Cinta Saja Tak 'kan Cukup

1017 Words
Berulang ulang kali Angga menarik napas panjang, lalu menghelanya perlahan. Ia mengusap-usap d**a, mencoba menentramkan hati yang dipenuhi ketakutan. Dengan tangan bergetar, dibukanya knop pintu ruang rawat inap yang ditempati Chelsea. Seorang lelaki paruh baya menatapnya tajam saat ia sudah berada di dalam ruangan, namun tak sedikitpun Angga gentar karna perasaannya pada Chelsea. Ia tak boleh menjadi pengecut dan kembali menyiksa Chelsea karna sikapnya. Sudah terlanjur maju, maka ia tak boleh mundur kembali. “Selamat siang, Pak,” Angga berusaha tersenyum ramah sembari mengulurkan tangannya, namun lelaki itu malah menatap kosong tangan Angga, tak sudi menjabatnya. Angga menarik tangannya kembali. “Saya Angga, salam kenal.” “Kamu yang menghamili anak saya?” nada marah terdengar jelas dalam suara lelaki paruh baya itu. Dengan susah payah, lelaki itu mencoba menahan amarahnya. Chelsea yang tahu jika ayahnya itu marah besar, segera mencengkram lengannya, membuat lelaki itu menoleh ke arahnya. Chelsea mengucapkan kata mohon tanpa bersuara. Angga mengangguk. “Kami telah melakukan kesalahan, tapi saya nggak akan mundur.” Lelaki itu tersenyum mengejek. “Nggak akan mundur?” tanyanya dengan nada tak suka, “Lalu bagaimana caramu untuk tetap maju.” “Saya akan menikahi Chelsea. Setelah dia keluar dari rumah sakit, kami akan mengurus pernikahan di catatan sipil.” Lelaki itu tertawa dingin. “Hanya itu rencanamu untuk tetap maju?” “Saya akan bekerja keras agar bisa membuatnya bahagia.” “Apa pekerjaanmu?” “Saya mahasiswa, Pak. Tapi, saya ada beberapa pekerjaan paruh waktu. Di pombensin dan juga restoran. Kadang saya juga menulis artikel. Saya yakin, bisa mencukupi hidup kami.” Tawa lelaki itu kembali pecah. “Apa kamu tahu, kalau minuman Chelsea yang paling murah itu seharga lima puluh ribu dan sehari dia bisa minum minuman semacam itu beberapa kali.” Lelaki itu menoleh ke arah putrinya tercinta, “Belum lagi makanan. Dia sangat pemilih dan nggak bisa cuma makan nasi pake garem. Cinta itu nggak bakalan bisa buat kenyang.” “Jika kalian menikah, bisa-bisa anak saya nggak bakalan bisa menikmati minuman yang dia sukai dan harus menahan diri karna kemiskinanmu.” “Pa ...” Chelsea menggoyang-goyangkan lengan ayahnya, menatap lelaki itu memelas, ia tak ingin ayahnya menyakiti Angga. Tak seperti perkiraannya, Angga malah tersenyum tenang. “Saya memang nggak bisa memberikan makanan dan minuman yang selama ini dia beli di luar sana, tapi saya bisa membuatkan minuman dan makanan yang pastinya jauh lebih enak daripada apa yang pernah dia beli di luar sana.” Angga menantang mata lelaki paruh baya di depannya, “Saya tahu, kalau cinta aja nggak bakalan bisa buat kenyang. Oleh karna itu saya bekerja keras, melakukan apa pun agar nantinya Chelsea nggak kelaparan.” Lelaki itu mengepalkan tangan. Kata-kata Angga tak mampu membuatnya ikhlas merelakan putrinya. Walau bagaimanapun ia sangat mengenal putrinya sendiri. Chelsea tak bisa melakukan apa pun sendiri. Ia terlalu bergantung pada dirinya, gadis itu pun selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, namun lelaki di hadapannya tampak tak bisa diharap. “Sebelum kandungan Chelsea membesar, segera gugurkan! Kalian nggak boleh berhubungan lagi setelah ini.” “Pa ...” air mata Chelsea mengalir deras, “Chelsea nggak mau,” ia meraung bagai anak kecil, sedang hati Angga tersakiti melihat pemandangan di depannya. Ia pun tak ingin benih cinta mereka dibuang begitu saja. Angga berlutut di hadapan Jacob—ayah Chelsea, air matanya turut jatuh. “Saya mohon. Mungkin saat ini saya memang cuma mahasiswa miskin, tapi saya akan bekerja keras untuk memberikan hidup yang layak untuk anak Anda.” “Pernikahan dan membesarkan anak nggak semudah pemikiran kalian.” Lelaki itu menatap Angga tajam, “Hubungan ini nggak perlu dilanjutkan. Saya nggak mau masa depan putri saya hancur karna kehamilannya. Walau bagaimanapun, putri saya yang paling dirugikan dengan kehamilannya. Dia nggak mungkin bisa melanjutkan kuliah karna berbadan dua.” “Pa ... aku akan melanjutkan kuliah begitu melahirkan. Jangan begini, Pa. Kasih Angga kesempatan. Aku mencintainya,” ucap Chelsea lirih. Mereka akan memikirkan apa yang akan mereka perbuat di masa depan, namun kini hanya restu yang mereka butuhkan untuk bersama. Jacob mengusap wajah putrinya. “Kamu nggak bakalan bisa hidup susah sama dia, Chel. Percaya papa, ini yang terbaik untukmu.” Chelsea menggeleng. “Lebih baik aku mati kalau papa tetap memaksa.” Jantung Angga seakan berhenti berdetak karna perkataan gadis itu. Ia melirik Jacob, ia harus mencari cara meyakinkan Jacob agar membiarkan mereka menikah. Apa pun akan ia lakukan untuk membuat Chelsea dan calon bayi mereka bahagia. Angga memeluk kaki Angga. “Saya mohon, Pak. Beri kami kesempatan. Saya nggak akan pernah meninggalkan Chelsea dan akan selalu membahagiakannya. Itu janji saya dan Anda bisa memegang kata-kata saya.” Jacob menatap Chelsea dan Angga bergantian. Dadanya sesak bukan main. Ia merasa gagal menjadi seorang ayah. Selama ini ia selalu memberikan gadis kecilnya semua yang ia inginkan, agar Chelsea tak merasa kekurangan cinta walau hanya dirinya yang membesarkan gadis itu. Ia pun memutuskan untuk tak pernah menikah lagi, agar Chelsea merasa tak diabaikannya. Ia membuat gadis itu menjadi seorang putri, namun hari ini harta paling berharganya dihancurkan oleh seorang pemuda tengik seperti Angga. Jacob melepaskan genggaman Angga pada kakinya, lalu berjalan keluar ruangan. Ia butuh waktu untuk berpikir. Ia tak ingin mengambil keputusan gegabah yang menghancurkan hidup putri semata wayangnya. “Papa ...” teriakan Chelsea diabaikannya Jacob. Air mata Chelsea mengalir semakin deras, dadanya sesak bukan main. Ia mencintai Angga, namun ia tak ingin melangkah tanpa restu dari ayahnya. Walau bagaimanapun ayahnya adalah cinta pertamanya. Ia tahu, jika dirinya telah mengecewakan ayahnya, namun ia hanya ingin ayahnya mengerti hatinya juga. Angga segera bangkit berdiri, lalu memeluk erat tubuh Chelsea. Diusap-usapnya lembut punggung gadis itu, air matanya ikut mengalir, sesak bukan main. Ia tahu jika mereka telah melakukan kesalahan besar, akan tetapi ia berusaha memperbaiki semuanya. Ia juga tahu, jika pernikahan tak hanya cukup dengan cinta. Menikahi Chelsea berarti mengambil penuh tanggungjawab atas diri gadis itu. Ia harus membuat Chelsea bahagia bukan hanya dengan cinta, namun materi yang tidak ia miliki. Ia pun tahu penghasilannya sehari pun tak bakalan mampu untuk disamakan dengan uang jajan Chelsea yang diberikan oleh ayahnya. Akan tetapi, ia mencintai gadis itu dan ingin memberanikan diri memulai semuanya dari awal. Egois memang saat ia meminta Chelsea hidup susah dengannya. Toh selama ini ayahnya gadis itu tak pernah sekalipun mau membuat putrinya hidup susah dan serba kekurangan, lalu apa hak nya menyusahkan hidup gadis itu. Ia tahu benar akan perasaan ayah Chelsea. Dirinya pun akan seperti itu bila bertemu dengan lelaki seperti dirinya yang ingin mempersunting anak gadisnya. “Maafkan aku, Chel.” Ucap Angga disela tangisnya. Keduanya saling berpelukan dan menangis tersedu-sedu. Cinta ini nyata, walau terasa sulit. Apakah tak ada jalan agar cinta keduanya bisa bersama?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD