Bab 2 : Bertemu lagi

1194 Words
Harsya menoleh ke arah lelaki yang ditunjukkan Bunga. Bunga segera menarik tangan Harsya berjalan menghampiri lelaki itu. "Hai...," sapa Bunga. Lelaki itu berdiri "Kamu Bunga ya?" Bunga mengangguk "Silahkan duduk." Harsya dan Bunga duduk di depan lelaki itu. "Kenalin ini teman aku," ucap Bunga "Kenalin gue Fatih Permana kamil," kata lelaki itu. " Gue Harsya Alya Kadeejah," jawabnya datar. Bunga dan Fatih mulai mengobrol bertukar pikiran sambil tertawa asik. Harsya mulai bosan menjadi obat nyamuk ia memutuskan untuk keluar saja " Bung gue keluar ya, bosen banget jadi obat nyamuk." Bunga merasa tidak enak "Yaudah boleh Sha, gak papa ko kalau lo mau pulang duluan, gue nanti naik tak-," "Nanti bunga gue yang anterin," ujar Fatih. "Oke, kalo gitu gue balik duluan." Harsya keluar dari cafe, ia berniat untuk pergi ke toko buku dulu sebelum pulang kerumahnya. Sepertinya letak toko buku tidak jauh dari cafe lebih baik ia jalan kaki. Harsya melewati bangunan kosong yang sudah terbengkalai, tiba-tiba ia mendengar suara seseorang. "Tolong...." Harsya berpikir apakah ia salah dengar, namun tiba-tiba. "Tolong...." suara nya sangat kecil hampir tidak terdengar. Harsya memutuskan untuk mendekati bangunan itu, rasa penasaran menyelimutinya. Harsya mengintip dari lubang bangunan kosong itu, ia melihat seorang wanita berdiri pipinya terluka, datang lelaki yang kemudian mendekati perempuan itu lalu menampar wanita itu. Akh.... perempuan itu meringis kesakitan. Harsya yang pemberani, dan cenderung bertindak gegabah tidak memikirkan resiko yang akan dialami, masuk ke dalam ruangan terbengkalai itu, ia tidak bisa diam saja melihat perempuan disiksa seperti itu. "Berhenti! kalo Lo memang lelaki gak akan pernah nyerang perempuan, kecuali lo banci" Serentak semua orang yang ada di sana melihat ke arah Harsya. Melihat orang-orang yang berada di sana ternyata cukup banyak, Harsya heran salah satu diantara mereka tidak ada satupun yang membantu perempuan itu sangat miris. Semuanya asik sendiri dengan rokok dan meminum keras Seseorang datang dari belakang nya. "Kalo udah masuk gak akan bisa keluar" ucap lelaki itu dengan tatapan mengintimidasi. "Yaudah gue keluar sekarang." Nyali Harsya jadi ciut ia takut dengan tatapan dan ucapan lelaki itu. "Gak semudah itu, Lo udah ganggu aksi temen gue" jawab lelaki lelaki itu. Kemudian mendekati teman nya yang sedang meminum miras. "lepasin!..." lelaki yang menampar wanita tadi bernama Azam. memegang tangan Harsya dan menarik nya ke arah wanita itu "kenapa takut ya?" tanya nya meremehkan. Harsya tidak menjawab. Azam duduk di kursi menyalakan rokok, ia memikirkan apa yang harus di lakukan terhadap wanita lancang ini. Harsya mendekati wanita itu. " Kamu gak papa?" wanita itu menggeleng. "Tenang Lo gak sendiri, sebagai sesama wanita gue akan membantu," ucapnya. wanita mengangguk perlahan, air mata jatuh di pipinya. Mata Harsya menangkap seorang lelaki yang terbaring di sofa panjang memakai Hoodie hitam yang menutupi kepalanya sedang tertidur, ia tak habis pikir bisa-bisanya tidur setenang itu dalam keadaan seperti ini. "Shan, lumayan juga nih" ucap lelaki yang sedang meminum miras bernama Hanif Setiawan "Sikat...."ujar Ihsan Al Ghifari bermain handphone. "Gue beli dulu rokok," kata lelaki di samping Hanif bernama Dzaky Asraf. Lelaki yang sedang meminum miras di dekat jendela menyahut " Gue ikut." Bernama Ziyad Rijki. Kedua lelaki itu meninggalkan ruangan. "Lo mau kaya dia?," ujar Azam mendekati Harsya. "Banci!" jawab Harsya. Plak!.... plak!....Azam menampar Harsya keras. Harsya meringis. Akh!.... "Berani juga lo." Harsya menatap Azam tajam, sudut bibirnya mengeluarkan darah. Wanita itu bergeser perlahan menjauh dari Harsya sepertinya Azam teralihkan kepada Harsya. Ia segera berdiri dan berlari keluar sekencang-kencangnya. "Woi!..." Teriak Azam berlari ingin mengejar namun berhenti. "Ihsan, Hanif lo jaga dia. Jangan biarin dia kabur," ucapnya lalu kembali berlari. "Siap" ucap Ihsan dan Hanif serentak. "Lo jaga Shan, gue mabuk gak akan fokus," ucap Hanif teler. "Santai," jawabnya . Ihsan menghampiri Harsya " Makanya jadi orang jangan terlalu peduli.Liat dia, kabur gitu aja padahal lo udah berusaha bantu," katanya seolah memberi nasihat. "Lo bener, gue menyesal, tolong lepasin gue ya pliss." kata Harsya Dengan ekspresi memohon. " Kalo Azam gak nyuruh, udah gue lepasin dari tadi." Harsya menghela nafas. Farrel terbangun dari tidurnya, ia melihat jam tangannya menunjukan pukul 17:00. Mata besar nya melihat keadaan sekitar, detik kemudian bola matanya melebar melihat perempuan tengah duduk menyender ke tembok. "Siapa dia Shan" ucap Farrel mendekat. Ihsan melirik Farrel" gak tau tiba-tiba masuk" jawab Ihsan.Farrel melihat sudut bibir Harsya berdarah. "Gegabah juga masuk ke sini " ucapnya. "Yoi, Azam nyuruh jaga jangan sampe kabur kabur". Farrel duduk jongkok di depan Harsya yang menunduk. Tangan nya menyentuh dagu Harsya agar melihat ke arahnya. Harsya menatap mata besar milik Farrel "Ikut gue," Ajak Farrel. Harsya mengangguk pasrah ia masih kesal telah membantu orang yang tak tahu diri. Farrel berdiri diikuti oleh Harsya. "Lo mau bawa dia kemana?" tanya Ihsan. "Lo bilang ke Azam, Dia gue yang urus." Ihsan mengangguk paham, ia tahu Azam tak berani melawan Farrel. Harsya sangat bersyukur bisa keluar dari ruangan itu, walaupun ia masih Gedeg terhadap wanita itu . Benar-benar tidak tahu diri, sudah ditolong malah kabur. Farrel memperhatikan Harsya , darah di sudut bibir nya yang terluka sudah kering. Dia berhenti berjalan, Harsya meliriknya."Makanya jangan suka ikut campur urusan orang lain ," ujar Farrel. Ekspresi wajah Harsya murung " Iya gue nyesel banget," lirih Harsya. Farrel menatap nya " Lo itu cewek. Jadi gak usah sok berani jadi pahlawan." Harsya meliriknya tajam "Lo nyepelein gue?" "Gue cuma kasih saran." tukasnya. Harsya memutar bola matanya malas. Beberapa menit kemudian Harsya melihat Farrel diam saja tak berkata membuat dirinya merinding, apakah dia harus kabur saja. Lagian urusannya telah selesai.Tiba-tiba Harsya teringat sesuatu ia melirik Farrel. apakah lelaki ini yang membawanya ke rumah sakit. "Gue mau tanya?." Farrel menatapnya "apa!." "Lo yang bawa gue ke rumah sakit?," tanya Harsya ragu. "he'em," jawab nya datar. Harsya jadi kesel dengan ekspresi datarnya. "Makasih kalo gitu," katanya dengan suara ditekan. Melihat Farrel yang yang kembali diam tidak lagi menanggapi, ia melenggang pergi namun Farrel mencekal lengannya membuat Harsya menoleh ke arahnya. "Lo pikir bisa pergi gitu aja," ucap Farrel "Terus mau ngapain lagi, lagian gue juga gak punya urusan apapun lagi sama lo" ujarnya kemudian menepis cekalan Farrel. Farrel men decak " Yaudah Lo masuk lagi ke sana, gue gak akan bantu," ucap Farrel. "Ok fine, gue bakal turutin mau lo. Lo mau apa?." Tanya Harsya. " Lo ikut gue ke suatu tempat," jawabnya Tak terlintas sekalipun di pikiran Harsya Farrel akan membawanya ke Rumah makan, ia tidak habis pikir dengan Farrel, padahal ia sudah negatif thinking selama perjalanan. Farrel duduk di kursi VVIP, Harsya pun mengikutinya. Kemudian datang seorang pelayan memberikan menu makanan. Ia memilih beberapa menit kemudian memberikan kembali kepada pelayan. Harsya melirik ke arah Farrel , mengapa ia tak disuruh memilih bagaimana jika selera ia dan Farrel berbeda benar-benar egois. Awas saja jika ia disuruh membayar Harsya tak akan mampu pasti makanan di sini sangat mahal terlebih Farrel memilih duduk di kursi VVIP. Allahu Akbar, Allahu Akbar.... suara adzan yang merdu mengalun di udara saat senja menyapa, mengingatkan umat akan panggilan suci untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Harsya menatap Farrel kemudian berkata "Gue mau sholat dulu ya, tunggu bentar" Farrel mengangguk Harsya berdiri lalu berjalan mencari mushola. Makanan yang dipesan telah tiba, pelayan meletakkan satu persatu di atas meja. Farrel tidak langsung memakannya, ia merasa harus menunggu Harsya agar lebih afdol.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD