Untuk Bersamamu

1044 Words
Setelah keluar dari rumah sakti. Jacob membawa Chelsea kembali ke rumah, mengurung putrinya di kamar, dan tak membiarkan seorang pun menemuinya. Yang bisa Chelsea lakukan hanyalah menangis seharian dan mogok makan. Ia bahkan tak sempat berpamitan dengan Angga. Ia tak tahu apakah lelaki itu mengetahui keadaannya. Ia tak bisa mencari pertolongan karna ayahnya merampas semua fasilitasnya. Ia bagai tengah dipenjara dalam rumahnya sendiri. Chelsea menenggelamkan wajah pada bantal dan tangisnya kembali pecah. Dadanya sesak bukan main, disiksa tanpa ampun oleh pedih yang menyerang hati. “Non … makanannya dimakan ya?” Wanita paruh baya yang duduk di tepi tempat tidur menatapnya iba. Lisa sudah menjaga Chelsea sejak gadis itu lahir ke dunia ini. Komplikasi pada kelahirannya, membuat Chelsea tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Oleh karna itu, Lisa memberikan semua kasih sayangnya untuk Chelsea, berusaha membuat gadis itu tak kekurangan kasih ibu. Chelsea tak merespon, malah semakin menguatkan volume tangisnya. Lisa mengusap lembut puncak kepala Chelsea. “Udah besar, kenapa masih suka mogok makan sih, Non?” wanita itu tersenyum hangat, “Non nggak kasihan sama bayinya. ‘kan dia nggak salah.” Tangis Chelsea terhenti sesaat. Harusnya ia tak egois seperti ini, namun ia tak tahu harus melakukan apa lagi untuk membujuk ayahnya. Ia tak ingin meninggalkan Angga dan juga membuang bayi yang tak berdosa. Dirinya lah yang bersalah dan terlalu naïf, menggampangkan masalah yang ada karna terbiasa dipenuhi semua keinginannya. Siapa tahu, ayahnya bisa keras kepala dan tega menyiksanya seperti sekarang. “Biarin aja aku mati, Bi. Biar papa seneng.” “Hhuuuss …” Lisa menghentikan elusan tangannya pada kepala Chelsea, “Nggak ada satu orang tua pun yang mau melihat anaknya pergi lebih dulu dari mereka. Tuan sayang sama Nona makanya Tuan keras begitu. Ini demi masa depan Non Chelsea.” “Tapi dia ngancurin hati aku, Bi.” Lisa menggeleng-geleng. “Non … Tuan Cuma nggak mau hidup Non menderita. Non sama sekali nggak pernah megang kerjaan rumah, gimana nanti kalau udah nikah?” Chelsea berdesis sebal. “Aku bisa belajar.” Lisa mengangguk-angguk sembari tersenyum. “Ya udah, Non makan dulu ya, nanti bibi nggak bilang-bilang sama Tuan. Biar Tuan pikir, Non masih mogok makan. Kasian bayinya non kalau diajakin mogok bareng.” Chelsea mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. “Beneran nggak bakalan ngadu ke papa, ‘kan?” Chelsea menatap Lisa meneliti. Wanita paruh baya itu mengangguk sembari tersenyum, lalu mengusap sisa-sisa air mata di pipi Chelsea. “Makan yang banyak ya, Non. Udah dua hari nggak makan.” “Suapinnn …” rajuk Chelsea. Lisa mengusap puncak kepala Chelsea, lalu menyuapi gadis itu penuh kasih sayang. Lisa akan melakukan apa pun untuk gadis yang sudah dianggapnya sebagai anak kandung. Ia pun sengaja tak menikah, agar tak membuat Chelesea kehilangan kasih sayang yang dibutuhkannya. Chelsea menceritakan semua masalahnya dan dengan setia Lisa mendengarkan. Wanita itu tak pernah bosan menanggapi sikap manja Chelsea, baginya gadis itu tetaplah gadis kecilnya yang tak pernah dewasa. *** Suara perabotan yang jatuh ke lantai dan teriakan membangunkan Chelsea dari tidurnya. Ia segera berlari ke pintu kamar dan menempelkan telinganya di sana. Samar-samar didengarnya suara Angga dan juga Anggoro yang berteriak “Pa … buka pintunya, Pa …” teriak Chelsea sembari menggedor-gedor pintu kamarnya. Tak ada respon apa pun yang diterimanya. Chelsea kembali mendengar benda kaca yang dilemparkan, pecah, dan begitu keras hingga terdengar hingga lantai dua di mana kamarnya berada. Hati Chelsea diliputi ketakutan. Ia harus keluar dan mencari tahu apa yang terjadi. Belum Chelsea mencoba mendobrak pintu, pintu kamarnya telah terbuka. Lisa tersenyum tipis sembari menatapnya khawatir. Tanpa ingin bertanya, Chelsea segera berlari ke lantai bawah. Tubuhnya bergetar hebat saat melihat Angga yang terkulai di lantai dengan beberapa lebam di wajahnya. Saat melihat Jacob hendak melempar lelaki itu dengan cangkir yang ada di dekatnya, Chelsea segera berlari dan menglindungi tubuh lelaki itu dengan tubuhnya. Air matanya mengalir deras melihat luka yang menghiasi wajah Angga, sementara lelaki itu tersenyum manis, seakan tak merasakan sakit apa pun. Padahal hati Chelsea begitu pedih. “Kamu bodoh,” ucap Chelsea terisak. “Aku baik-baik aja.” Senyum Angga mengembang. Kerinduan yang menyiksanya beberapa hari ini karna tak mampu bertemu Chelsea seakan menguap. Lengan Chelsea yang ditarik paksa menjauhkannya dari Angga. Angga segera berdiri dan menarik Chelsea dari tangan Jacob. Dibawanya gadis itu dalam dekapannya, ia menantang mata Jacob, ketakutan yang sempat menyelimuti hati kini sirna sudah. “Dengan atau tanpa restu Anda. Pendirian saya masih sama, saya akan menikahi Chelsea!” ucap Angga mantap, tak ada sedikitpun keraguan dari nada suaranya. Sementara Jacob menatap pemuda itu penuh amarah. Tak ada seorangpun yang bisa merebut putri semata wayangnya. “Apa kamu belum jelas juga dengan kata-kata saya!” “Sangat jelas, tapi saya sangat yakin dengan perasaan saya. Saya mencintain Chelsea dan calon bayi kami. Saya akan berusaha membahagiakannya dan saya akan melakukan apa pun demi mewujudkan semua itu.” Chelsea mengadahkan wajah dan menatap Angga lembut. Kata cinta lelaki itu membuat sekumpula kupu-kupu menari di dalam perutnya, mengantarkan perasaan aneh yang membahagiakan. Jantungnya berdebar liar, dan kehangatan menyelimuti hatinya. “Pa … aku mohon …” Chelsea tak membiarkan Angga berjuang seorang diri demi mereka. Ia berjalan ke arah ayahnya, menggenggam erat tangan ayahnya sembari menatap penuh permohonan. Yang ia inginkan adalah bersama dengan orang yang dicintainya. Tatapan mata Jacob melembut. Putrinya kerap melemahkannya. Beberapa hari ini aksi mogok makan putrinya telah membuatnya khawatir bukan main, ia sendiri pun sampai tak bisa makan, ingin menemani putrinya yang tengah mogok makan. Mengapa Chelsea tak mampu melihat kasihnya yang begitu besar. “Tapi Chelsea … dia hanya akan membuatmu hidup susah.” Chelsea tersenyum menenangkan, lalu memeluk erat tubuh lelaki paruh baya yang begitu dicintainya. “Apa cinta membuat papa menderita? Apa selama ini cintaku juga menyiksa papa?” Lelaki itu menggeleng walau Chelsea tak bisa melihatnya, Chelsea mengadahkan wajah dan tersenyum untuk yang kesekian kalinya. “Papa pasti pernah merasakan cinta seperti yang kurasakan. Aku mohon … berikan kebahagianku, Pa.” suara Chelsea bergetar, penuh permohonan. “Dengan satu syarat. Dia harus meninggalkanmu bila nggak bisa membuatmu bahagia.” Jacob tak bisa terus memaksa, walau bagaimanapun sikap keras kepalanya hanya memperparah kesehatan putrinya. Senyum Angga dan Chelsea mengembang. Angga menatap lurus pada mata Jacob dan berkata penuh keyakinan; “Saya akan membuatnya sangat bahagia. Saya janji.” Chelsea kembali memeluk tubuh ayahnya erat-erat, lalu mengecup kedua pipi pria paruh baya itu. “Makasih banyak, Pa. Kami akan bahagia.” Jacob menatap keduanya secara bergantian. Rona bahagia menghiasi wajah sepasang anak manusia di hadapannya. Dalam hati, Jacob berdoa keputusannya tak salah. Semoga ia tak menyerahkan putri kesayangannya pada orang yang salah. Tak ada gunanya terus berkeras kepala karna orang yang dimabuk cinta memang kerap menulikan telinga dan membutakan mata mereka. Jacob akan terus memantau keduanya dan tak ‘kan dibiarkan putrinya menderita karna cinta masa muda yang terlalu dini untuk ia rasakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD