2.1

1572 Words
Hari ulang tahun Raka bertepatan dengan hari ulang tahun almarhum sahabat kecil Uci. Makanya Uci sekarang berada di depan rumah Dara dengan sekantong jeruk kesukaan anaknya Bang Rino, abangnya Dara yang memiliki anak gadis doyan jeruk. “Yah datang lagi mereka, udah gue kasih restu pan tahun kemaren?” kekeh Bang Rino yang sedang bertugas mengajak putrinya bermain sementara istrinya having fun dengan cowok-cowok korea. Kalau saja santet online itu tidak haram maka sudah ia santet tuh si Lee Min Ho pemain The King: Eternal Monarch. “Yuk Ka, gue ga mau tekanan darah kita naik dengerin omelan Ibu-Ibu satu ini,” ucap Uci ketus. Raka mengikuti kemauan Uci setelah menyapa Bang Rino yang ia kenal berkat Uci,  sekarang ia sedang menemani Uci berdoa untuk orang yang di kubur di kedalaman beberapa meter di bawah sana. Raka memperhatikan wajah cantik Uci yang terlihat damai ketika mengucapkan doa untuk Dara, berbeda sekali jika mereka mengunjungi makan Adam. Andai Uci bisa setenang ini untuk segala hal yang berhubungan dengan saingan Raka yang sudah almarhum itu. Andai saja Uci bisa menerima kematian Adam seperti kematian temannya ini. Ah sudahlah, berandai-andai hanya membuang-buang waktu. Dalam diam Raka mengambil ponselnya dan memotret Uci untuk ia simpan sendiri, dalam hati ia mengatakan, ini cuma hadiah ulang tahun gue kok.. ga aneh-aneh. “Ci?” tanya Raka pada Uci yang sudah selesai berdoa. “Hm.” “Kita susul Indah sama Reza ya?” “Engga!” Raka menghela nafas gusar, padahal ia sudah bicara dengan lembut supaya si keras kepala ini menurut tapi masih saja gagal. Raka beralasan ia ingin di ulang tahunnya ini mereka berempat jalan bareng. Maka Uci tidak punya hak untuk tidak mengabulkan permintaannya. “Oh iya ya, dan kita yang harus samperin mereka?” tanya Uci kesal. Selalu saja jika menyangkut Reza, dirinya selalu di paksa mengalah. Minta maaf duluan lah, menghubungi duluan. “Apa salahnya?” “Salahnya adalah Indah akan tetap berusaha supaya gue dibawa pergi sama Reza,” dan sekarang Uci bicara dengan mengatupkan kedua giginya, berusaha menahan luapan emosinya. “Coba pikir sisi lainnya Ci! Lo udah terlalu sering menganggap Reza orang asing. Dia temen kita dan lo pikir gimana perasaannya? Cobalah muncul di depan Reza sebagai seorang teman, kaya yang dulu-dulu.” “Sementara dia udah jauh dari Reza yang dulu? Oke, dan lo gimana?? Lo oke dengan semua orang yang pengen gue sama dia?” tanya Uci yang membuat Raka marah dan membuang muka. Bukankah seharusnya tidak pernah ada obrolan modelan ini di antara mereka? Raka berdiri dan mengulurkan tangannya pada Uci, berusaha meredam marahnya karena ia tau, sekali Raka kelepasan maka selamanya ia akan kehilangan Uci, ”Karena lo tampak terlalu mikirin perasaan gue, gimana kalo lo ikut gue temui Ibu? Gue rasa lo udah paham betul sama omongan Ibu.” Begitu pintanya, antara bercanda dan bersungguh-sungguh. Untuk mereka yang berada di posisi seperti Raka batas antara bercanda dan bersungguh-sungguh itu terasa sangat tipis. Uci menghempaskan tangan Raka dan mengusir teman baik yang juga mantan baiknya itu pergi. Ia berkata bahwa Raka tidak boleh menemuinya sampai Raka berpikir jernih. Dan seperti Uci, Rakapun bukan orang yang sanggup mengalah terus-terusan. Jika Uci berkata demikian maka Raka akan mengabulkannya. Sebulan pun ia sanggup kucing-kucingan dari Uci. Raka berjalan menuju mobilnya tanpa sekalipun menoleh pada gadis itu lagi. “Woi.. bini lo kok ditinggal? Kesurupan ntar!” teriak Bang Rino yang merasa di abaikan. Biasanya anak itu selalu pamit padanya, bahkan tidak lupa memberikan jajan untuk putrinya. “Peduli amat gue!” ucap Raka, Rino sangat salah dengan selorohannya karena Raka tidak dalam kondisi normal sekarang. Tak lama setelah Raka pergi Uci pun menyusul, ia bermain sebentar dengan putrinya Bang Rino baru setelah itu ia pulang. Gadis itu jengkel karena Raka benar-benar meninggalkannya dan demi melampiaskan kemarahannya pada Raka ia berjalan kaki. Bayangkan betapa tidak rasionalnya Uci, memangnya Raka akan dirugikan dengan dirinya yang berjalan kaki? Tentu tidak. Berjalan di trotoar saat udara mulai sejuk adalah kesenangan tersendiri bagi Uci. Wajah yang tadi mampu menakuti anjing di jalanan berubah cukup teduh karena Uci bisa memiliki waktu untuk dirinya sendiri ditemani satu cup ice cream favoritnya. Tanpa ia sadari, Uci sudah sampai di rumah Adam, gadis ini sudah terlalu hapal semua jalan menuju rumah Adam dan ia pun senang saat menuruti kata batinnya. Tubuh dan hatinya selalu punya cara menyenangkan agar kembali pada pria itu. Saat sampai di sana Uci menemukan Bian yang juga baru kembali dari acara kampusnya, mereka berdua tampak saling sindir dulu baru sama-sama masuk ke dalam rumah. Terakhir kali Uci datang kesana dengan mood yang buruk namun hari ini ia tak pernah melepaskan senyum dari wajahnya. >>>>>  Raka tau bahwa dirinya sangat tidak jelas. Di satu sisi ia ingin supaya ia dan Uci akan selalu seperti ini, tidak ada yang merebut Uci dan ia juga tidak memiliki seseorang. Namun Reza bukan sekedar teman satu jurusan saat kuliah dulu yang bisa ia jauhi begitu saja. Lebih dari sekedar sahabat, Reza bahkan sudah seperti saudaranya. Maka di sini lah Raka berada, menjadi kambing hitam di depan Indah dan Reza. “Btw guys.. gue ga sepenuhnya kambing hitam loh disini.. setidaknya gue kambing kelabu bisa lah,” ucapnya sambil meminum jus yang Indah peruntukkan pada Reza. Raka dan Uci memang tidak akan mendapatkan apa-apa jika mereka membuat Indah kesal. Jangankan jus, air putih saja Indah merasa haram untuk menghidangkannya. “Hm... sama Uci gue bicara sendiri, sama kalian gue masih pidato sendiri, setidaknya  kasih applause kek,” sambungnya karena Reza sibuk dengan Naufal yang mengajaknya menggambar dan Indah yang hanya mempelototi wajah tampannya. Tadi Indah sudah mengatakan bahwa ia marah karena mengira Raka menikung Reza tapi dengan Raka yang mendatanginya seperti ini Indah tidak jadi mengutuk Raka dengan segala kutukan keibuan yang ia punya. Satu hal yang mengganjal bagi Indah saat ini adalah kenyataan bahwa selama ini Raka dan Uci sering menghabiskan waktu bersama di apartemen meskipun memang tidak melakukan apa-apa. Indah benar-benar menunjukkan pada Raka bahwa ia hanya ingin Uci dengan Reza. “Ckckck.. Uci ga hamil kok, kalo kalian percaya ocehan kami pagi ini kalian bener-bener d***u,” baru setelah mendengar yang satu ini Reza dan Indah memberikan tanggapan dengan mata melotot. “Eh senapan angin! Lo kira-kira dong kalo ngomong! Ini rumah Uci dan kalo ada yang dengar, meskipun kalian cuma bercanda, Uci bisa di bantai,” bacot Indah yang sudah pindah ke sofa yang sama dengan Raka lalu menghajar temannya itu. “Jadi di mana mantan lo itu sekarang?” tanya Indah. “Di rumah Dara, tadi udah gue ajakin baikan sama kalian eh gue malah diusir. Memang air s**u dibalas air tuba banget itu mantan satu,” ucap Raka ala dirinya sekali sembari memperhatikan sikap Reza yang ingin tahu tapi gengsi. “Wuah... gambar Om Ejak baguuuuusss,” teriak Naufal antusias melihat gambar yang Reza buatkan untuk ia warnai nanti malam. Indah dan Raka menoleh pada sepasang Om dan ponakan itu lalu kembali menatap satu-sama lain. “Tanya gue lagi, yang menantang,” bisik Raka sambil menunjuk dirinya sendiri. “Ehem.. terus lo lama dong diem-dieman sama Ucinya, minggu depan lo keluar kota kan?” ucap Indah meladeni keinginan Raka. Ia juga ingin melihat respon Reza. “Liat nanti aja sih.. kita rencananya mau ketemu sama Ibu. Ga yakin gue Uci masih ngambek di depan mertuanya,” kekeh Raka. Namun jauh di dalam hatinya dia lah yang paling meringis mendengar kata yang keluar dari mulut biadabnya ini, karena kenyataannya meskipun ia sangat ingin Uci menjadi menantu di keluarganya namun keinginan tersebut hanya akan menjadi angan-angan. Ujung pensil yang Reza gunakan patah seketika, “Serius lo? Uci udah nerima lo?” tanyanya. “Belum si.. tapi secepatnya kita emang harus ketemu sama Ibu dan jelasin kalo kami memang cuma mantan. Ibu jatuh cinta banget sama dia, eh engga deh gue yang jatuh cinta duh novel banget ya omongan gue,” kekeh Raka yang puas dengan wajah pias Reza. Makanya kalo apa-apa itu ngomong, kebiasaan sih.. sayang banget sama itu mulut. Jadinya kan Raka suka jahil. Meskipun menjahili Reza berarti mempermainkan hatinya sendiri. “Serius dong k*****t!” ujar Indah. “Serius, tanya aja Uci. Pokoknya gue usahain gimana caranya bawa Uci ketemu Ibu supaya gue ga dibilang bohong terus. Alasan Ibu nolak semua penjelasan gue ya yang itu-itu aja: ga ada mantan yang nempel kaya perangko. Padahal buktinya real begini, dia kira hubungan permantanan kami ini imajiner apa ya? Emak gue tuh harus diajarin bedain imajiner sama real deh kayaknya. Oh iya.. bilangan cacah juga pasti beliau ragu-ragu kalo ditanya.” “Et dah, pusing gue dengerin lo,” dengus Indah.             Reza meminta Naufal untuk main di kamarnya karena ia ingin bicara dengan om Raka dan Bundanya. Reza duduk di sofa seberang Indah dan Raka. “Ka.. gue serius mau lamar Uci.” Untuk kali ini saja Raka ingin mengatakan bahwa detak jantungnya terasa sangat menyakitkan. Ia tidak pernah ingin berada di saat seperti sekarang, bahkan rasanya ia ingin memalingkan wajah dari Reza lalu berlari menemukan Uci dan memeluk gadis itu erat. “Lo-” omongan Reza segera di sambar Raka. “Kok ngomong ke gue? Emang gue bapaknya Uci?” begitu respon Raka sambil bercanda, hanya itu yang ia bisa. “Gue cuma merasa gue harus bilang ini ke elo.” “Oo..” “Boleh?” Ingin rasanya mengumpat karena Reza melemparkan pertanyaan yang sampai mati pun tidak ingin Raka jawab baik itu laki-lakinya Reza ataupun orang lain. “Tanya ke Uci lah, gue malas ya bujukin dia. Ngajak baikan sama kalian aja gue diusir, nyuruh dia nerima lo mungkin ditendang s**********n gue,” ucapnya terbata-bata, sangat tidak Raka. Entah Reza dan Indah menyadari tapi masa bodoh. “Hm.. gue juga lagi berusaha.” “Semangat bro, dan karena kalian belum kasih kado ataupun kue, gue mau kasih kalian waktu untuk prepare. Tar malem datang ya.. sekalian live IG supaya satu dunia tau kalo Raka Aditya Orlando yang ganteng tiada tara sedang ulang tahun,” ucap Raka pamit. Pria yang selalu berteman dengan patah hati sejak patah hati pertamanya itu berjalan terburu-buru. Hanya satu tujuannya, mendapatkan napasnya kembali. Memastikan gadis itu masih bisa ia lihat dengan leluasa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD