ingin terus menatapnya.
Icha menyerahkan pulpen itu dan pamit keluar, "Cha," panggil Andre saat wanita itu sudah memegang gagang pintu, Icha menoleh dan berkata ya, "jam sepuluh siap-siap ya, ikut saya ke kantor dua," Icha pun mengangguk lantas keluar dari sana.
Kantor dua adalah kantor Andre yang terletak di Jakarta Timur, sementara Kantor satu di Jakarta pusat dan kantor tiga berada di daerah Tangerang.
Jika kantor satu adalah kantor penerbitan, maka kantor dua adalah kantor Advertising, mengurus periklanan di media sosial, media cetak dan elektronik. Kantor tiga tempat percetakan, sablon, spanduk, baliho dan sebagainya.
Andre lebih banyak menghabiskan waktu di kantor satu karena mempunyai kamar pribadi sendiri, beda halnya dengan kantor dua dan tiga yang hanya sesekali saja disinggahinya.
Andre sudah berada di kursi kemudi, sementara Icha di sampingnya, hari ini supir pribadinya izin tidak masuk karena ada urusan, jadilah dia yang mengendarai mobilnya sendiri.
Icha yang semula meletakkan tas di pangkuan, memindahkan tas itu ke kursi penumpang belakang, hingga pahanya lagi-lagi terekspos dan Andre harus terus fokus pada jalanan tak ingin melirik ke arah wanita itu terus.
Bahkan Icha terlihat sangat cuek, tak memperhatikan bahwa Andre seringkali mencuri pandang ke arahnya.
Sampai di kantor advertising, Andre langsung ke ruang meeting diikuti Icha yang diminta Andre menjadi notulen rapat.
Ada klien penting yang meminta dibuatkan iklan di televisi, sebuah produk coklat keluaran terbaru.
Staff advertising sudah hadir di ruangan itu dan memulai presentasi proposal kerjasama yang akan diberikan ke klien. Icha berada di sebrang Andre, tak ikut di meja bundar, karena dia justru berada di dekat pintu dan mencatat beberapa point penting.
Sepertinya Icha bosan, wanita itu berkali-kali merubah cara duduknya bahkan menyilangkan kakinya hingga lagi-lagi hal yang dihindari Andre terekspos. Tak ada yang memperhatikan Icha di ruangan itu terkecuali Andre. Karena semuanya sedang fokus pada ide-ide yang akan digunakan untuk iklan tersebut.
"Jadi bagaimana pak?" tanya salah seorang karyawan, sial nya Andre tak mendengar ucapannya karena memperhatikan Icha di sebrang sana. Tak mau terlihat tak profesional dia pun seolah berfikir.
"Buat slidenya dalam bentuk animasi dan kirim ke saya ya, ada beberapa ide kan tadi? Dikirim saja semuanya, nanti setelah saya putuskan baru kita rapat lagi membahas jadwal shooting dan pemeran yang kita pakai."
Rapat diakhiri setelah satu jam lamanya. Dia dan Icha berjalan ke ruangan yang berada di lantai teratas.
Ruang kerja di kantor ini tak sebesar ruangan di kantor satu. Bahkan meja sekretaris saja berada di dalam ruangannya karena menghemat tempat yang bisa digunakan tim produksi.
Icha duduk di kursi nya sambil memindahkan catatan rapat tadi ke laptop yang selalu dibawanya.
Andre berjalan ke pintu dan menguncinya, lalu menghampiri Icha dan mendorong kursinya, mengunci Icha dengan tangannya yang memegang pegangan kursi.
Icha mendongak tak mengerti, kenapa tiba-tiba bosnya itu bertingkah seperti ini, "Kenapa om? Ada yang salah ya?" Icha mencoba tenang dan tak terlihat takut.
"Saya kans udah bilang jangan memakai rok pendek, saya jadi terganggu, kalau sudah seperti ini, akan sulit berhenti bagi saya!" Andre memperingati Icha dengan suara beratnya. Icha justru tersenyum melihat Andre yang matanya telah berkilat.
"Ya sudah Om lakuin aja apa yang Om ingin lakuin, jangan ditahan om, aku enggak apa-apa kok," ucap Icha, Andre masih menatapnya tajam, tanpa persetujuan Icha dicium bibir gadis itu, aroma strowberi dari lipstik Icha membakar gairahnya, semakin panas melumatnya. Bahkan tak seperti kejadian lalu, kali ini Icha berusaha membalas ciuman Andre dan mengalungkan tangan ke leher lelaki itu.
Dia mengakui tak bisa mengimbangi ciuman Andre yang terasa panas dan memabukkan itu, bahkan Icha merasakan jantungnya yang berdegup kencang dan seolah sesuatu membasahi bagian bawah tubuhnya hanya dengan ciuman Andre, tangan Andre membuka kancing kemeja Icha, ditatap Icha yang masih membuka mata seolah meminta persetujuan, dan kedipan mata Icha adalah lampu hijau baginya.
Maka dia pun tak ragu melepas seluruh kancing kemeja Icha dan memasukkan tangannya dibalik kemeja itu, meremas bukit kembar Icha yang masih tertutup kain, Icha membantu Andre membuka kait kainnya dan dengan segera Andre bermain digundukan itu, desahan kecil keluar dari mulut wanita itu. Bibir Andre terus melumat bibir Icha melesakkan lidahnya ke dalam mulut Icha.
Dia merasakan bahwa Icha belum mahir berciuman karena itu dia seolah menuntun lidah Icha agar memasuki mulutnya. Berhasil, Icha menjulurkan lidahnya dan Andre segera menghisap kuat-kuat lidah wanita itu, Icha seolah paham setelah gantian Andre melesakkan lidahnya lagi, diapun menghisap nya dengan rakus.
Tangan sebelah Andre tak tinggal diam, diusap paha Icha yang seharian ini sangat menganggu pandangannya, usapannya naik ke pangkal paha, mengelus milik Icha yang terhalang celana dalam, dapat dirasakan lembab disana.
Andre mengelus liang senggama Icha yang masih tertutup kain tipis itu naik dan turun, membuat Icha bergelinjang dan semakin semangat menghisap bibir dan lidah Andre, dia semakin menarik leher Andre untuk terus menempel padanya.
Andre merasa perlu menarik napas, dia pun melepaskan ciumannya, melihat Icha yang telah bersemu merah, ditarik tangan Icha agar bangkit dan diapun menduduki kursi itu.
"Buka ya?" Andre meminta persetujuan Icha untuk membuka kemejanya yang masih tersampir ditubuhnya, Icha hanya mengangguk pasrah dan mengikuti kemauan Andre. Andre menghela Icha agar duduk dipangkuannya dengan posisi membelakangi lelaki itu.
Andre menarik keatas rok Icha dan memposisikan miliknya dibawah Icha, meskipun Andre masih berbusana lengkap sekarang.
Diremas dua bukit kembar Icha yang tampak ranum, ukurannya sangat pas ditangannya tidak terlalu besar namun sangat kencang seolah belum pernah terjamah.
Andre memindahkan tangan Icha kebelakang tubuhnya, membuat Icha agak memiringkan posisinya sementara dia memajukan wajahnya dan mencumbu bagian depan tubuh Icha, Icha menggigit bibir bawahnya seolah menahan suaranya.
"Achh Om," satu lenguhan lepas dari bibirnya. Andre melepas pagutannya pada tubuh Icha dan menarik wajah Icha, menciumnya sambil berbisik, "Ssstt jangan berisik," Lalu dia menggigit kecil bibir Icha seolah menghukumnya dan melepaskannya. Memilih bermain di bagian sensual milik sekretarisnya.
Icha terus mengigit bibirnya karena jika tak begitu dia khawatir akan mendesah lagi, perlakuan Andre padanya membuat milik berkedut dan sesuatu mendesaknya ingin keluar.
Andre mengangkat wajahnya dan menatap mata Icha yang sangat b*******h, dia akhirnya tahu bahwa wanita di pangkuannya belum pernah melakukan hal ini sebelumnya.
"Keluarin, jangan ditahan," ucap Andre sebelum melumat bibir Icha, tangannya terus memainkan milik Icha hingga Icha merasa akan menyemburkan sesuatu, dihisap bibir Andre kuat-kuat diapun melentingkan tubuhnya dan melepaskan cairan kewanitaan nya yang membanjiri tangan Andre.
Andre masih mendiamkan ujung jarinya disana, sementara dengan perlahan melepaskan ciuman Icha.
"Om, maaf a-aku," Icha menunduk melihat tangan Andre yang basah namun dia merasakan cairan itu beda dari air seninya. Andre menyeringai dan mengecup pipi Icha.
"Itu namanya o*****e, Sayang," tutur Andre. Icha baru pertama kali merasakan ini tentu dia merasa asing dan bingung.
"Lega nggak?" tanya Andre, Icha mengangguk dengan wajah merona malu.
"Kalau begitu kamu mau bikin saya juga lega seperti kamu?" tanya Andre pelan hampir berbisik di telinga Icha, Icha menoleh dan menatap Andre.
"Caranya om?" Andre mengangkat tubuh Icha yang hampir tak berbusana itu dia pun berdiri, membuka ikat pinggangnya dan menurunkan celananya sampai lutut.
Lalu dia kembali duduk, melihat tatapan polos Icha membuatnya semakin b*******h.
Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, Icha menuruti kemauan bosnya itu. Milik Andre langsung mencuat, terlihat sangat besar dan berkilat. Andre meminta Icha duduk di lantai, agak membungkuk mencium bibir Icha dan melesakkan lidahnya lagi hingga wanita itu menghisapnya kuat-kuat lalu dilepaskan ciuman itu.
"Seperti itu caranya." Andre memegang lembut kepala Icha dan menarik pelan menuju miliknya, Icha pernah sekali melihat hal ini, itupun secara tak sengaja saat teman kampusnya mengerjainya dengan mengirimkan video blow job yang dia bilang itu bahan presentasi. Beruntung Icha mengeceknya video itu di kamar dan ternyata pengetahuan itu berguna saat ini.
Icha memasukkannya ke mulutnya dan menghisap, kelamaan dia menikmati seolah menghisap lollipop tapi kali ini berukuran sangat besar.
Ditambah tangan Andre yang bermain ditubuhnya membuat dia semakin bernafsu dan terus melancarkan aksinya memberikan pelayanan untuk Andre.
Icha benar-benar menurut dan Andre merasa senang, sifatnya yang superior membuatnya bangga jika bisa membuat seseorang menuruti perintahnya.
Lama Icha melakukan itu hingga rasanya seperti kesemutan di kaki, padahal dia lihat video berdurasi tiga menit itu sangat cepat pria nya mengeluarkan cairan putih kental tersebut.
Icha menarik napas dan mendongak, tampak Andre masih mendongak seolah menikmatinya, Andre menunduk melihat Icha yang memperhatikannya lekat.
"Masih lama ya Om?"
"Kamu pegal ya?" tanya Andre dan Icha mengangguk dia hampir saja sampai dan tak mau menundanya diapun berdiri dan duduk di meja Icha, menyingkirkan beberapa benda di meja itu, lalu menyuruh Icha duduk di kursi tadi.
Menarik kursi itu agar Icha mendekatkan wajahnya, "seharusnya sedikit lagi kalau dimasukkin ke punya kamu, tapi saya tidak mau karena kamu masih perawan, jadi pakai mulut lagi aja ya, yang kuat hisapnya saya bantu tangan kamu," Andre mengecup kening Icha seolah memberinya kekuatan lagi, Icha pun melumat milik Andre dan menaik turunkan tangannya, dibantu Andre, tak berapa lama Andre meminta Icha mengangkat wajahnya.
Andre mendongak dengan mata terpejam lalu keluarlah cairan berwarna putih kental itu membasahi tangan mereka berdua.
Tangan Andre terulur mengambil tissue dan membersihkan tangan Icha juga tangannya dan miliknya. Untuk pertama kalinya Andre tersenyum tulus pada Icha. Mengecup kening Icha lagi dan mengucapkan terima kasih. Membuat pipi Icha bersemu dan dia ikut merasa senang.
Andre memakai celana dan ikat pinggangnya kembali, sementara Icha memakai pakaiannya yang terhempas di lantai.
Saat akan mengaitkan kancung kemejanya, Andre membantunya seperti memakaikan anak pakaian sekolah, dengan lembut mengaitkan kancing kemeja Icha satu-persatu sampai di kancing paling atas, dia mencium bibir Icha lembut dan meninggalkan Icha menuju toilet.
Icha memegang pipinya yang panas, senyum terus terkembang di bibirnya, ternyata dia bisa juga membuat Andre tersenyum dan seolah bangga akan hal itu. Icha masih merapikan roknya ketika Andre keluar dari toilet dan kembali menghampiri Icha. Jantung Icha berdetak tak karuan ketika Andre mendekatkan wajahnya dan berbisik, "bersihin dulu sana, habis ini kita makan siang terus ke kantor satu," ucap Andre sambil menepuk b****g Icha dan berjalan ke mejanya.
Icha bergegas ke toilet, membersihkan kewanitaan nya yang masih terasa basah, mencucinya dengan sabun agar tak kentara aroma khas miliknya.
Saat keluar toilet, dia melihat Andre yang sudah membuka kunci pintu dan membereskan mejanya. Icha pun ikut membereskan meja miliknya dan memasukkan laptop ke tas.
Menyemprot parfum ke baju dan lehernya. Lalu ikut berjalan keluar mengekor Andre. Sudah hampir pukul dua ketika mereka meninggalkan kantor itu dan menuju rumah makan khas Padang di dekat kantor.
***
Bersambung