Suara Meresahkan di Kamar Tamu
Bab 6 : Menginap di Mes
[Sayang, malam ini Abang nginap di mes soalnya bakal lembur sampai larut malam. Titip anak-anak, ya! I love you.] Kukirimkan pesan itu kepada Syilvina biar dia nggak nungguin aku malam ini.
[Iya, Bang. I love you too.] Aku tersenyum senang pesanku langsung dibalas olehnya.
[Jangan lupa kunci pintu! Kalau ada apa-apa, segera hubungan Abang.] Kembali kutekan tombol send.
[Iya, Bang.]
Segera kusimpan ponsel dan kembali melanjutkan pekerjaan. Laporan ini harus selesai sebelum malam, biar nanti aku bisa mengamati hantu penunggu kamar tamu itu.
Saat adzan magrib telah berkumandang, segera kukemaskan tas kerja dan tak lupa mengambil kunci mes. Suasana kantor sudah sepi, kulangkahkan kaki menuruni anak tangga lalu menuju parkiran.
Bangunan Mes tepat bersebelahan dengan kantor, aku langsung mengemudikan mobil memasuki halaman bangunan berlantai tiga itu. Sekilas, mes itu terlihat seperti hotel. Hanya terdapat kamar yang cukup luas, ada 50 kamar jumlah keseluruhan.
“Pak Radit!” seru suara dari arah samping.
Aku langsung menoleh, ternyata itu Vika sang manager.
“Hay, Mbak, nginap di mes juga?” tanyaku basa-basi.
“Iya, capek mau pulang,” jawabnya sambil mendorong pintu kamar. “Masuk dulu, ya,” sambungnya lalu masuk ke dalam kamar yang tepat bersebelahan dengan kamarku.
Aku menggaruk dahi, lalu memasukan anak kunci ke gagang pintu kemudian masuk juga. Kuhela napas panjang, lalu membuka lemari untuk mengambil handuk dan bergegas membersihkan diri.
Satu jam kemudian, aku telah selesai melakukan segala aktifitas. Kini saatnya membuka laptop dan mengamati kamera CCTV di kamar tamu. Aku sangat yakin, hantu itu akan tertangkap basah malam ini. Entah hantu jenis apa yang menghuni ruangan yang tak pernah ditiduri tiu? Kurasa, jin mungkin.
Kini jarum jam telah menunjuk ke arah 21.00. Hmm ... belum ada pun yang tampak dari dalam layar laptop. Aku masih fokus dan masih sabar menanti penampakan makhluk menyeramkan itu.
‘Tok-tok’
Aku langsung melompat kaget saat mendengar bunyi itu.
“Assalammualaikum, Pak Radit.” Terdengar suara ketukan pintu kembali disertai ucapan salam.
Astaghfirullah’adzim, aku mengelus d**a. Kukira itu suara dari dalam laptop ini, ternyata itu suara dari depan pintu kamarku. Kuhembuskan napas berat lalu turun dari tempat tidur dan membuka pintu.
Dahi ini kembali berkerut saat mendapati Vika di depanku sambil menenteng sekotak pizza, wajahnya terlihat sangat bersahabat.
“Pak Radit, tadi saya order satu porsi pizza tapi malah diantar dua. Ya sudah, buat Pak Radit deh satu, saya nggak mampu menghabiskannya.” Dia mengulurkan kotak pizza ke tanganku.
Aku tersenyum tipis dan menerima pizza itu, lalu berkata, “Terima kasih ya, Mbak Vika.”
“Oke, sama-sama. Saya permisi.” Dia langsung membalik badan dan menuju mes miliknya.
Aku mengangkat sebelah alis, menatap kotak pizza itu, lumayan buat teman begadang mantau CCTV. Segera kubawa masuk dan menikmatinya sepotong, dengan mata kembali fokus ke laptop.
***
Cahaya matahari yang menerobos dari celah tirai jendela membuatku sedikit terusik. Segera kubuka mata dan melihat jam yang tergantung di dinding. Ya tuhan, sudah pukul 09.00 rupanya. Aku bergegas bangkit dan berlari ke kamar mandi. Gara-gara mantau kamera CCTV itu aku jadi kesiangan begini.
Alhasil, aku tiba di kantor sudah pukul 09.30. Untung saja jarak mes sangat dekat, mobil kutinggal saja di garasi mes.
Dengan terburu-buru, aku segera masuk ke ruangan kerja dan menghembuskan napas letih. Berlari dengan jarak sedekat ini saja sudah membuatku kecapekan. Kukencangkan volume AC biar suhu tubuh berubah normal kembali.
Sibuknya pekerjaan membuatku tak sempat untuk mengecek hasil rekaman CCTV tadi malam yang pas aku ketiduran, biarlah nanti-nanti saja aku mengeceknya. Tadi malam juga, udah ditungguin sampai tengah malam tapi tak ada yang aneh juga, hanya kamar yang tetap gelap saja.
Tak terasa, hari mulai sore, sedangkan pekerjaanku masih menunmpuk begini. karena disibukan oleh benda kecil itu aku jadi melalaikan pekerjaan. sepertinya malam ini aku akan lembur sebab besok laporan harus selesai. Pak Sofian atasanku itu orangnya disiplin sekali, setiap tanggal 1 dia selalu meminta hasil laporanku dan tidak mau tahu jika ada masalah apa pun yang membuat laporan itu terjeda. Akan tetapi, aku selalu mendapat bonus bulanan karena pekerjaan ini. Jadi, aku rela lembur hingga subuh demi laporan ini. Bulan lalu aku mendapat bonus lima juta, itu jumlah yang sungguh lumayan sekali untukku.
Kurentangkan tangan dan melenturkan otot-otot, rasanya pegal sekali. Kuraih ponsel dan mengirim pesan untuk Syilvina.
[Sayang, malam ini abang lembur lagi. Kalian baik-baik ya di rumah.] Kutekan tombol kirim dan menunggu balasannya.
Satu menit, dua menit hingga sepuluh menit tapi tak juga ada balasan darinya. Kuketik pesan untuk Arsha saja, putri pertamaku.
[Arsha, kalian lagi apa? Malam ini papa lembur lagi dan nggak pulang. Mamamu mana? Papa chat mama tapi nggak dibalas.]
Dua menit kemudian, Arsha sudah membalas pesanku.
[Mama lagi ke Supermarket sama Om Riko, mau belanja katanya. Arsha lagi jagain Arshi ini. Arka sedang main sama temannya di teras.]
Aku menautkan alis. Kenapa anak-anak ditinggal bertiga saja di rumah? Kenapa nggak nunggu hari minggu aja sih belanjanya? Biasanya ‘kan begitu, padahal ini sudah hari jum’at. Besok siang aku juga udah pulang. Ah, Syilvina!
Oh iya, aku sampai lupa menanyakan masalah hantu itu.
[Sha, gimana tadi malam? Apa ada suara aneh-aneh lagi dari kamar tamu?]
Lima menit kemudian, barulah pesanku dibalas Arsha.
[Nggak ada, Pa, malam ini juga aman walau papa nggak ada. Mungkin hantunya udah pergi kali.]
Aku menahan senyum. Yeah, dasar Arsha! Semoga saja benar, hantu itu sudah pergi dan berpindah rumah. Kalau begini, aku tak bimbang lagi jika harus lembur dan pulang malam.
Bersambung ....