"Ke mana perias itu?" Tanya Sang bodyguard menoleh kepalanya ke dalam ruangan.
Liana pun kembali menarik-narik ujung pakaiannya. Namun saat menariknya ke bawah, pakaian itu tertarik dan memperlihatkan tubuh atasnya yang menonjol indah. Gadis itu pun menutup tubuhnya dengan tangan yang tak seberapa. Hal itu tentu saja membuat Sang bodyguard meneguk salivanya. Nyatanya tubuh gadis di hadapannya sangatlah indah.
"Tuan, tidak ada kah pakaian yang lebih baik dari pada ini? Saya benar-benar tidak nyaman," ucap Liana mengalihkan perhatian. Dia benar-benar harus bisa mengelabuhi sang bodyguard agar tidak banyak bertanya tentang sang perias. Dan terlebih lagi, dia juga tak ingin perias itu sadar di saat seperti ini.
"Tolong saya tuan. Bebaskan saya. Saya tidak mau menjadi p*****r," ucap Liana dengan air mata palsunya.
PROK PROK PROK...
Suara tepukan tangan membuat Sang bodyguard mundur dan menampilkan Sang mucikari yang cantik di usia yang tak muda lagi. Merasa harus memaksimalkan actingnya, Liana pun bergerak mundur. Gadis itu tampak seolah sedang ketakutan.
"Saya mohon, Nyonya. Saya mohon lepaskan saya. Saya sudah punya kekasih... Hiks..." Tangis Liana pecah membuat Sang mucikari tertawa bahagia.
"Saya akan lakukan apa pun untuk anda, asalkan anda melepaskan saya," ucap Liana kembali.
Seolah melihat mangsa cantik di depan mata, Sang mucikari pun bergerak maju. Mengulurkan jemari lentiknya untuk menyentuh kulit halus Liana.
"Kau sempurna malam ini," ucap Sang mucikari tersenyum licik.
"Sayangnya aku tak butuh apa-apa darimu, Nona manis. Kau tak akan mampu mengganti uang yang sudah ku terima dari klien ku. Jadi sebaiknya kau layani klienku dengan baik," ucap sang mucikari menyentuh pipi lembut Liana dan menghapus jejak air mata di sana.
Mata Liana terbelalak. Gadis itu pun berusaha untuk tampak terkejut dan berpura-pura untuk melarikan diri dari sang mucikari. Dan senyum tipis itu terbit saat lengannya dicekal cukup keras.
"Mau pergi ke mana kau, Nona manis?"
"Aku mohon lepaskan aku. Aku mohon... Hiks..." tangis Liana semakin pilu saat sang mucikari mencekal tangannya.
"Cepat bawa gadis ini. Pastikan dia tidak kabur." Sang mucikari berteriak memerintahkan anak buahnya. Salah satu dari beberapa orang pria yang akan membawanya segera memukul tengkuknya. Beruntung Liana bukan gadis biasa sehingga dia bisa berpura-pura pingsan.
Dalam mata terpejam. Gadis itu merasakan tubuhnya dibopong naik ke mobil. Dan dia merasa dibawa entah ke mana. Namun ini bukan lah waktu yang tepat untuk membuka mata. Dia akan memulai aksinya setelah berada dalam lingkungan Maxi de Luca.
Dan setelah dia merasa telah dibaringkan di atas ranjang. Liana tetap berusaha tenang dalam ketidak sadaran yang dia ciptakan. Wanita itu menunggu hingga akhirnya pintu ditutup dan dikunci.
Ceklek...
Setelah mendengar suara pintu yang dikunci, Liana mulai menjalankan aksinya. Wanita itu tersenyum saat melihat ada sebuah botol minuman keras di atas nakas. Dan dengan cepat Liana memasukkan obat yang diberikan oleh John Smith ke dalam botol minuman itu. Kemudian kembali berbaring dan memejamkan mata seolah gadis itu masih dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Ceklek...
Kini suara kunci dibuka dan tak lama kemudian seorang pria bertubuh kekar dan berotot masuk ke dalam ruangan. Senyumnya mengembang saat menatap sosok cantik berbaju merah menyala berbaring di atas ranjangnya. Dia benar-benar puas atas pelayanan sang mucikari yang telah memberikan wanita secantik ini untuk menemani malamnya. Terlebih lagi dia masih perawan.
Senyum menawan terbit di bibir pria itu. Gerakannya lamban tapi pasti menuju ranjang. Dan duduk di tepi ranjang demi merapihkan surai hitam menawan milik Liana yang menutupi wajah cantiknya.
"Amazing, this girl is really pretty. (Luar biasa. Gadis ini benar-benar cantik.)" Gumam Maxi de Luca saat berhasil menatap wajah cantik Liana.
Nyatanya Maxi memang merasa, ini adalah wanita tercantik yang akan memuaskannya. Bulu mata lentik itu tampak indah alami, bukan karena sapuan maskara kualitas terbaik. Kelopak mata yang tertutup itu bahkan tak mampu menutupi keindahan matanya jika gadis ini membuka mata. Hidungnya kecil dan tinggi. Bibirnya tipis bergelombang dengan sapuan lipstik merah menyala yang membuatnya semakin ingin segera menggagahinya.
Saat Maxi de Luca mulai mengusap pipinya, Liana pun berpura-pura terbangun. Gadis itu bergerak mundur dengan tubuh bergetar ketakutan.
"Aku mohon. Tolong lepaskan saya," ucap Liana memohon dengan wajah kacaunya.
"Sayangnya saya sudah membayar tubuh anda dengan mahal. Saya akan lepaskan setelah saya menikmati apa yang seharusnya saya dapatkan," ucap Maxi de Luca tanpa perasaan.
"Saya mohon. Tolong saya," ucap Liana mulai terisak.
Maxi de Luca paling tidak suka dengan tangisan seorang wanita. Hal itu sukses membuat Maxi de Luca geram. Pria itu segera bangkit dan meminum cocktail yang ada di meja. Senyuman tipis terbit di wajah cantik Liana saat menatap Maxi de Luca meminum umpannya. Dan saat Maxi kembali menatapnya, Liana pun kembali ketakutan. Gadis itu menangis dengan tubuh bergetar layaknya perawan yang hendak diperkos*.
Dan setelah meneguk minumannya, Maxi membalikkan tubuhnya. Membuka pakaiannya satu persatu dan mulai naik ke atas ranjang. Dia merasa sepertinya petualangan ranjangnya kali ini akan berbeda. Karena wanita yang disiapkan untuknya tentu tak akan bisa dengan mudah ditaklukkan. Dan nyatanya petualangan ranjang kali ini memang berbeda. Belum sempat Maxi de Luca mencicipi tubuh Liana, pria itu sudah terkulai.
Tanpa merasa pusing sebelumnya, pria itu tiba-tiba hilang kesadaran. Senyuman cantik di wajah Liana pun terbit. Dengan cepat gadis itu meraih pisau lipat mini di sakunya. Dan mulai mengambil sayatan kulit Maxi de Luca. Gerakannya begitu terampil hingga akhirnya dia berhasil mendapatkan apa yang dibutuhkan. Dan kini gadis itu menutup luka Maxi de Luca menggunakan perban demi menghentikan aliran darah.
Setelahnya, gadis itu kembali mengambil botol mini berisi cairan ajaib yang membuat Maxi de Luca pingsan. Dan wanita itu kembali menuangkan sisa cairan ke mulut Maxi de Luca. Dia berdiam diri sebentar agar tak membuat anak buah Maxi curiga. Setelah dirasa waktunya cukup, wanita itu pun beranjak.
Begitu tenang dan cepat. Itulah yang bisa dilihat dari setiap gerakan yang diciptakan oleh Liana. Kini dia merogoh saku Sang mafia demi mencari kunci kamar ini. Dan dia pun bisa keluar dari ruangan dengan sangat mudah.
Gadis itu melenggak-lenggokkan tubuhnya yang indah di hadapan anak buah Maxi. Dan langkahnya terhenti saat Bruno Johnson menahan lengannya. Liana sempat tersentak karena terkejut. Seketika dia khawatir rencananya diketahui. Namun dengan cantik gadis itu membalikkan tubuhnya hingga rambut hitam yang lembut itu menerpa wajah Bruno Johnson.
Senyum manis dan menggoda khas seorang p*****r dia terbitkan. Tak lupa gerakan jemarinya yang seduktif menggoda d**a pria yang mencekal lengannya.
"Ada apa, Tuan? Apa anda juga menginginkan tubuh saya?" Tanya Liana dengan senyumannya yang manis dan menggoda di bibir merahnya.
"Sayangnya, jika anda menginginkan saja, silahkan anda hubungi Mami. Karena harga saya cukup fantastis," ucap Liana mengecup pipi Bruno Johnson hingga lipstik merahnya tertinggal di sana.
Merasa enggan berdebat dengan pelac*r, Bruno Johnson pun melepas cekalan tangannya. Awalnya dia merasa heran, bagaimana mungkin bos mereka begitu cepat memakai seorang pelac*r. Karena biasanya wanita akan dikembalikan ke rumah bordil dalam kondisi sangat kacau bahkan pingsan.
Sedangkan wanita ini...
Setelah Bruno Johnson melepaskan cekalan tangannya, wanita itu pun kembali melenggang pergi dengan sangat cantik.
Keesokan harinya...
"Johnson!!!" Teriak Maxi de Luca memecah suasana sunyi di dini hari. Johnson pun segera berlari menuju kamar di mana Maxi de Luca.
"Saya, Bos," ucap Bruno Johnson masuk ke kamar Maxi de Luca.
Dia melihat wajah pria itu memerah karena amarah. Dadanya kembang kempis karena api yang begitu bergejolak.
"Cari wanita sialan itu!!! Bawa mucikari ke hadapan saya!!!" Titah Maxi de Luca dengan emosi yang menggebu-gebu. Rupanya dia telah tertipu oleh wanita palsu.