Kontrak Perjanjian

1009 Words
Sepeninggal Bara, Raisa menghela napas lega. Gadis itu berdiri di depan cermin rias, ia melihat pantulan dirinya sendiri yang sungguh cantik saat ini. Gadis itupun tersenyum kecut. Bagaimana mungkin ia akan bahagia dengan ini? Apalagi semuanya hanya bersifat sementara. Kapan saja dia bisa menjadi janda di usia muda. Raisa menghela napas panjang, ia tidak boleh menyesali yang telah terjadi, karena ini semua mutlak keputusannya. Dan satu hal lagi, dengan perjanjian ini bukankah bisa menyelamatkan nyawa ibunya? Bukankah itu imbalan uang setimpal untuk dirinya. Raisa perlahan membuka mahkota kecil yang melekat di atas hijabnya, lalu di letakkan di atas meja rias. Kemudian membuka hijab secara perlahan. selesai membuka hijab, ia berdiri lalu berusaha membuka resleting kebayanya. Namun Tangannya kesusahan menggapai punggungnya tempat resleting tersebut. Setengah jam kemudian Raisa tetap tidak bisa meraih resleting tersebut, karena kebaya yang ia kenakan sangat pas badannya, sehingga menyulitkan tangannya untuk leluasa bergerak kebelakang. Gadis itu tetap memaksa hingga ujung resleting tersebut menggores jari telunjuknya. "Auuu ... Ssstt ..." Raisa meringis melihat telunjukkan mengeluarkan darah, ia meraih tissu lalu membersihkan luka tangannya. Karena merasa lelah akhirnya gadis itu menyerah. Detik kemudian Bara masuk dengan pakaian santainya sambil membawa beberapa berkas di tangannya. Dahi pria tampan itu mengerut melihat istri kecilnya yang masih menggunkan kebaya dan memijit tangannya. "Ini bacalah" Bara meletakkan berkas tersebut di atas ranjang sebelah dia duduk. Raisa berjalan mendekati Bara, Lalu netranya menatap berkas berkas tersebut dan memgambilnya. "Apa ini mas?" Ucap Raisa dengan wajah kebingungan. Ia membawa pandangannya ke arah Bara. "Itu adalah perjanjian kontrak kita, bacalah terlebih dahulu, baru kamu tanda tangan" Ucap Bara sambil memainkan ponselnya dan tidak menatap ke lawan bicaranya Raisa meraih berkas tersebut dan membaca satu persatu yang tertulis disana. Jelas dalam Hal ini dia lah yang paling di rugikan, namun ia tidak bisa berbuat banyak, nasi sudah menjadi bubur semua itu adalah pilihannya. Selesai membaca Raisa langsung menanda tangani berkas tersebut tanpa pikir panjang. Kemudian menyerahkannya kepada Bara. "Satu hal lagi yang harus kamu ingat, Jangan pernah mencampuri urusan pribadiku. Jangan pernah melibatkan perasaan selama pernikahan ini berlangsung, Dan jika kita bertemu diluar jangan pernah bertegur sapa denganku dan tetaplah menjadi orang asing. Perjanjian ini hanya berlaku selama di dalam rumah ini! Kau mengerti? Ucap Bara tegas Raisa hanya menganggukan pelan kepalanya, entah mengapa ucapan Bara bagaikan pisau yang siap mengoyak jantungnya. Pedih, itu yang dia rasakan saat menyadari jikalau statusnya hanyalah sebagai istri jika di dalam rumah saja. ia sadar pria di depannya secara tidak labgsung hanya menyewa rahimnya saja dan tidak lebih. Ia tidak bisa berharap banyak atas pernikahan ini. "Ingat selama kontrak pernikahan ini kamu di larang berhubungan dengan laki-laki lain. Paham?" Ucap Bara tegas dan penuh penekanan. "iya, Mas! Aku mengerti!" Ucap Raisa tertunduk lesu. Sebenarnya ia tersinggung dengan ucapan Bara, Namun Raisa segera menepis perasaan itu. Bagaimanapun Bara berhak atas dirinya. Bara meraih berkas tersebut, lalu ia berdiri dan berjala keluar. "Mmm ... Mas!" Ucap Raisa ragu-ragu. Bara menghentikan langkahnya, "Ya, ada apa, Sa?" Tanya Bara menatap dalam gadis itu. "Mmm ... Itu, Mas!" Ucap Raisa ragu, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Gadis itu takut jika dikatakan menggoda Bara "Itu apa, hmmm?" Tanya bara keheranan. Ia menatap lekat wajag Raisa. "Tolong, turunin resleting kebaya aku, Mas! Tangan aku tidak sampai menjangkaunya kebelakang! Ucap Raisa dengan wajah yang sudah merah merona. Sumpah demi apapun, ingin rasanya ia menghilang saat ini juga. "Oh, Kiraiin mau ngomong apa tadi!" Ucap Bara, lalu ia menghampiri raisa. Saat tangannya hendak menurunkan resleting tersebut, ia melihat ada bercak darah disana. Detik kemudoan ia menurunkan resleting kebaya tersebut dan terpampanganlah punggung putih mulus milik istri kecilnya. Bara menelan susah salivanya, ingin rasanya ia memangsa istri kecilnya. "Sudah Mas!" Tanya Raisa Bara kegalapan, "Sudah, Sa!" Lalu ia melirik jari telunjuk Raisa yang terluka. "Jangan lupa obati jarimu! kotak P3K ada disana" Ucap Bara menunjuk sebuah lemari kecil. Setelah mengatakan itu Bara meninggalkan kamar Raisa. ***** Hari sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Raisa mondar mandir tidak jelas di depan cermin riasnya, sungguh ia sangat cemas malam ini, malam pertama di hari pernikahannya. Gadis itu tidak tahu harus melakukan apa. Terlintas dibenaknya untuk menghubungi Andin adiknya. "Halo, Andin! Bagaimana Ibu disana?" [Ibu baik-baik saja, Kak! kata dokter ibu sudah menemukan pendonor yang cocok, mungkin besok ibu akan di operasi] Jawab Andin "Oh, Syukurlah! Kamu sudah makan, Ndin? Tanya Raisa, ia tahu adiknya saat ini tidak memiliki uang spersen pun. [Sudah, Kak! Bukannya kakak yang mengirimiku makanan tadi?] Tanya Andin "Ah, iya! Kakak lupa, Ndin" Ucap Raisa bohong [Oh ya, Kak! Dapat dari mana Kakak uang sebanyak itu, Kak? Kakak tidak melakukan hal yang macam-macam kan? Kakak tidak men-] Raisa dengan cepat menyela perkataan andin. "Kamu jangan mikir yang macam-macam, ndin! Kakak tidak seperti itu! Kakak dapat uang itu dari Bos Kakak" Jawab Raisa berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan kalau ia baru saja menyewakan rahimnya. Tanpa sadar air matanya menetes begitu saja mengingat perkejaan yang ia lakukan. [Maafkan aku, Kak! Aku tidak bermaksud seperti itu!] Jawab Andin yang merasalah bersalah karena telah menyakiti perasaan Kakaknya. Harusnya dia tidak meragukan kakaknya apalagi selama ini kakaknya banting tulang untuk membiayai sekolahnya. "Sudahlah, Sekarang kamu tidur ya! ini sudah malam. Besok pagi Kakak kesana buat dampingi ibu operasi" Ucap raisa. [Iya, Kak]. Jawab Andin di seberang sana. Setelah itu Raisa menutup teleponya. Gadis itu terduduk dilantai dan menangis sejadi-jadinya menumpahkan segala beban yang ada di hatinya. "Maafkan Raisa, Bu! Raisa terpaksa melakukan jalan ini. Raisa tidak punya pilihan lain, hanya ini cara satu-satunya agar ibu cepat pulih" Ucap Raisa terisak-isak. Sungguh hatinya sangat pilu mengingat dirinya yang sudah di beli oleh seseorang. Entahlah mungkin saja dirinya sudah sama seperti barang yang di perjual belikan oleh orang. Setengah jam kemudian Raisa bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Ia mencuci mukanya yang sembab akibat terlalu lama menangis. setelah selesai ia keluar dan duduk di meja rias. Gadis itu mamakai bedak tipis-tipis untuk menutupi wajah sembabnya, lalu memoleskan liptint pada bibir merahnya. Saat Raisa hendak berdiri, ternyata pintu terbuka dan masuklah Bara sambil membawa bebarapa paper bag di tangannya. "Pakailah, kita akan melakukannya malam ini!" Degh,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD