Part 25

1004 Words
Jessica membanting tasnya ke atas kasur hingga menimbulkan bunyi cukup keras. Raut wajahnya tampak mengetat dan kulitnya juga tampak memerah. Sementara itu kedua tangannya tampak terkepal erat. Dilihat dari penampilannya, orang-orang pasti langsung menebak jika saat ini wanita itu sedang diliputi rasa amarah. "Kenapa sih, orang-orang nyebelin banget hari ini!" hardik Devan. Jessica sudah tidak dapat menyembunyikan kembali emosinya. Ia ingin cepat-cepat semuanya berakhir dan ia dapat kembali ke tubuh aslinya, karena jujur saja Devan sudah sangat lelah menjalani hidupnya sebagai Jessica. "Kapan ini semua berakhir?! Gue capek! Rasanya gue pengen nyerah aja!" keluh Jessica. Memang benar jika dilihat dari raut wajahnya, terdapat guratan kelelahan di wajah Jessica. Selain lelah karena pekerjaannya, ia juga lelah dengan permasalahan-permasalahan yang sering muncul setiap harinya. Ternyata hidup Jessica tidak semenarik itu, wanita itu selama ini ternyata memiliki permasalahan yang serius. Dan sialnya Devan 'lah yang harus menyelesaikannya. Jika tidak maka ia tidak akan bisa kembali lagi ke dunia aslinya. Huh, benar-benar sangat menyebalkan. Jessica pun menatap buku diary yang diberikan oleh kakek-kakek yang mampir dalam mimpinya itu. Perlahan tangannya bergerak lincah di atas buku diary itu, mencoret-coret tinta miliknya hingga menjadi sebuah tulisan dan beberapa kalimat. Jessica menulis ulang apa yang dilaluinya hari ini. Jika dipikir-pikir memang terasa menggelikan ia melakukan hal seperti ini. Namun mengingat kembali pesan yang diberikan oleh kakek-kakek itu, maka dengan terpaksa ia melakukannya. Toh, tidak ada yang tahu ia sering menuliskan kegiatannya di dalam buku diary. Di tengah Jessica sibuk menuangkan perasaannya di dalam buku diary itu, ia mendengar gendoran pada pintu kamarnya. Sudah bisa ketebak sih, siapa pelakunya. Siapa lagi jika bukan Karina. "Kak, Kak Jes!" teriak Karina. Jessica berdecak. Tak di sini atau di kehidupan aslinya, Karina sama-sama menyebalkan. Dan lebih menyebalkannya lagi Karina di sini lebih berani bersikap padanya. Sepertinya ia harus lebih tegas kepada Karina agar gadis itu tidak seenaknya lagi. Dengan perasaan kesal Jessica pun membuka pintu kamarnya hingga memperlihatkan sosok sang adik yang tengah menyengir tanpa dosa ke arahnya. "Bisa enggak sih, kalau ngetuk pintu itu biasa aja, enggak usah bar-bar! Gimana kalau misalkan pintunya jebol gara-gara gaya ngetuk pintu lo yang kayak ngajak orang tawuran!" omel Jessica. Bukannya merasa bersalah, Karina malah terlihat acuh. Ia sama sekali tidak berminat mendengar omelan sang kakak, karena ada berita penting yang harus ia sampaikan kepada Jessica. "Kakak harus tahu ini," ucap Karina. Jessica mengerutkan keningnya. Dalam hati ia mencibir tingkah menyebalkan adiknya itu. "Apaan?!" "Kakak masih ingat sahabat Kakak itu?" tanya Karina. Jessica kembali mengerutkan keningnya. Sahabat siapa yang dimaksud oleh Karina? Reyhan atau--oh tidak, dengan cepat Jessica menggelengkan kepalanya. Jangan sampai yang dimaksud oleh Karina adalah laki-laki tidak tahu diri itu. "Siapa?" Mendengar jawaban acuh sang kakak membuat Karina merasa dongkol karena ternyata ekspektasinya tidak sesuai. "Ituloh yang ganteng," jawab Karina yang terdengar menyebalkan di telinga Jessica. Jessica mendengus kesal. Lalu mencibir Karina dalam hati. "Ck, kalau bukan adek udah gue tendang lo!" "Cowok 'kan emang ganteng, kalau mau kasih tahu itu yang lebih spesifik, biar enggak buat orang penasaran!" cibir Jessica. Melihat raut kesal sang kakak, Karina malah cengengesan. "Maaf. Ituloh yang kayak koko-koko China." Sontak raut wajah Jessica pun berubah setelah Karina memberikan spesifik laki-laki yang dimaksud olehnya itu. Tentu saja itu bukan Reyhan, karena wajah dan perawakan Reyhan mirip orang Timur Tengah. "Emangnya kenapa?" Jessica mencoba mengontrol raut wajahnya agar tak membuat Karina curiga. "Papa bakal ngundang keluarganya sahabat Kakak itu ke rumah," jawab Karina. Kali ini Jessica tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Astaga, ini benar-benar gila! Susah payah ia menghindari laki-laki itu, justru papanya malah membawa orang itu ke rumah. Sama saja papanya mengundang buaya ke rumah mereka. Mendadak kepala Jessica terasa pening. Bahkan hampir aja tubuhnya limbung jika ia tidak segera berpegangan pada handle pintu. "Ya ampun, Kak! Kakak kenapa?!" pekik Karina. Gadis itu refleks menahan tubuh sang kakak yang hampir saja terjungkal. "Kak--" "Enggak, Kakak enggak apa-apa," potong Jessica. Karena kasihan melihat kakaknya, Karina pun menuntun Jessica kembali ke kamarnya. Ia mendudukkan Jessica di atas ranjang wanita itu, lalu dengan telaten Karina membalurkan minyak aromaterapi ke pelipis, tengkuk, dan juga perut kakaknya. Walaupun akhir-akhir ini mereka seperti tom and Jerry, namun jauh di lubuk hati mereka, mereka saling menyayangi. Bahkan tanpa diam-diam Jessica selalu memberikan makanan dan juga hadiah-hadiah kecil kepada adiknya itu yang tentunya tidak diberikannya secara langsung karena ia memiliki gengsi yang tinggi. Sementara itu Karina juga sering diam-diam memberikan vitamin dan juga makanan sehat kepada kakaknya itu, yang sering ia titipkan kepada bi Inah atau ia simpan di kamar kakak perempuannya itu. "Coba hirup," titah Karina. Jessica pun menuruti apa yang dikatakan oleh adiknya itu, ia menghirup dalam-dalam aroma minyak aromaterapi itu. Padahal tadi ia baik-baik saja tidak merasa pusing atau tidak enak badan, namun setelah mendengar kabar bahwa Janandra dan keluarganya diundang oleh papanya, tiba-tiba saja kepalanya menjadi pening. Ia memikirkan kemungkinan buruk dari pertemuan dua keluarga ini. "Kak, aku tinggal bentar, ya, mau buat teh hangat dulu," ucap Karina yang diabaikan oleh Jessica karena gadis itu masih asyik dengan pikirannya sendiri. Sepeninggal Karina, Jessica tampak merenung. Ia jadi berpikir masalah selanjutnya yang harus ia selesaikan adalah tentang Janandra. "Enggak, jangan sampai si Jessica dijodohin sama si Jana. Si Jana lebih ekstrem dari si borokokok Chandra," batin Devan. "Gue harus bisa batalin rencana pertemuan dua keluarga ini," lanjut Devan. Dalam diamnya Devan sedang menyusun rencana untuk mengacaukan pertemuan itu. *** Di sisi lain Reyhan termenung di balkon apartemennya. Sejak pertemuan kemarin dengan Jessica, rasa yang pernah ada kepada wanita itu kembali muncul. Padahal sebelumnya ia sudah yakin dapat melupakan perasaannya kepada Jessica dan memantapkan hatinya hanya untuk Natasha yang kini menjadi tunangannya. "Jessi, kenapa lo harus muncul lagi di saat gue udah berhasil ngelupain lo. Gue juga enggak mungkin ninggalin Natasha, tapi melihat keadaan lo kemarin gue jadi ragu ninggalin lo, Jes," gumam Reyhan. Memang benar tidak ada persahabatan tanpa melibatkan perasaan. Contohnya apa yang terjadi pada Reyhan, Jana, dan Jessica. Mereka terlibat cinta segitiga. Dan alasan hubungannya dengan Jessica yang tak lagi sehangat dulu karena Jessica sengaja menghindarinya setelah ia mengatakan perasaan yang sebenarnya kepada wanita itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD