9. Semakin Membenci Alice

1024 Words
Alice hanya bisa menunduk menyembunyikan air matanya yang bebas akan mengalir keluar. Ini bukan salahnya, ia harus menjadi pengantin pengganti sementara kakaknya yang menghilang secara tiba-tiba tanpa jejak. "BERIKAN BERKASNYA PADAKU!" seorang wanita ketus itu menghampiri Alice, tatapan matanya begitu tajam seperti menunjukkan ketidaksukaan-nya pada Alice. Dengan tangan yang gemetar Alice menyerahkan berkas Keenan pada wanita itu. "Ini. Sampaikan juga salamku pada Bos Keenan. Aku pamit pergi," segera Alice menjauh dari kerumunan karyawan yang menyaksikannya tadi. Kesalahannya menjadi pengantin pengganti saja sudah begitu menyakitkan, bagaimana jika ia harus selamanya terikat janji suci pernikahan ini dengan Keenan? Alice sama sekali tidak mengerti sampai kapan. Ia berharap kakaknya segera pulang kembali. Sedangkan di kantor, wanita yang membawa berkas itu tersenyum ceria. "Maaf mengganggu waktunya. Bos, ini berkas yang tertinggal. Saya sendiri mengambilnya dari satpam. Karena tadi ada seorang wanita yang tidak waras melempar berkas ini ke selokan. Beruntungnya aku langsung mencegahnya," ia menyerahkan berkas berwarna coklat muda itu kepada Keenan. Terlalu pandai membuat sebuah kebohongan tentang Alice. Mendengar kata wanita tidak waras, Keenan teringat dengan Alice. Apakah wanita itu? 'Dia tega sekali ingin merusak dokumen pentingku. Benar saja, mengapa Alice menjadi pengantin penggantiku, karena dia menyimpan rasa iri pada Alicia,' batin Keenan dalam hatinya. Pikirannya menduga bahwa Alice sudah menunjukkan sisi buruknya hari ini. "Sekarang dimana wanita yang kau maksud?" tanya Keenan penasaran. Ia akan memberikan wejangan pada istri palsunya itu. "Sudah pergi. Karena membuat keributan dan membuat semua karyawan merasa tidak nyaman," jawabnya menjelaskan. Merasa senang berhasil mengarang sebuah cerita sampai perubahan wajah Keenan menahan emosinya. Keenan beranjak dari duduknya, ia harus mengejar Alice. "Bos Keenan kemana?" ia bertanya mulai gelisah, pasti ingin mencari tau. Tak akan pernah ia biarkan Keenan dekat dengan wanita itu yang berstatus mengaku sebagai istri Keenan. Tidak ada jawaban dan Keenan tetap pergi menyusul Alice. Di pinggir jalan, Alice merenungi kata-kata tadi. Bagaimana jika nantinya sang kakak kembali namun mendapatkan cibiran ketus dari karyawan Keenan? "Yang terpenting kakak kembali pulang. Biarkan aku menerima sikap buruk mereka sementara waktu," kata Alice di setiap langkahnya. "BEEHENTI KAMU!" teriakan lantang itu seketika membuat Alice menoleh ke belakang dan melihat Keenan. Bagaimana ini? Apa yang harus Alice lalukan? "IKUTLAH!" Keenan menarik tangan Alice, membawanya ke tempat yang lebih sepi dan jauh dari orang-orang. "Mas Keenan. Aku mohon lepaskan, rasanya sakit," sambil terisak dan menangis Alice memohon pada Keenan. Ia mengira meskipun Keenan mengetahui ia bukanlah Alicia tapi menyayanginya sepenuh hati, tapi dugaannya salah justru sebaliknya semakin hari Keenan membencinya. "JIKA MEMBENCIKU, JANGAN MERUSAK BARANG-BARANG BERHARGA MILIKKU ALICE!" suara Keenan yang meninggi itu membuat Alice semakin gemetar dan takut. "Merusak apa mas?" Alice memberanikan diri menatap kedua mata Keenan menyorot tajam. Ia tidak salah, lalu apa yang membuat Keenan sangat marah? "Mengakulah. Berkas itu akan kamu buang ke selokan? Agar apa? Bisnisku hancur," Keenan berbisik di telinga Alice, senyuman miringnya semakin menambah kesan menyeramkan. Membuangnya? Alice yakin pasti wanita yang memarahinya tadi telah menghasut pikiran Keenan. Tidak habis pikir, itu fitnah. "Mas, aku tadi mengantarkan berkasmu ke kantor langsung. Tanya saja pada satpam kalau mas Keenan ragu," Alice membela dirinya sendri, Keenan selalu menyalahkannya tanpa bukti. Benar, Keenan seharusnya bertanya lebih dahulu pada satpam penjaga sebelum mengetahui kebenarannya lebih jelas. Bukan menuduh Alice sembarangan. Alice merasakan tangannya tidak sakit lagi, Keenan melepaskannya. Ia mengamati wajah suami sementaranya itu yang sedang berpikir tentang ucapannya. Keenan melangkah pergi meninggalkan Alice. Tidak ingin membuang waktu berharganya. Alice menatap kepergian Keenan bersama perasaan kecewanya. Hari ini kebencian Keenan dengan dirinya semakin bertambah. "Mas Keenan, suatu saat kakak kembali, jangan pernah membenciku," ucapnya pilu. Alice sudah menganggap Keenan seperti kakaknya sendiri yang kedua. *** Alice kembali pulang, tentu di rumahnya sendiri. Tidak mungkin ia ke rumah mertuanya. "Alice? Kamu pulang?" tanya Riana tersenyum senang melihat kedatangan Alice. Memaksakan senyuman dan berpura-pura ceria adalah hal yang sulit bagi Alice. Ia masih merasakan sakit di tangannya setelah Keenan mencengkramnya kuat. "Apa kamu sudah izin dengan suamimu? Ayo duduklah," Riana menuntun Alice sedikit lemas itu. Tangan hangat memmbuatnya khawatir. "Alice?" Karena tidak ada jawaban Riana bertanya lagi. Alice melamun memikirkan sesuatu yang tidak dapat di ungkapkan. Riana mengerti, sangat sulit bagi Alice berperan sebagai Alicia. Riana terkejut melihat bekas tangan memerah di kulit Alice. "Jujurlah. Apakah Keenan memperlakukanmu kasar?" Riana mengintrogasi, ia ingin mendengar sebuah kejujuran dari Alice, bagaimana pernikahan pura-pura ini menjadi pengganti pada waktu tak di tentukan. Alice tersadar dari lamunan-nya. Berdehem menghilangkan kegugupan. "Ini bukan karena mas Keenan. Tumpahan teh panas mengenai kulitku, dan akhirnya berwarna merah memar bu," merangkai kalimat bohong demi menutupi apa yang terjadi. Sang ibu pasti jujur pada kakaknya nanti, Alice tidak ingin kakaknya mempunyai pikiran macam-macam tentang sikap Keenan. Riana mengusap lembut tangan Alice. "Bagus, berarti Keenan masih belum mengetahui siapa yang menjadi istrinya sekarang, bahwa kamu adalah adik Alicia," senyuman lega dari bibir pucat Riana mengembang tulus. Rasa gelisahnya perlahan hilang. "Aku beristirahat ya bu. Badanku lelah sekali," Alice berusaha menghindari ibunya agar tidak ada pertanyaan lain tentang pernikahannya, terutama hari-hari yang ia lalui bersama Keenan. Riana mengangguk. "Baiklah. Setelah itu, jangan lupa untuk makan siang ya." Hari ini, Alice merasa kecewa. Ia enggan kembali lagi ke rumah Keenan, namun karena masih berstatus sebagai istri sah-nya. Ah tidak, bukan istri yang sebenarnya. *** Keenan pulang, ia sangat pusing memikirkan Alice. Baru saja tertipu oleh karyawannya sendiri. Sebelum itu, Keenan bertanya langsung pada satpam bahwa Alice sendiri yang ingin mencarinya, setelahnya Alice pergi. "PEMBOHONG!" Keenan melempar vas bunga sedang itu ke lantai, menjadi hancur berkeping-keping bersama bunyi pecahan nyaring menggema di setiap sudut ruangan. Mendengar pecahan itu, Vivi berlari tergesa dari kamarnya mencari sumber suara. Saat Vivi berada di ruang tamu, ia melihat Keenan menunduk dan bersimpuh. "Keenan? Ada apa?" Vivi bertanya khawatir, tidak seperti biasanya Keenan marah, pasti ada penyebabnya. Keenan mendongak. "Mama tidak tau? Aku sekarang menjadi korban penipuan. Setelah Alice dan sekarang karyawanku sendiri," hati Keenan begitu menyesal, di bohongi oleh orang-orang terdekatnya sendiri. Vivi tidak mengerti maksud kata-kata Keenan. "Memangnya karyawanmu bohong tentang apa? Ceritakan pada mama." "Pernikahanku penuh dengan kebohongan. Aku menyerah, ma," Keenan mengeluh akan nasib sialnya itu, pernikahan impiannya bersama Alicia hanyalah mimpi belaka. Karena tidak hadirnya Alicia, adiknya bernama Alice mengambil kesempatan emas menjadi pengantin pengganti. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD