Sidang sedang berlangsung, beberapa point di ajukan pihak pengugat mengenai alasan untuk berpisah dan semua bukti yang telah di karang nyonya Soya di bacakan satu per satu oleh pengacaranya.
Hati orangtua Damian semakin terenyuh mendengar tuduhan-tuduhan yang di lontarkan.
“Maaf yang mulia, dari pihak orangtua klien saya Amanda Sarasvati mengatakan. Saudara Damian melakukan penipuan dengan menyembunyikan identits sesungguhnya. Dengan bukti yang kami miliki, selain pasal penipuan, saudara Damian juga merugikan pihak Nona Amanda dan mengajukan perceraian.”
Semua point di sampaikan dengan gamblang, Nyonya Soya merasa bangga karena Hakim tak menjeda pengacaranya dan membiarkan semua keluhan di sampaikan secara lugas.
Amanda dan Damian saling menatap, mereka terus berpegangan tangan seolah tak ingin terpisah. Hakim lebih tertarik dengan bahasa tubuh pasanfan itu dari pada mendengar semua alasan yang baru saja di bacakan.
“Apa yang menjadi masalahnya, jika sang istri menerima segala kekurangan dari suaminya saya pikir tidak ada yang perlu di permasalahkan.”
Nyonya Soya menyadari apa yang sedang dilakukan Amanda.
“Maaf, tapi kami kesini untuk mengakhiri pernikahan ini. Pernikahan ini tidak sah!”
Semua orang menatap nyonya Soya.
“Harap yang tidak berkepentingan agar tetap tenang.” Palu di ketuk untuk memperingatkan.
Nyonya Soya geram dan akan berkeras.
“Tapi, saya adalah mamanya!”
Bug bug bug.
Palu kembali di ketuk.
“Kami hanya mendengarkan keberatan yang di sampaikan oleh penggugat. Jika tak dapat mematuhi aturan persidangan, silahkan keluar dari ruangan ini.”
Amanda gemetar mendapat tatapan tajam yang di berikan oleh mamanya. Nyonya Soya kembali duduk, dia sangat kesal apalagi sikap hakim seolah tak menghargainya.
Damian kembali mengenggam tangan istrinya.
“Saudara Damian, apa benar tuduhan yang di arahkan kepada anda? Apa benar anda telah melakukan penipuan dan menikahi saudari Amanda?”
Damian tak memiliki seorang pengacara, dia berjuang sendiri dengan kemampuannya.
“Saya tidak menipunya, istri saya mengetahui siapa saya sebenarnya. Adapun mertua saya. Setiap pertanyaan mereka saya jawab dengan sejujur-jujurnya.”
“Bohong!” Nyonya Soya geram menatap menantunya.
Bug bug bug.
“Harap tenang.”
Amanda mengigil di tempatnya, dinginya ruangan membuatnya oleng dan pusing.
“Baiklah, sidang di tunda dan akan dilakukan mediasi.”
“Pak Hakim kami tidak memerlukan itu, segera putuskan dan jangan buang-buang waktu kami.”
Nyonya Soya begitu menggebu, hakim menaruh curiga padanya.
“Dari sikap dan perlakuan, saya tidak melihat mereka memiliki keinginan untuk mengakhiri pernikahan. Lihat bagaimana mereka saling mengasihi.”
Amanda segera melepas tangan Damian saat mamanya menatap mereka.
“Sidang cukup sampai di sini, kita bertemu lagi minggu depan, sidang saya tutup.”
Damian dan keluarganya merasa lega. Amanda pun demikian.
"Kau dengar, kita adalah masih menjadi pasangan suami istri," bisiknya.
Hanya sesaat wanita itu tersenyum lalu dia jatuh tumbang dalam pelukan sang suami.
“Manda, sayang kamu tidak apa-apa?”
Nyonya Soya menghampirinya dan menjauhkan Damian dari putrinya. Semua orang menatap mereka sekarang. Amanda sedang tidak sadarkan diri.
“Kamu apain anak saya hingga pingsan seperti ini!?” Nyonya Soya menggunakan kesempatan itu untuk menyerang Damian.
“Ma, Damian nggak ngelakuin apa-apa.”
“Diem kamu, saya bukan mama kamu.”
Petugas membantu mengecek denyut nadinya.
“Dia pingsan, sebaiknya bawa dia ke rumah sakit.”
Mendengar itu, Damian segera menmggendong Manda dan keluar dari sana. Nyonya Soya tak terima dan terus berteriak.”
“Berhenti kamu! Jangan sentuh anak saya!”
Tak ada satupun yang peduli dengannya.
Bu Restanti dan Pak Grandi menyusul Damian ke mobilnya.
"Berhenti kamu! Dasar penipu!"
Tak di hiraukan teriakan sang ibu mertua.
“Ayah, tolong segera bawa kami ke rumah sakit.”
Setelah membukakan pintu mobil untuk putranya. Pak Grandi lalu masuk ke kursi pengemudi.
“Tolong, lihat mereka sedang menculik Putri saya,” ucap Nyonya Soya.
Wanita itu mencari perhatian hakim dan jajarannya. Dia terus berteriak agar orang-orang peduli.
“Ma, aku bawa Manda ke rumah sakit!” teriak Damian dari dalam mobil.
Grandi menyetir dengan cepat, Soya yang khawatir segera menyusul bersama pengacaranya.
“Sial! Cepat kejar mereka.”
Pak Grandi memilih rumah sakit terdekat, sepanjang jalan untuk melakukan pertolongan pertama. Damian yang gugup berusaha membangunkan istrinya.
“Manda, sayang bangunlah. Apa yang terjadi padamu?”
Bu Restanti menoleh dan menyentuh tangan Amanda yang berbaring di pangkuan putranya.
“Dia sangat lemah, lihat wajahnya begitu pucat.”
“Bu, aku takut.”
“Kita akan segera sampai, Damian. Tenanglah,” ucap sang ayah dan fokus menyetir.
Nyonya Soya mengejar di belakang, Pak Grandi memperhatikan mobil besannya berusaha menyalip pengendara lain.
“Ibu mertuamu begitu menyeramkan, lihat bagaimana dia bertingkah.”
“Mas, tolong jangan sekarang.” Bu Restanti tidak ingin Damian semakin terpuruk dalam situasi seperti ini.
Tiba di rumah sakit, Bu Restanti segera turun bersama sang suami.
“Tolong, kami butuh bantuan,” ucap mereka pada petugas.
Damian berhasil mengeluarkan Amanda dari mobil dan membawanya ke brangkar yang di sediakan oleh perawat.
“Apa yang terjadi?” tanya suster dan mendorong brangkar menuju ke ugd.
“Dia tiba-tiba jatuh pingsan,”
“Baik, silahkan tunggu di luar.”
Amanda berlalu dan pintu di tutup. Damian tertegun di tempatnya. menunggu dengan gelisah.
Deg.
Deg.
Jantungnya berdetak hebat, Damian berdoa dalam diam untuk keselamatan istrinya.
"Semoga dia baik-baik saja," ucap Bu Restanti.
Suster keluar dari ruangan, lalu beberapa menit kemudian kembali bersama Dokter.
“Apa yang terjadi suster?” tanya Damian tak sabar.
“Kami masih memeriksa keadaan pasien, Pak. Maaf permisi.”
Damian kembali tertegun.
Pak Grandi datang setelah memarkirkan mobilnya, lelaki itu tampak kesal karena melihat mobil besannya baru tiba di parkiran.
“Dimana putriku!” Nyonya Soya kembali membuat keributan.
“Kau! Beraninya kau membawa putriku. Apa yang kau lakukan padanya hingga dia tak sadarkan diri?” Nyonya Soya melalui Pak Grandi dan menunjuki wajah Damian.
Nyonya Soya menyerang Damian tidak peduli mereka dimana?
“Dia tak melakukan apa-apa, aku curiga kau telah memperlakukan Amanda dengan sangat buruk. Sebagai mertuanya kami pun dapat menuntut anda jika terjadi sesuatu pada menantu kami,” Pak Grandi kehilangan rasa hormat pada wanita itu.
“Langcang! Kalian pikir. Kalian ini siapa, ha! Kalian bukan siapa-siapa. Dia putriku, tidak ada yang lebih berhak atas dirinya selain aku.”
“Jangan lupa, Damian masih suaminya. Jangan terlalu serakah!”
Nyonya Soya tersudut, apalagi tidak ada Rama di sana. Pengacara wanita itu baru saja tiba dan menghampirinya.
"Maaf Nyonya saya baru tiba."
Dokter keluar dari ruangan, wajahnya mengisyaratkan kecemasan.
“Dokter, bagaimana dengan keadaan istri saya?” tanya Damian.
Semua orang yang hadir mengelilingi dokter itu tidak terkecuali mama Amanda.
“Kondisinya lemah, pasien mengalami dehidrasi dan sepertinya dia juga tak makan beberapa hari ini.”
Damian menatap ibu mertuanya sekilas.
“Beruntung, bayinya baik-baik saja.”
Damian dan yang lainnya terkejut luar biasa.
“B-bayi, apa Dokter bercanda!” Nyonya Soya tampak khawatir. Lebih tepatnya tidak terima.
“Ya, pasien sedang mengandung, baru menginjak minggu pertama, selamat untuk keluarga.”
Damian terharu dan bersujud di lantai.
“Ayah, kau dengar. Aku akan menjadi seorang ayah.” Damian sangat senang dan memeluk kedua orangtuanya.
“Apa kami boleh masuk, Dokter?” tanya Bu Restanti.
“Sayangnya belum, pasien butuh istrahat. Silahkan menunggu di luar. Kalau begitu saya permisi.”
Nyonya Soya merasa terbakar mendengar penuturan Dokter yang menangani putrinya. Setelah wanita itu berlalu, Nyonya Soya mendorong Bu Restanti agar menjauh dari ruangan putrinya.
“Jangan pikir, karena kalian membawa Amanda kesini, kalian berhak atas dirinya, tidak! Kalian tidak bisa menemuinya. Walaupun Amanda hamil, dia akan tetap menggugat cerai Damian.”
Bu Restanti terkejut melihat sikap besannya.
“Bu, apa kau tidak merasa kasihan? Tidak kah kau berpikir, kehamilan Amanda adalah petunjuk dari Tuhan agar mereka bisa terus bersama.”
“Omong kosong! Anak itu tidak ada artinya bagiku. Kalau perlu, Amanda bisa menggugurkannya. Itu lebih baik dari pada dia harus membesarkan keturunan dari benih lelaki miskin sepertinya.”
Damian kembali berlutut membuat Grandi kesal.
“Aku mohon, Ma. Biarkan anakku lahir, biarkan kami memilikinya.”
“Tidak! Aku tidak akan mengizinkannya.”
“Kau sombong! Kau serakah!” Restanti kesal, dia tak dapat bersabar lagi.
“Baiklah, kita lihat keputusan hakim. Dengan kehamilan Amanda, hakim tidak akan menyetujui perceraian ini. Dan, jika anda kekeh menggugurkannya. Kami akan melaporkan perbuatan anda ke polisi karena merencanakan pembunuhan pada calon cucu kami.”
Pengacara Nyonya Soya memintanya berhenti berdebat.
“Terbuat dari apa hatimu itu? Apa Amanda tidak berarti sama sekali bagimu? Apa salah Damian?”
"Persetan dengan kalian!"