Part 6: Kiss Me!

2191 Words
Sean tiba di kantornya dengan mood yang benar-benar sedang buruk. Ia berharap tidak ada yang akan mencari masalah dengannya sekarang jika ingin selamat. Tangannya masih mengepal ketika berjalan dengan langkah tegas di lobby kantor. Beberapa karyawan yang berpapasan dengan Sean, segera membungkuk hormat. Mereka jelas bisa melihat wajah Sean yang sedang mengatakan 'Senggol? Bacok!' Pintu aula otomatis terbuka lebar begitu Sean mendekat. Semua orang yang berada di dalam segera berdiri dengan tegap menyambut pimpinan utama mereka. Para kaum hawa entah harus merasa beruntung atau sial. Karena mereka yakin Sean akan marah besar dengan kegagalan mereka. Namun di lain sisi, mereka beruntung bisa kembali melihat wajah adonis Sean setelah sekian lama karena diganti oleh Mr. Brown yang sudah tua dan gendut. Sean seperti sebuah surga yang dikelilingi oleh neraka. Ingin mendekatinya? Maka terjunlah ke neraka terlebih dahulu untuk merangkak naik ke surga di tengahnya. "Lansung saja." Ucap Sean dengan tegas begitu tiba di podium. Semua orang segera duduk dengan diam mendengarkan. Aula yang dingin ini tiba-tiba menjadi panas begitu Sean masuk. Dan mereka tau bahwa ini bukanlah pertanda baik. "Kita akan menayangkan pernikahan rekan bisnis saya Mr. Oliver sebagai langkah awal." Kalimat pertama yang Sean ucapkan membuat suasana aula menjadi semakin menegang. Menayangkan pernikahan? Itu adalah ide terburuk yang pernah di dengar mereka. "Mr. Oliver adalah pengusaha sukses yang memiliki banyak sekali skandal dengan beberapa model ternama. Namun semua wanita yang dikencaninya tidak akan bertahan lama dan berakhir. Dan sekarang ia menikah? Dengan seorang wanita yang biasa saja dan bukan dari kalangan atas? Itu akan memancing banyak sekali penonton yang penasaran dengan sosok dari wanita tersebut. Dan itu adalah umpan kita." "Selanjutnya, saya telah memikirkan untuk menggunakan beberapa perusahaan kita sebagai bom waktu yang akan meledak secepatnya tanpa bisa dihentikan. Mereka menginginkan pernikahan private yang nyaman. Namun mereka juga perlu mengumumkan pernikahan mereka disaat yang bersamaan. Mereka memutuskan untuk mempercayai kita untuk mengurus jalannya pernikahan hingga honeymoon. Mengundang beberapa reporter untuk mendokumentasikannya? Itu hanya akan membuat para tamu tidak nyaman karena mereka juga akan menjadi sorotan. Para reporter pasti tidak hanya fokus dengan dokumentasi acara, mereka tentu mencari atau mencuri beberapa gosip dan sensasi untuk memperhangat berita atau majalah mereka." "Kita gunakan reporter kita di D'TV. Mengadakan resepsi pernikahan di Princess Island ,salah satu icon utama kita di D'Fun World. Mendatangkan chef kita di D'Resort. Menyebarkan berita lisan kita di D'TV dan D'Magazine untuk tulisan. Mereka juga akan honeymoon di Hawai. Dan kita akan menempatkan tempat tinggal mereka di cabang D'Resort yang ada di Hawai." "Jika semua berita itu menyebar kepada seluruh warga di NYC, siapa yang akan paling diuntungkan disini? Tentu saja kita. Kita tidak perlu membayar iklan, model atau yang lainnya untuk mempromosikan perusahaan kita. Mereka yang akan melakukannya dan kita hanya perlu menayangkannya." Semua orang di aula tersebut menganga tidak percaya. Ide itu benar-benar sebuah bom. Bom untuk Derald Group. Saham mereka pasti akan melonjak naik karena berita itu dan nama Derald Group akan kembali mengguncang perusahaan-perusahaan besar lainnya. Jika perusahaan tersebut tidak dapat bertahan, maka mereka yakin Sean akan merangkul perusahaan itu menjadi b***k perusahaannya, seperti yang terjadi di beberapa perusahaan di NYC. Sean akan menanamkan sahamnya dengan jumlah yang tidak main-main untuk perusahaan itu, namun perusahaan itu akan selamanya terikat dengan Derald Group. Karena mereka akan hancur dan terlibat hutang yang besar jika Derald Group menarik sahamnya atau memutuskan kontrak. "Tapi, penayangan pernikahan tersebut hanya akan mempengaruhi D'TV sementara. Setelah berita itu ditayangkan atau selesai, mereka tidak akan tertarik untuk menonton channel kita lagi." Ujar seorang karyawan mengangkat tangannya. Seketika semua orang menjadi sadar, benar juga apa yang dikatakannya. Itu akan menguntungkan Derald Group, namun D'TV tetap akan hancur jika masanya telah berlalu. "Pertanyaan bagus. Saya juga sudah menyusun sebuah rencana program. Seperti yang saya katakan tadi, penayangan pernikahan itu hanya sebuah umpan. Setelah ikan tersebut memakan umpan kita, yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana membuat ikan tersebut tidak akan bisa kabur dari kait kita. Bagaimana cara agar kait kita tidak akan bisa lepas? Kita perlu sebuah kait yang kita yakini bisa menusuk ikan tersebut dengan dalam, hingga mereka tidak akan bisa lepas." "Dalam sebuah pernikahan, apa yang menjadi center dari segalanya? Mepelai. Dari mepelai pria, apa yang akan di perhatikan semua orang? Tuksedonya? Tentu bukan. Tuksedo memang penting, namun kaum adam tidak akan tertarik menilai tuksedo yang dikenakan oleh Sang pria. Sedangkan kaum adam, daripada menilai tuksedonya, mereka lebih tertarik menilai jalannya acara dan kemewahan dari acara tersebut. Singkatnya, mereka akan menilai uang yang dikeluarkan oleh Sang pria untuk Sang wanita." "Dari mepelai wanita, apa yang akan menjadi center? Tentu saja The Wedding Dress. Semua wanita menginginkan sebuah gaun pengantin yang indah, mewah dan elegan disaat yang bersamaan. Mereka ingin menggunakan sebuah gaun pengantin yang mereka sukai sendiri, kalau perlu mereka desain sendiri. Saya pernah melihat D'Magazine menuliskan berita tentang seorang designer muda yang berbakat dalam pembuatan Wedding Dress dan sangat diakui oleh pengusaha-pengusaha atas. Kita bisa menggunakannya untuk membantu mepelai wanita mengeluarkan impiannya dalam gaun pengantinnya." "Kita akan membuat sebuah gaun pengantin yang sangat indah hingga gaun tersebut akan berada dalam benak mereka meskipun penayangannya telah selesai. Selanjutnya, kita akan membuat sebuah program baru yang akan menayangkan gaun-gaun rancangan designer tersebut untuk memancing para wanita yang ingin menikah, menggunakan jasanya. Program itu akan dinamakan 'My Wedding Dream'." "Kita tidak akan membantu mereka menikah begitu saja dan menayangkannya, karena itu akan memakan banyak sekali dana dan waktu. Tetapi kita akan mengumpulkan para wanita dan pasangannya tersebut untuk menjalani beberapa game dan misi, hingga hanya satu pasangan yang tersisa dan dia adalah pemenang. Dia akan menikah di Luxury Castle di D'Fun World dan mendapatkan Wedding Dress yang mewah secara gratis. Selama proses tersebut, kita akan menayangkannya. Itu akan menjadi sebuah program acara yang dinantikan oleh para wanita yang tentunya lebih sering berada di rumah bersama TV mereka." Akhir Sean yang diiringi tepuk tangan yang meriah.  Ide tersebut benar-benar sederhana, namun akan menimbulkan efek yang luar biasa. Kenapa mereka yang lulusan dari bidang tersebut tidak pernah memikirkannya? Mereka mendapatkan promosi gratis, tempat gratis dan model gratis. Mereka hanya perlu membayar seorang designer dan membeli sebuah gaun pengantin yang tentunya tidak akan sebanding dengan keuntungan yang telah mereka dapat.  Itulah Sean. Pemikirannya yang terkadang sederhana atau rumit, selalu menghasilkan sesuatu yang brilliant. Apa yang berada di tangannya, akan selalu sempurna. **** Sara duduk di ranjangnya dengan lemas. Nama Sean terus berputar-putar di dalam pikirannya dan Sara sungguh tidak mengerti dengan arti dari perbuatan Sean. Louis tadi bertanya pada Sean apa dia cemburu melihat Louis bersama dengan Sara. Namun Sean tidak menjawab dan pergi begitu saja. Sara menghembuskan napasnya kesal karena tidak bisa melihat ekspresi wajah Sean. Setidaknya Sara bisa menebak jawaban dari Sean jika ia bisa melihat ekspresi itu.  "Apa yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Louis yang masih berada di kamar Sara setelah menuntun Sara ke kamarnya. "Ha? Tidak. Tidak ada Louis." Sara menjawab dengan senyum tipis di wajahnya. Yah, Louis yang memang menyuruhnya untuk memanggilnya dengan nama saja tanpa embel-embel gelar. "Luka di kakimu tidak parah. Itu akan segera sembuh jika kau mengkhawatirkan itu." Ucap Louis sambil memutar matanya. Louis jelas tau apa yang ada di pikiran Sara, hanya saja ia merasa kesal untuk mengakuinya. Sialan! Lelaki itu benar-benar telah membuatku malu tadi. Mendorongku ke lantai? Tidak ada yang berani melakukannya padaku sebelumnya! Pekik Louis dalam hati. "Iya, semoga bisa cepat sembuh. Aku tidak tahan dengan kakiku yang terasa sangat kaku ini." "Sara, lelaki tadi apakah Sean Derald beneran?" Louis mengangkat bokongnya dari sofa kamar Sara dan berjalan mendekatinya. "Maksudmu?" "Lelaki tadi, apakah Sean Derald pemimpin dari Derald Group?" Tanya Louis sekali lagi. "Iya. Ada apa Louis?" Louis yang mendengarnya membulatkan mata sebentar sebelum kembali berekspresi normal. Pantas saja wajahnya tidak asing.  "Hmm. Tidak. Hanya saja merasa pernah melihatnya disuatu tempat saja."  "Ku rasa kau melihatnya di banyak tempat, terutama di NYC." Kekeh Sara dan Louis ikut terkekeh melihatnya. Senyuman Sara sangat lembut dan manis. "Lalu, dia siapamu? Dia terlalu overprotective seperti ayahmu saja."  Sara berhenti terkekeh dan ekspresi wajahnya lansung berubah sedih. Louis jelas tau itu bukanlah sebuah hal baik walau ia tidak mengerti apa yang salah dari pertanyaannya, "Kau bisa tidak menjawab atau pass. Aku akan memberi keringanan karena aku sedang baik sekarang." Ucap Louis pengertian. Sara tersenyum lembut menanggapinya. Louis melirik jam yang melingkar di tangannya sebentar. "Besok aku akan datang lagi untuk mengecek kondisimu. Sekarang aku harus kembali kerumah sakit." "Kau tidak perlu datang kesini terus Louis, aku tau aku memakan jam istirahatmu." Louis tidak menjawab namun ia hanya mengacak rambut coklat pirang Sara dan pergi meninggalkannya. **** Bbbraakkkk! Suara pintu apartment yang dibanting tutup dengan keras mengagetkan Sara dan Bi Linda yang sedang mengobrol ringan sambil Bi Linda memasak. "Suara apa itu Bi? Ada apa?" Tanya Sara panik. "Tidak tau Nona. Saya akan pergi melihat sebentar." Bi Linda segera mematikan kompor dan setengah berlari ke ruang utama. "Tuan sudah pulang." Ucap Bi Linda melihat Sean yang sedang duduk di ruang tamu. Penampilan Sean terlihat sedikit acak-acakan dengan jas yang telah tergeletak di atas lantai, kemeja yang tidak diselipkan, dua kancing atas yang terbuka, dasi yang dilonggarkan, lengan kemeja yang telah digulung hingga ke siku serta rambut yang tidak terlihat rapi seperti awal Sean berangkat tadi pagi. "Nona ada di dapur Tuan. Apa yang ingin Tuan makan? Saya akan segera menyiapkannya." Ucap Linda lagi ketika Tuannya tidak menjawab pertanyaan pertamanya. Sean berdiri dari duduknya dan berjalan melewati Linda tanpa menjawab. Sean hendak menaiki anak tangganya. "Tuan?" "BISAKAH KAU DIAM LINDA!" Bentak Sean keras hingga membuat Linda terjengkit kaget. "Ma- Maaf Tuan." Ucap Linda terbata-bata dan segera meninggalkan Sean. Sean menghela napas berat sebelum kembali melanjutkan langkahnya. "Ada apa Bi? Kenapa tadi saya mendengar ada yang berteriak?" Tanya Sara begitu mendengar suara langkah kaki yang setengah berlari ke arahnya. Ia yakin itu Bi Linda. "Tuan Sean sedang dalam mood yang buruk Nona. Sebaiknya anda tidak mendekatinya dulu." Saran Linda cukup was-was jika mood buruk Sean akan menyebabkan Nonanya terluka. Sara terdiam kemudian mengangguk pelan. Kejadian tadi siang kembali terngiang di pikirannya.  Pertanyaan Louis pun menghampiri otaknya seolah menuntut jawaban.  Kenapa Sean beraksi seperti itu terhadap keberadaan Louis? Aku jelas tau apa hubunganku dengan Sean. Namun, sekarang mulai membingungkan. **** Sara mencoba memenjamkan matanya kembali untuk tidur. Namun itu sama sekali tidak ada efeknya. Pikiran dan pertanyaan itu kembali menghantuinya. Sara merasa sesak dan gerah disaat bersamaan hingga ia memutuskan untuk mandi, menjernihkan otaknya. Sara bangkit dari ranjangnya dan berjalan dengan hati-hati ke arah kamar mandinya. Setibanya, Sara membuka seluruh pakaiannya, mengingat rambut coklat pirangnya keatas dan menyalakan shower.  Ketika Sara hendak melangkah membasahi tubuhnya, sebuah suara menghentikan langkahnya. "Kau mandi malam-malam begini?" Sara terjengkit kaget dan refleks memutar tubuhnya menghadap arah suara tersebut. "Wow." Ucap Sean sambil memperhatikan tubuh Sara yang kini polos dan terpampang jelas di hadapannya. Sara menjadi kikuk dan dengan panik mencari handuknya. Ia meraba dinding kirinya, namun handuk sialan yang seharusnya tergantung disana tidak ada sekarang.  Sara teringat bahwa ia memiliki persediaan handuk di bawah lemari wastafel. Sara hendak melangkah, namun lantai yang basah dan kaki yang belum sepenuhnya sembuh membuat langkah Sara goyah dan hampir terjatuh. Sean yang sedang bersandari di dinding pintu otomatis memeluk Sara. Sara bisa merasakannya. Tubuhnya bagai menempel sempurna dengan tubuh Sean. Sara juga bisa mencium aroma maskulin yang begitu kuat. Jantung Sara mulai tidak bekerja sama dan berdetak begitu kencang hingga Sara merasa pusing sekarang. Sean memperhatikan wajah Sara yang sangat jelas terlihat gugup. Tanpa Sara sadari, ia membasahi bibirnya dan meneguk salivanya dengan susah. Semua itu tidak lepas dari pandangan Sean dan bagaimana cara Sara membasahi bibirnya benar-benar membuat Sean ingin membantunya juga. Terlebih tangan Sean menyentuh kulit punggung Sara yang terasa halus dan lembut. Sean tidak bisa menjaga tangannya sekarang. Sean mendekatkan wajahnya pada Sara perlahan hingga bibirnya mulai menyentuh bibir Sara. Sara membulatkan matanya kaget dan semakin lebar ketika Sean mulai mendorong dan memojokkan tubuhnya ke dinding kamar mandi untuk menciumnya lebih dalam. Sean melumat, menggigit dan menghisap bibir Sara seolah-olah bibir Sara adalah zat nikotin yang begitu tidak bisa dilepaskan.  Bibir Sean mulai menjalar di dagu, pipi, telinga hingga ke leher Sara dengan buas hingga tanpa sadar, Sara mendesah nikmat. Sara hendak mengangkat tangannya meremas rambut Sean ketika tiba-tiba Sean melepaskan sentuhannya dan menjauh. Sara tidak mengerti dan tidak tau apa yang salah. "Kau bisa sakit lagi jika mandi malam-malam begini. Pakai pakaianmu dan tidur sekarang." Ucap Sean tiba-tiba.  Sean memang menjauh, namun Sara tau bahwa Sean masih berada di hadapannya. Ia masih bisa mencium aroma Sean. Sean membalikkan tubuhnya dan hendak keluar dari kamar mandi. "Aku rasa aku tidak akan sakit." Ucap Sara menghentikan langkah Sean. "Pakai pakaianmu dan tidur." Balas Sean tanpa membalikkan tubuhnya, ia tidak ingin melihat tubuh itu sekarang karena ia tidak yakin bisa berhenti lagi seperti tadi. "Sean." "Ada apa?"  "Can you see me?" Tanya Sara mencoba menyembunyikan kegugupannya. Sean menghela napas berat sebelum membalikkan tubuhnya melihat wajah Sara. Ya, hanya wajah.  "Already." Jawab Sean. "And now, kiss me?" Sean mengkerutkan dahinya. Apa benar itu yang dikatakan Sara tadi? Namun Sara tampak diam. Ok, itu yang dikatakannya tadi. Batin Sean. "Kakimu masih sakit." "Ini tidak parah." "Aku tidak bisa setengah-setengah." "Kau mendapatkan semuanya." "Kau akan menyesal." "Biarkan aku yang memutuskan apa aku akan menyesal atau tidak." "Tidak, bukan kau yang memutuskan. Namun aku yang akan menjamin kepuasanmu sekarang." Balas Sean dengan senyuman evilnya. Sean berjalan mendekati Sara sambil memperhatikan tubuh gadis itu yang benar-benar menggoda. Sean tidak sabar untuk segera membelai tubuh itu dengan lidahnya dan tangannya.  Sara yang semula masih menyandar dinding kamar mandi, berdiri tegak. Ia memberanikan dirinya untuk melangkah maju selangkah sebelum ia mulai merasakan aroma Sean di depannya. "Katakan lagi apa yang kau inginkan Sara." Ucap Sean sambil membelai wajah Sara dengan tangan kanannya. Sara meneguk salivanya sebelum membuka mulutnya bersuara. "Kiss me."  "Kau yakin hanya sebuah ciuman?" Tanya Sean dengan seringaiannya. "Then.. Fcvk me." *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD