Chapter 9 berkunjung ke rumah Damian

1093 Words
Hati Damian makin gundah, walau begitu dia berusaha tenang. Tomi masih berada dalam batasannya dan Amanda sangat mempercayai laki-laki itu. Dia berpikir untuk tidak memperpanjang masalah ini. Setelah pulang kantor, mereka langsung mengambil mobil baru yang telah dibeli oleh Amanda. Damian melihat mobil itu hingga terpesona di tempatnya. "Aku tidak pernah memikirkan untuk membeli kendaraan mewah seperti ini, Beb. Sungguh, hal ini sangat tidak mungkin untuk ku gapai." "Apaan sih, lebay banget. Kamu bisa Dam. Kamu hanya nggak mau." Mereka memasuki mobil berwarna putih itu. "Oh, iya. Hari ini hingga tiga hari ke depan bisa tidak kita menginapnya di rumah Ibu?" Manda memasang sabuk pengaman dengan kaku. Dia belum membicarakan itu pada mamanya. "Kok diem sih? Kita kan udah di rumah kamu selama hampir satu minggu. Kasihan ibu dan ayahku. Mereka juga menanti kita dan nggak sabar untuk bertemu kamu." Amanda tersenyum dan mengangguk. "Tentu, aku akan bicarakan sama Mama. Emm, atau kita langsung ke rumah ibu saja. Jadi aku hanya perlu telepon mama untuk meminta izin." Damian tidak setuju dengan usul istrinya. "Beb, kamu kan nggak bawa baju ganti. Dan nggak sopan minta izin ke mama lewat telepon. Itu nggak baik." "Tapi, Dam." "Aku nggak setuju." "Oke, terserah kamu saja." Damian menyetir menuju rumah Amanda, sedang istrinya ketar-ketir mencari kata-kata yang tepat untuk di sampaikan. Beberapa menit kemudian, mobil mereka sampai di halaman rumah Nyonya Soya. "Selamat sore, Non, Den," sapa security yang berjaga di luar. "Sore, Pak. Mobil mama kok nggak ada?" tanya Amanda. "Iya, Non. Nyonya dan Bapak sedang keluar. Katanya ada arisan keluarga. Mungkin pulangnya agak malam." "Yess," batin Manda bersorak. "Oh, kalau gitu nanti tolong sampaikan ke mama, ya. Manda sama Damian akan menginap di rumah ibu mertua, nanti saya juga akan kirim pesan kok lewat wa." "Baik, Non." Manda segera masuk dan membawa beberapa pakaian. Senyumnya mengembang dan menghampiri Damian yang menunggu di ruang tengah. Tidak butuh waktu lama untuk wanita itu packing barang yang mungkin di perlukan. "Sayang aku udah siap." Damian menatapnya ragu. "Kamu yakin? Sebaiknya kita tunggu mama sama Papa dulu." "Nggak apa-apa, mama pasti ngerti, ayo ibu udah nunggu kan?" "Iya, sih." "Ya udah ayo, tungguin mama tu lama. Mungkin jam 11 baru balik." Damian pasrah dan membawa koper Amanda ke mobil, setelah berpamitan ke security mereka pun bergegas meninggalkan rumah itu. "Pak, kami pergi dulu." "Baik, Den." ** Kedatangan Amanda di keluarga Damian di sambut dengan hangat. Damian telah mengabari jika hari ini merek akan datang. Bu Restanti begitu senang hingga masak makanan yang cukup mewah menurut mereka. "Mas, kira-kira menantu kita suka nggak ya masakan ibu?" tanya Restanti pada Grandi suaminya. "Suka dong, selama ini nggak ada yang bisa menolak masakan kamu. Damian aja tuh, pasti nggak tahan kalau pisah lama dari ibunya." Wajah Restanti bersemu merah, sedalam itu kasih sayangnya pada putra angkatnya. "Mas, bisa aja. Aku tidak mengkhawatirkan Damian, tapi takut Amanda tidak bisa menikmati tinggal di gubuk kita ini." "Kamu terlalu berlebih-lebihan. Amanda bukan wanita yang seperti itu percayalah." Restanti menyiapkan semuanya dan meminta suaminya mencicipi sekali lagi. "Ini beneran udah tidak ada yang kurang, Mas?" tanyanya lagi. "Tidak ada, semuanya sempurna." Suara mobil berhenti tepat di depan rumah, Bu Restanti dan Pak Grandi segera keluar menyambut menantu kesayangan mereka. "Mas, sepertinya itu mereka." Restanti begitu bersemangat. "Assalamualaikum," ucap Damian dan Amanda dari luar. "Kan, Mas. Ibu udah rapih belum?" tanyanya lagi. "Udah, Sayang. Ayo kita keluar." "Wa'alaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh. Akhirnya menantu ibu datang berkunjung." Bu Restanti langsung memeluk menantunya itu. "Iya, Bu. Maaf karena pekerjaan kami belum sempet datang." "Tidak apa-apa, ayo masuk. Ibu sudah masakin makanan kesukaan Damian. Em, tapi ibu tidak tahu makanan kesukaan Amanda apa?" Wanita tua itu terlihat canggung. "Nggak apa-apa, Bu. Aku dan Damian menyukai makanan yang sama." "Benarkah?" Amanda mengangguk cepat. "Syukurlah, kalau begitu." Mereka pun masuk dan berbincang-bincang, Bu Restanti sangat bahagia dia seperti memiliki anak perempuan dengan adanya Amanda sebagai anggota keluarga. "Bagaimana dengan pekerjaanmu, Dam?" tanya Pak Grandi. "Semuanya lancar, Yah. Setelah mempelajari tugas yang baru dan mendapatkan bimbingan dari kantor, syukurnya aku dapat mengimbangi." "Amanda membawa keberuntungan untukmu, kau tahu. Jabatan itu datang tiba-tiba di hari bahagia kalian." Damian terdiam sejenak. Dia oun menyetujui ucapan ayahnya. "Ya, Ayah benar." Bu Restanti terus menatap Amanda hingga menantunya itu salah tingkah. "Nak, kalian ganti baju dulu lalu makan malam. Ibu udah siapkan semuanya," pinta Bu Restanti. "Baik, Bu." Damian mengajak istrinya ke kamar, ruangan itu tidak sebesar dengan kamar milik Amanda. Dari seprei dan tirai yang terpasang begitu sederhana. Bahkan ruangan untuk pembantu di rumah wanita itu jauh lebih layak dari kamar Damian saat ini. "Ayo masuk, kenapa? Jijik, ya?" tebak Damian setelah melihat reaksi istrinya. "Nggak kok, nggak nyangka aja kamar kamu lebih rapi padahal pemiliknya cowok." Amanda meletakkan koper di atas ranjang. Wanita itu menatap ke sekeliling, tidak ada AC ataupun kipas angin, hanya ada meja kecil di sisi kanannya. "Oh, itu pasti kelakuan ibu. Dia pasti telah membersihkan kamar ini sebelum kita datang." Damian mengganti pakaian dengan santainya, Amanda masih belum terbiasa dan spontan membalikkan badan. "Maaf, di sini nggak ada kamar mandi. Kita harus menuju ke belakang jika ingin buang air. Jadi aku ganti pakaiannya di sini saja." "Terus aku gimana?" tanya Amanda spontan. "Kamu mau ganti di depan aku? Ya, nggak apa-apa." Damian terkekeh mendengarnya. "Damian!" "Iya, maaf. Aku akan keluar dan menunggu di depan pintu." Pipi Manda jadi bersemu merah karenanya. Di tengah perbincangan mereka, ponsel Amanda tiba-tiba berdering. "Halo," ucap Manda setelah mengankat telepon. "Manda, pergi kok nggak tunggu mama pulang sih," protes Nyonya Soya di ujung sana. Amanda mengambil jarak agar Damian tidak mendengar pembicaraan mereka. "Iya Ma, sorry. Mama dan Papa katanya lagi ada urusan, pulangnya pasti lama. Oh iya, kami nggak lama kok Ma. Nanti akan balik lagi ke rumah Mama." Nyonya Soya terus meracau dan Damian memperhatikan tingkah istrinya. "Mama, ini udah malam. Besok setelah pulang dari kantor. Manda sempetin ke rumah Mama. Ini Manda baru mau makan malam sama orangtua Damian. Udah dulu ya, Ma, bye." Manda memutuskan panggilan telepon dengan cepat. "Kenapa? Apa Mama marah?" Damian bertanya dengan pandangan fokus ke arah istrinya. "Enggak, Mama sebenarnya orangnya emang gitu. Suka nanya kemana aku pergi atau apa-apa selalu nelpon. Kamu tahu kan, aku dan mama itu deket banget. Dan nggak pernah pisah." "Ya, kau benar. Memiliki anak perempuan secantik dirimu, wajar saja jika mama khawatir," godanya. "Apasih, sana ah. Mau ganti baju." Amanda mendorong suaminya keluar dari kamar. Manda menutup pintu dengan rapat. Dia berbohong satu hal dan tidak mungkin untuk jujur pada sang suami. "Jangan lama-lama, Ibu dan Ayah udah nungguin," ucap Damian dari luar. "Iya,"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD