Part 1

1140 Words
Azkia dan Adinda terlihat mondar-mandir memeriksa semua persiapan resepsi pernikahan Erra Willy, artis papan atas yang memakai jasa wedding organizer yang didirikan Azkia dan Adinda. Mereka tak ingin ada celah kesalahan sekecil apapun itu, dan memang benar, acara berjalan lancar dan sempurna membuat Azkia dan Adinda yang mengawasi di samping pelaminan bernafas lega. Azkia dan Adinda kemudian menuju boot minuman dan mengambil minuman dingin untuk menyegarkan tenggorokan mereka yang kering karena kesibukan yang membuat mereka tidak sempat minum apalagi makan, tapi acara inti sudah selesai hanya tinggal acara ucapan selamat dari para undangan pada mempelai dan keluarga. "Akhirnya, sukses juga Kia," ucap Adinda sambil meneguk orange juice di tangannya, mereka duduk di meja yang ada di sudut gedung resepsi. "Iya, Alhamdulillah Din, aku bisa pulang ke Yogya dengan tenang lusa." "Semoga acaranya lancar Kia." "Hei... Apa maksudnya sukses? perjodohannya sukses begitu? enak saja." "Hahaha... buka begitu, maksud aku perkenalannya berjalan lancar, pengenalan aja dulu, siapa tahu dia orang yang memang kamu harapkan dan impikan menjadi suami kan, who knows?" Azkia berpikir sejenak, mungkin ucapan Adinda ada benarnya, mungkin saja prinsip pria yang akan diperkenalkan dengannya memiliki prinsip pria idamannya. "Bisa saja sih Din, tapi aku tidak berharap banyak. Laki laki yang berprinsip seperti yang aku impikan sangat jarang ada, tapi bisa saja dia adalah orang yang aku temui secara tidak sengaja." "Setelah kamu pulang dari Yogya, bagaimana kalai kita liburan beberapa hari Kia? sepertinya sudah sangat lama kita tidak liburan bersama." "Boleh boleh, kamu tentukan saja kemana dan kamu urus ke travel agent." "Siap..." Oooo----oooO Setelah istirahat sehari, keesokan harinya, Azkia bersiap untuk pulang ke kota kelahirannya. Ia memilih transportasi udara agar cepat sampai di kotanya dan istirahat setelah kepenatan dan kesibukan mempersiapkan pesta pernikahan Erra Willy yang menguras tenaga dan pikirannya. Azkia hanya membawa beberapa potong pakaian saja, ia tak ingin terlalu lama berada di Yogya apalagi banyak klien yang sudah menunggu. Azkia sedang berada dalam taksi menuju kediaman kedua orangtuanya yang terletak cukup jauh dari kota Yogyakarta, ada di pinggiran kota. Dalam waktu satu jam Azkia sudah sampai dan turun di depan rumah orangtuanya, sebelum turun ia menghela nafas panjang, ada keresahan yang ia rasakan. Azkia hanya berdiri saja di depan halaman tanpa berniat masuk, sudah sangat lama ia tidak pulang, ia hanya pulang setahun sekali saat hari raya. Bukannya ia tak merindukan ayah dan ibunya tapi, pertanyaan yang selalu diajukan kedua orangtuanya membuatnya malas untuk sering pulang. Selalu saja pertanyaan tentang pasangan yang diajukan kepadanya, tentang usia yang sudah matang dan lain sebagainya membuatnya jengah dan malas pulang. "Den putri Azkia? kenapa berdiri saja disini, tidak masuk?" Suara seseorang mengejutkan Azkia  yang sedang melamun, ia menoleh dan melihat, mbok Sarni pembantu di rumahnya sedang berdiri disampingnya membawa tas belanja berisi sayuran. Sepertinya pembantu rumahnya itu baru pulang dari pasar. "Mbok Sarni baru pulang dari pasar sesiang ini?" Tanya Azkia. "Iya den putri, mari den," ajak mbok Sarni pada Azkia, Azkia mengikuti langkah mbok Sarni melintasi halaman rumahnya yang luas. Rumah kedua orangtua Azkia masih bergaya Jawa kuno dengan halaman yang luas dan ruang tamu yang luas, mbok Sarni masuk ke dalam rumah sedangkan Azkia berhenti di ruang tamu rumahnya yang luas, ia edarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang tamu, semuanya masih sama saat ia pulang terakhir kali enam bulan yang lalu. "Akhirnya kamu pulang nduk," ucap bu Ratna yang keluar dari dalam rumah dan mendekati Azkia. "Bu...," sapa Azkia menunduk dan mencium punggung tangan ibunya, kemudian memeluknya. "Ibu apa kabar? baik kan?" Tanya Azkia. "Ibu baik, ayah juga. Kamu pasti lelah, lebih baik kamu istirahat dulu di kamar kamu nduk." "Iya bu," jawab Azkia takzim kemudian masuk dalam rumah menuju kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya, ia lihat kamarnya sudah bersih dan rapi, memang setiap hari kamarnya dibersihkan walau tidak ditempati. Azkia meletakkan koper kecil miliknya di dekat lemari pakaiannya, juga meletakkan tas tangannya di meja nakas samping ranjang. Ia kemudian melangkah menikah ranjang dan membaringkan tubuhnya, hari sudah cukup siang saat ia sampai rumahnya. ~~~ ~~~ "Nduk... bangun, sudah sore," suara Bu Ratna terdengar di indera pendengaran Azkia, Azkia membuka matanya dan bangun dari berbaringnya. Ia menggeliat meregangkan ototnya kemudian beranjak dari ranjang menuju pintu kamar dan membukanya. "Iya bu?" "Sudah sore nduk, ayo mandi. Anak gadis tidak baik mandi terlalu malam." "Iya iya bu," jawab Azkia berbalik dan mengambil handuk kemudian keluar kamar, rumah kedua orangtua Azkia masih berkonsep lama, tidak ada kamar mandi dalam kamar, satu kamar mandi untuk semua penghuni rumah. Kamar di rumah ini juga cukup banyak, ada 6 kamar tidur, 1 dapur, 2 kamar mandi, dan ruang tamu yang luas. Setelah mandi, Azkia berganti pakaian dengan pakaian santai, kaos oblong dan celana pendek dibawah lutut. Biasanya Azkia akan memakai hotpants dan tanktop saat selesai mandi sore di apartemen miliknya tapi sekarang ia berada di rumah kedua orangtuanya, tidak mungkin ia memakai pakaian minim. Setelah berganti pakaian, Azkia kemudian bergabung dengan ayah dan ibunya di meja makan. Azkia berjalan menuju ruang makan dan tersenyum melihat ayahnya sudah pulang, ayah Azkia adalah pemilik perusahaan batik terkemuka di Yogya, hasil produksi perusahaan ayah Azkia sudah di export ke luar negeri karena kualitasnya yang bagus. "Ayah...," sapa Azkia mendekati ayahnya kemudian mencium punggung tangan ayahnya, pak Widodo Suryadiningrat. Pak Widodo tersenyum hangat pada putri bungsunya itu, ia merindukan putri yang berada jauh dari keluarga, sedangkan kakak Azkia, Azka membantu bisnis batik ayah mereka. Azkia duduk berhadapan dengan ayahnya dan bersebelahan dengan ibunya sedangkan mbok Sarni menghidangkan makanan di meja makan. "Mas Azka dan mbak Adel belum pulang yah?" tanya Azkia. Adelia adalah istri Azka, keduanya ikut bekerja di perusahaan batik pak Widodo. "Mereka sudah pulang, mereka sedang mandi," jawab pak Widodo. "Kia..., kamu sudah pulang dek?" tanya Azka yang keluar dari kamarnya yang berada di sisi kiri ruang makan dengan wajah segar. "Iya mas, mbak Adel mana?" "Dia masih ganti baju." "Bagaimana WO kamu?" "Cukup berkembang mas." "WO punyamu itu sudah terkenal, dipakai para pengusaha dan artis ibukota." "Alhamdulillah, berkat doa dari ayah dan ibu." Adelia, kakak ipar Azkia bergabung dengan mereka di meja makan, mereka pun mulai makan bersama. Setelah selesai makan mereka beralih ke ruang tamu mereka yang luas dengan banyak kursi dari pohon jati. "Ayah mau bicara nduk sama kamu, kamu pasti tahu tujuan ayah dan ibu meminta kamu pulang. Kamu jangan salah sangka dan menganggap ini perjodohan, ayah yakin kamu terlalu asyik berkarir dan tidak memikirkan tentang berumah tangga padahal usia kamu sudah matang. Ayah hanya berusaha memperkenalkan saja dan lebih baik kalau kalian cocok satu sama lain, kami sebagai orangtua akan senang," jelas pak Widodo langsung to the point menyampaikan keinginannya. Azkia menghela nafas, ia tak bisa menolak kali ini karena sudah sangat sering ia menolah perkenalan seperti ini. "Iya yah, ayah atur saja pertemuannya, Kia ikut saja, tapi hanya perkenalan kan?" "Iya nduk, hanya perkenalan." "Baiklah, Kia hanya 3 hari yah di sini." "Iya, ayah akan menghubungi sahabat ayah." Lynagabrielangga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD