Part 9

1035 Words
Alex menatap lama layar ponselnya yang menunjukkan gambar Bianca dengan gaun rumahan yang memperlihatkan perutnya yang mulai membesar. Alex menekan dadanya yang terasa sesak karena jantungnya berdetak lebih cepat. Anaknya, Bianca sedang mengandung anaknya. Dia tidak bisa menggambarkan perasaannya sekarang. Alex mengusap layar ponselnya yang menggelap. Sebuah notifikasi pesan menarik perhatiannya. Kak Bianca dan bayinya sehat. Selamat Kak, kamu akan segera jadi seorang ayah. Pesan yang dikirimkan Alea kembali membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Ada setitik rasa senang ketika membayangkan seorang anak kecil memanggilnya Ayah. Alea kembali mengirimkan gambar. Di sana terlihat Bianca duduk dan di sampingnya ada Yuna. Alex menggigit bibir bawahnya menahan rindu pada wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu. Lalu pada Bianca yang tanpa dia sadari sudah menjadi penghuni hatinya entah sejak kapan. Alex mulai merasa kesepian tanpa keberadaan Bianca. Perempuan yang selalu bertahan di sisinya meski banyak luka yang dia torehkan. "Aku harap hatimu masih sama ketika aku kembali," bisik Alex pada gambar Bianca di ponselnya. "Adiknya, iya, Pak?" Nadira tiba-tiba bertanya. Posisi wanita itu tepat di sampingnya dengan sedikit membungkuk. Wanita itu menatap Alex dengan intens. "Calon istri saya," jawab Alex tanpa ragu. Dia lalu menyimpan ponsel ke saku kemejanya kemudian mengambil tas kerjanya lalu keluar dari ruang guru tanpa pamit. Jam sekolah telah berakhir sepuluh menit yang lalu. Sampai hari kemarin, sebenarnya Alex belum memikirkan untuk menikah dengan Bianca. Dia tidak pernah membayangkan akan hidup bersama Bianca selama sisa hidupnya. Namun, semua berubah sejak pagi tadi. Ketika melihat foto Bianca yang dikirimkan Alea entah mengapa bayangan akan kehidupan pernikahan dengan Bianca semakin jelas di depan matanya. Sambil berjalan pulang ke rumah kecil yang dia tempati selama hampir tiga bulan, Alex menimang-nimang ponselnya. Dia sedang menimbang untuk menghubungi Bianca dan menanyakan kabar perempuan itu. Alex memberanikan diri menekan nomor Bianca. Alex menurunkan ponselnya dari telinga, nomor Bianca sudah tidak aktif lagi. Sepertinya dia harus menunggu hukumannya berakhir untuk bisa melihat perempuan itu lagi. *** Semakin hari perut Bianca semakin membesar. Sesekali tanpa sadar dia akan mengelus perut buncitnya itu. Kondisi kesehatannya juga semakin membaik. Bisa dikatakan kalau dia sudah kembali seperti semula. Dia tidak lagi takut saat berada di keramaian. Gaya berpakaiannya sudah kembali seperti dulu, minus ukurannya yang semakin besar karena dia sedang hamil. "Biar Mama yang buatkan." Janeta mengambil kotak s**u dari tangan Bianca lalu membuatkannya untuk Bianca. Perempuan itu membiarkan ibunya mengambil alih pekerjaan kecil itu. "Sudah jadi," kata Janeta lalu memberikan segelas s**u untuk Bianca. "Makasih, Ma," ucap Bianca pelan. Janeta mengangguk kecil. Dia memperhatikan putrinya itu hingga dia menghabiskan susunya. Sejauh ini, Janeta sudah melihat banyak perubahan Bianca. Anaknya itu sudah benar-benar berubah. Hanya satu yang tidak berubah yaitu, tentang keputusannya untuk memberikan bayi itu kepada Alex. Sampai saat ini Bianca masih belum menerima kehadiran bayi tidak berdosa itu. Janeta sering kali melihat Bianca mengelus perutnya seraya tersenyum kecil. Dia pikir perlahan Bianca sudah menyayangi anaknya namun, saat dia bertanya hari kemarin. Jawaban Bianca masih sama. "Bayi ini akan aku berikan pada Alex setelah lahir." Begitu jawaban Bianca kemarin. "Kamu ke kantor hari ini?" tanya Janeta membuka pembicaraan. Dua minggu terakhir ini Bianca mulai sering mengunjungi kantor milik Doni. Bianca menggeleng. "Aku tidak akan pergi kemana pun sebelum melahirkan. Perutku sudah semakin besar. Orang-orang mulai menyadari perubahan bentuk tubuhku. Jadi aku memutuskan untuk di rumah saja sampai melahirkan nanti." Bianca tidak akan siap mendengar cemooh orang tentang kehamilannya. *** Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, saat ini kehamilan Bianca memasuki usia tiga puluh enam minggu. Dokter memperkirakan kalau dia akan melahirkan tiga minggu lagi. Bianca sedang duduk di depan jendela kamarnya yang menghadap halaman depan. Dia mengelus perutnya yang sudah besar. Banyak hal yang sudah dia lewati selama masa kehamilan. Mulai dari mual muntah, kakinya yang membengkak seperti kaki gajah lalu saat ini yang sering terjadi adalah, dia kesulitan tidur. Mencari posisi yang nyaman dengan perut besar sangat susah. Bianca melihat ke ranjang besar miliknya. Dua hari yang lalu dia membeli beberapa pasang pakaian bayi melalui aplikasi online. dan sekarang semua pakaian bayi itu berserakan di ranjangnya karena dia baru saja membongkarnya. Bianca kembali mengelus perutnya sayang. Iya dia menyayangi bayinya. Bianca bahkan sudah memilihkan nama untuk calon anaknya yang berjenis kelamin laki-laki. Pada akhirnya apa yang Janeta katakan benar. Bianca tidak ingin berpisah dari anaknya. Bianca ingin merawat dan membesarkan bayinya. Dia tidak ingin berpisah dari anaknya. "Maaf karena pernah berniat untuk membuat mu pergi. Maafkan Mama, sayang," bisik Bianca pada bayinya. Seolah merespon permintaan maaf dari ibunya, bayi itu memberikan gerak halus pada permukaan perut Bianca. Bianca menganggap gerakan halus anaknya sebagai reaksi bahwa anaknya itu telah memaafkan dirinya. "Mama akan merawat kamu saat lahir nanti. Karena itu kamu harus sehat dan kuat," ucap Bianca lagi. Bianca sebenarnya belum mengatakan pada siapa pun tentang keputusannya yang berubah. Dia ingin menyampaikan hal itu saat dia akan melahirkan nanti. Saat semua orang berkumpul nanti dia berencana untuk menyampaikan keinginannya untuk membesarkan anaknya seorang diri tanpa bantuan dari Alex. Dia tidak membutuhkan bantuan pria itu lagi. Dia memutuskan untuk memaafkan Alex dan tidak ingin menghukum pria itu dengan memberikan bayinya. Bianca juga tidak ingin berhubungan lagi dengan Alex lagi. Dia tidak mau lagi melihat wajah pria itu. Bianca tersenyum seraya melambaikan tangannya pada Janeta yang sedang duduk di halaman depan rumahnya bersama Yuna. Kedua wanita itu sedang bersantai sambil meminum teh. Hubungan keduanya juga sudah kembali seperti semula hanya Doni yang masih menyimpan amarah hingga sekarang. Pria itu terkadang masih bersikap dingin pada Lukas dan Yuna. Melihat wajah sendu ibunya Bianca ingin memberitahukan pada wanita itu kalau dia sudah berubah pikiran. Dia ingin melihat senyum di wajah wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu. Bianca keluar dari kamarnya lalu menuruni anak tangga dengan hati-hati. Meski telah sangat berhati-hati. Langkah kaki Bianca tidak seimbang, dia pikir telah sampai dia anak tangga terakhir ternyata ada tiga anak tangga lagi. Bianca terjatuh dengan perutnya yang lebih dulu menghantam lantai. Bianca terdiam, wajahnya pucat ketiga dia mulai merasa sakit pada bagian perutnya. "Mama!" teriaknya lemah. "Nona!" pekerja yang melihat posisi Bianca langsung menghampiri perempuan itu, dia berteriak memanggil majikannya yang lain. Mereka semua bergerak cepat. Membawa Bianca yang sudah tidak sadar ke rumah sakit. Bianca mengalami pendarahan hebat. Hari itu juga dia menjalani operasi untuk menyelamatkan nyawa anaknya. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD