9

795 Words
SEMBILAN Pian menunggu dengan penuh harap agar mamanya segera mengangkat panggilan neneknya. Pian bahkan tidak ingin tidur istrahat sebelum mamanya mengangkat teleponnya dan mengbrol dengan mamanya walau sebentar. "Maafkan nenek, sayang. Mamamu lagi bekerja sepertinya? Nenek sudah mengirim pesan juga agar menghubungi nenek kalau mama sudah selesai bekerja."Ucap Darmi lembut sekali. Wanita paruh baya itu berharap cucunya mau mengerti tentang keadaan Lila yang memang tengah bekerja keras di sana. Melihat uang yang dikirim Lila begitu banyak dan cepat sekali. Pasti Lila bekerja dengan keras dan bos-nya sangat baik. "Yaaaahhh...padahal Pian rindu,"bisik Pian pelan dan lirih dengan mata yang telah berkaca-kaca dalam sekejap. "Jangan sedih. Nenek janji besok nenek bakal beli ponsel yang bisa lihat wajah mama Lila juga. Jangan sedih, ya. Pian mau kan lihat waja mama juga?"Lagi Darmi berusaha menghibur cucunya. Benar saja, sinar mata Pian seketika cerah dengan raut wajah yang sangat bersemangat. "Waaw...memang ada nenek ponsel yang seperti itu?"tanya Pian penasaran. Terlihat jelas dari sinar matanya yang penuh kagum dengan informasi yang baru ia dengar dari neneknya. Darmi mengangguk semangat, tertular akan semangat yang timbul dari Pian. "Benar, sayang." "Wah...pasti ponsel ajaib nenek, ya?"tanya Pian lagi tertarik dan penuh penasaran. "Hu.um, sayang. Pian bobo dulu, ya. Supaya besok kita langsung pergi beli ponsel ajaib setelah Pian keluar dari sini besok pagi." "Wooowww...tapi apakah kita punya uang nenek?"tanya Pian dengan raut wajah khawatir kali ini. Anak yang berusia lima tahun lebih itu tau dan mengerti bagaimana keadaan uang mama dan neneknya. Mamanya tidak pernah memiliki banyak uang, ia juga takut meminta uang pada nenek dan mamanya, sebagaimana seperti teman-temannya yang sering minta uang jajan pada orang tua atau neneknya. Pian sering memergoki mamanya menangis mengeluh pada neneknya tentang uang yang habis dan tidak ada beras dan takut ia kelaparan. Pian lebih memilih untuk di beli beras saja, biar dia, mama dan neneknya bisa makan sama-sama pakai daun singkong sama bumbu kelapa dengan ikan teri yang di tumbuk. Darmi tersenyum haru dan bangga pada cucunya. Pian sungguh luar biasa, Pian dapat mengerti keadaan mamanya dan merupakan anak yang sabar. "Ada, sayang. Kan uang yang di kirim mama lumayan banyak, nanti nenek bakal beli ice cream untuk Pian, kalau Pian sudah sembuh benar nanti."Pian mengangguk antusias. "Makasih nenek, Pian sayang nenek. Tapi lebih sayang sama mama dan papa Pian..hehe"ucap Pian dengan cengiran khasnya. Darmi tersenyum lebar melihatnya. "Ngantuk, tapi cerita tentang ayah, ya, nek sebelum bogan?"mohon Pian penuh harap. "Ya..ya..ya.."mohon Pian penuh harap dengan wajah memelas dan nelangsa. Pina tidak bosan walau itu-itu saja yang di ceritakan oleh nenek tentang ayahnya. Karena Pian sangat sayang dan cinta mati pada ayahnya, walau ia tidak tau dan belum tau bagaimana dan seperti apa sosok ayahnya dulu. Andai ayahnya ada dan masih hidup, Pian akan sangat berbakti pada ayahnya sebagaimana ia begitu berbakti dan menurut pada ibunya dan neneknya selama ini. Darmi tertegun mendengarnya. Cucunya selalu saja minta pada dirinya agar mendongengkan tentang ayahnya sebelum tidur. Darmi akan menceritakannya dengan senang hati, Darmi tau ayah Pian, dia tau dari Lila. Darmi tau semuanya dari cerita Lila. Laki-laki itu sangat hangat dan baik, penyayang dan sopan. Tapi karena minuman haram, laki-laki itu berubah menjadi sosok monster di mata Lila. **** "Siapa lagi sekarang?"desis Mike geram. Suara getaran ponsel yang berasal dari saku celana jeans Lila mengusik Mike yang tengah mengemudi. "Maaf."bisik Lila pelan. Mike memandang memincing dengan tatapan penuh curiga kearah Lila. Mike mendengus dan mengulurkan tangan panjangnya kearah Lila. "Sini!" "Apa?"bingung Lila. "Kemarikan ponselmu! Aku inging melihat siapa yang menelpon atau mengirim pesan padamu." Lila menggeleng pelan. "Aish ! Sinikan! Itu Saka?"selidik Mike curiga dengan mata yang memandang tajam pada wajah gugup dan takut Lila. "Bukan!"bantah Lila pelan. "Ya, sudah...sinikan ponselmu!"Mike telah mencengkram kuat tangan Lila dengan tangan yang sebelahnya lagi meraba celana Lila, mencari-cari ponsel Lila. "Ah, dapat!"pekik Mike sinis. Mike membuka tak sabar ponsel Lila, untung saja ia yang mengatur semuanya termasuk sandi yang di pakai Lila. Ponsel itu dibelikan oleh-nya tiga hari yang lalu untuk Lila melihat ponsel Lila yang telah butut dan kampungan. Lila menahan napasnya takut dan memejamkan matanya kuat jangan sampai Mike tau tentang dia, anaknya. "Siapa lagi, Pian?"sinis Mike geram dengan mata yang memerah menahan amarah. **** Saka menggeram dengan mata yang memerah memandang dalam dengan hati panas dan membara menonton sebuah video yang tengah ia putar di dalam laptop besarnya. "Lila...aku minta maaf."bisik Saka menyesal dengan rasa bersalah yang amat besar yang ia rasakan dari dulu hingga sekarang. Walau bukan dia penjahat utama di sini, tapi dia sangat pengecut dan b******n, melindungi orang yang bersalah seperti Mike. Meninggalkan Lila yang sekarat di kaki gunung di malam yang telah gelap. Saka memandang lirih Video itu, untung saja dia merekamnya walau sedikit dulu. "Ini akan menjadi bukti, aku akan menolongmu, Lila."bisik Saka penuh tekad. TBC ebook tuanku ayah anakku ready di playbook
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD