Jam istirahat yang dinanti para murid akhirnya tiba, jika beberapa orang nampak bahagia karena bunyi lonceng itu tetapi, tidak untuk Arya yang sedari tadi memikirkan nasibnya karena Ryan sebelumnya mengancam akan melanjutkan masalah ini sampai istirahat. Ryan mendekati meja Arya dan merangkulnya untuk ikut bersama mereka berdua.
"Ikut gua," ucap Ryan dengan ekspresi wajah serius.
"Mau ngapain? kemana? aku gamau keluar kelas," ucap Arya yang sudah tahu akan nasibnya kedepan.
Ini adalah kasus kesekian kali yang diterima oleh Arya, sebenarnya beberapa anak lain sering mengalaminya tetapi mereka terlalu takut melaporkan kejadian itu pada guru karena jika hal itu sampai terjadi maka masalah akan semakin bertambah rumit.
Angga dari belakang memegang kerah belakang seragam Arya dan nampak mengatakan sesuatu dengan senyuman penuh tanya.
"Santai aja, boy ikut aja sebentar elah gitu aja repot," ucap Angga tersenyum.
Arya benar-benar sudah tak bisa berpikir apa-apa lagi sampai jantungnya berdegup cukup kencang dan tarikan napasnya sudah mulai tak beraturan.
"Kenapa mereka melakukan ini? padahal mereka adalah orang-orang kaya yang memiliki banyak uang tetapi, kenapa mereka harus meminta uang pada murid lain dan jika keinginan mereka tak dipenuhi maka mereka akan melakukan hal yang jauh lebih kejam, ini sudah bukan lagi kasus pembullyan tetapi tindakan kriminal, seharusnya aku melaporkan ini agar keadaan semakin terkendali," gumam Arya yang masih enggan untuk melangkahkan kakinya.
Kemudian Angga mendorong punggung Arya yang saat ini dirangkul oleh Ryan agar dia mau berjalan sehingga dengan sangat terpaksa ia melangkahkan kakinya dan menuruti kemauan mereka.
"Lu rese banget, sih? cuma ikut kebelakang aja susah amat," ucap Ryan yang masih merangkul Arya.
"Jika sudah seperti ini bahkan tidak ada yang bisa menyelamatkan aku, tidak ada satupun anak yang berani pada mereka dan jika mereka ikut campur maka nasibnya akan sama seperti aku sehingga banyak murid yang bergabung kedalam kelompok mereka hanya untuk berlindung agar tidak mendapatkan kasus serupa seperti aku walaupun sebenarnya diantara mereka pasti selalu ada orang yang hanya dimanfaatkan tenaganya untuk disuruh-suruh," gumam Arya sembari terus melangkah dipaksa Ryan dan Angga.
Beberapa anak kelas dua belas, sebelas maupun sepuluh memperhatikan Arya dan diantara mereka keheranan kenapa anak secerdas Arya bisa bergaul dengan kelompok berandalan itu. Mereka tidak tahu jika sebenarnya Arya sedang dalam masalah dan ia benar-benar akan berakhir ditangan Angga dan kawan-kawannya.
Nampak mereka melewati kelas Sofia dan kebetulan juga saat itu Sofia keluar dari kelasnya sehingga saat ia melihat Arya kemudian ia menyapa dan meminta Arya untuk menemaninya memberikan selebaran contoh soal untuk olimpiade.
"Anak itu? apa yang dia lakukan bersama berandalan itu? bukankah dia berjanji untuk menemani aku hari ini? kau pikir sedang berjanji pada siapa anak nakal," ucap Sofia menahan mereka bertiga yang nampaknya terburu-buru dalam melangkah.
"Berhenti, mau kemana? Arya kamu udah janji, kan? aku temenin aku bagiin ini," ucap Sofia dengan wajah yang sedikit kesal.
Melihat Sofia ada di hadapan mereka kemudian Ryan sedikit menggoda karena memang Sofia adalah wanita paling terkenal nomor satu di sekolah itu.
"Hai Sofia, makin cantik aja nih," ucap Ryan nampak menggoda.
"Sofia? benar dia memintaku untuk menemaninya hari ini tapi bagaimana aku keluar dari berandal ini? atau Sofia akan menyelamatkan aku dari pada berandalan ini? Sofia kau seperti peri penolongku saat ini, ayo tolong selamatkan aku, Sofia," gumam Arya dengan ekspresi wajah nampak khawatir.
"Kami pinjam Arya dulu, kami ingin belajar makanya kami ingin diajarkan oleh Arya jadi kami ingin fokus belajarnya," ucap Angga nampak cerdas menjawab permintaan Sofia itu.
"Woy apa-apaan itu? belajar pala kau! ya ampun apa dia percaya?" gumam Arya nampak terkejut mendengar jawaban Angga.
"Oh, bagus deh kalo kalian niat belajar, yaudah lanjutin semoga sukses belajarnya," ucap Sofia yang kemudian melangkah meninggalkan mereka.
"Sial, dia percaya, lalu gimana caranya aku keluar dari permasalahan ini? aku yakin mereka udah ngumpulin anak-anak di gudang buat hukum aku, gimana ni?" ucap Arya nampak panik tetapi, ia tak bisa berbuat apapun.
"Maaf Sofia aku gak bisa temenin kamu," ucap Arya terpaksa menjawab.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju gudang yang semakin dekat dari jarak pandangan mereka. Sesampainya di sana, benar saja sudah berkumpul puluhan siswa berandalan yang memang biasa nongkrong di tempat itu bahkan mereka menjadikan gudang itu sebagai markas mereka.
"Ya ampun, banyak amat. Kandang harimau ini," gumam Arya yang semakin dag dig dug tak karuan.
Beberapa orang nampak mengomentari kehadiran Arya dan beberapa lagi sibuk saling berbicara masing-masing.
"Gila, lu serius bawa anak itu kemari? bukannya dia bintang kelas?" ucap seseorang yang berperawakan cungkring serta memiliki mata yang besar.
"Berani amat si Ryan gak takut dipanggil BP dia hahaha," ucap seseorang yang cukup tinggi dengan badan yang lumayan besar.
"Serius ni? mau di apain? emang dia kenapa, sih? ampe dibawa kemari?" tanya yang lainnya penasaran.
Tiba-tiba dari luar masuk dua orang yang sebel terlihat di UKS yaitu Amon dan Deden dengan memar di bagian-bagian tertentu wajahnya.
"Kenapa lu?" tanya Ryan nampak heran karena dua orang temannya itu terlihat babak belur.
"Gausah tanya," ucap Amon yang langsung duduk di kursi yang ada di dalam gudang itu.
"Buset si Deden juga? abis ngapain? siapa yang bikin kayak gitu?" tanya Ryan semakin penasaran.
"Hahaha, lemah amat oy malu-maluin. Siapa yang udah gebukin kalian?" tanya Angga nampak menyeringai.
Arya kemudian dilepaskan dan di minta untuk jongkok di hadapan mereka sementara Angga dan Ryan nampak di depan Arya berdiri seakan mereka ingin melakukan sesuatu pada Arya.
"Kalian mau ngapain sih? mau apa kemari? aku mau ke kelas," ucap Arya nampak ingin melawan.
"Ada apaan? kok dia bisa ada di sini? bikin masalah?" tanya Amon pada temannya.
"Mana gua tau, gua aja kaget, gak ada takut-takutnya si Ryan hahaha," balas temannya itu.
Kemudian Ryan mulai berbicara pada Arya tentang apa yang ia perbuat sampai ia dibawa ke sana.
"Gua udah perhatiin lu selama ini, selama di kelas lu tuh orangnya ngeyel suka ngelunjak, Angga aja lu lawan terus sekarang cuma minta goceng aja gak dikasih, mau lu apa, sih?" tanya Ryan nampak kesal dengan sikap Arya.
"Aku biasa aja, tuh emang kenapa? lagian kan udah bilang kalo aku gak ada uang," ucap Arya yang membuat Ryan malah semakin jengkel padanya.
"Bacot amat nih kutu buku. Lu gak ada takut-takutnya ya jadi orang? mau ditambahin lagi tuh idung? rese banget jadi orang," ucap Ryan yang nampaknya sudah semakin marah.
"Buset berani juga tuh anak ngejawab hahaha, mau jadi pepes kali," ucap Deden yang melihat itu.
Lalu Arya yang mulai lelah karena terus jongkok tiba-tiba berdiri yang membuat keadaan semakin buruk.
"Orang-orang ini seperti sekumpulan pecundang yang hanya berani saat mereka bersama, kemudian saat dihadapi sendiri-sendiri sepertinya mereka tak memiliki nyali sama seperti Amon dan Deden yang nampak babak belur, orang-orang ini hanya menang jumlah. Itu artinya jika aku melawan satu persatu kemungkinan aku akan menang. Sial, rasanya ingin membalas apa yang mereka lakukan padaku," gumam Arya yang nampak menahan rasa takutnya karena di sana orang-orang cukup haus akan sebuah pukulan.
"Wajah apa itu?" ucap Angga yang menampar wajah Arya sampai ia terjatuh dan terkejut.
Plak! suaranya cukup keras sehingga Arya benar-benar merasa terkejut dan merasakan sakit untuk kedua kalinya.
"Ah sakit!" ucap Arya yang nampak memegangi wajahnya dalam keadaan terlentang.
"Gila, berani bener mukulin bintang kelas, jadi pengen ikutan," ucap seorang yang cungkring itu.
"Biarin aja dulu pengen tau bakal sampe mana ni, kayaknya bakal seru," ucap Amon nampak tersenyum.
Seseorang nampaknya datang ke sana dan cukup mengejutkan orang-orang yang ada di dalam.
"Oh jadi di sini? coba kalo tau dari awal, walaupun aku udah ngira pasti di sini, sih," ucap orang yang baru datang itu sembari tersenyum.
Sementara itu Lucy nampaknya cukup khawatir karena Arya belum membalas chatnya.
"Kenapa aku jadi gak enak hati, ya? ada apa ya? Arya juga gak bales chat aku, apa yang lagi dia lakuin, ya? ah pasti hari dia menyenangkan, sih," ucap Lucy tersenyum.
Di lapangan basket nampaknya sedang terjadi sebuah pertarungan. Ini melibatkan siswi yang ada di sana tepatnya anak-anak Dancer yang dipimpin oleh Diana dan Cindy.
"Lucy itu lebih cocok masuk ke club kami," ucap Diana nampak mengeluarkan ekspresi marah.
"Hah? Lucy itu lebih cocok masuk ke club yang aku pimpin karena semua wanita yang ada di club ku cantik-cantik dan seksi," ucap Cindy yang nampak menyeringai.
Mereka saling bersebelahan seakan ingin melakukan lomba lari di sana, kemudian di hadapan mereka rupanya ada sebuah papan yang di atasnya terdapat foto wajah Lucy.
"Aku yang bakal dapet foto Lucy," ucap Diana.
"Orang malas seperti kamu mana bisa lari," ucap Cindy.
Benar saja mereka melakukan sebuah perlombaan lari di mana targetnya adalah foto Lucy untuk di dapatkan, jika diantara mereka ada yang berhasil mendapatkannya maka mereka menang walaupun sebenarnya Lucy tidak akan mungkin menerima tawaran mereka karena ini adalah sesuatu yang mereka putuskan sendiri.
Lain Cindy dan Diana lain pula Gery yang saat ini nampak terlihat di sebuah kantin dan membicarakan sesuatu bersama teman-temannya.
"Hampir banget kemaren tuh gua mau cium dia di pantai kalo aja si Rio gak tiba-tiba muncul, sialan tuh orang," ucap Gery yang ditanggapi serius oleh teman-temannya.
"Yang bener lu, Ger? hebat juga lu, gimana ceritanya?" tanya Anton nampak penasaran sampai-sampai ia menaruh gelasnya yang berisi es teh manis.
"Ya iyalah masa gua boong, jangan panggil gua Gery kalo yang kayak gini aja gue boong," ucap Gery nampak tersenyum.
"Elah apaan orang kebiasaannya makan gorengan tiga bayar satu aja lu so banget bilang kayak gitu," ucap Natan nampak tertawa.
"Udah udah udah, sekarang yang paling penting kalian mau gak bantuin gue? Ini proyek mantep ni," ucap Gery menyeringai yang membuat teman-temannya penasaran.