Bermimpi Terlalu Tinggi

1378 Words
Kyra duduk termenung dengan selimut putih yang menutupi tubuhnya, hingga mencapai bagian atas dadanya. Bahunya nampak polos, tanpa sehelai pun kain penutup. Ia menoleh ke samping, saat merasakan ranjang yang menopang tubuhnya bergerak. Nampak Leon yang baru saja naik ke atas tempat tidur, setelah keluar dari dalam kamar mandi dan telah kembali berpakaian. "Bangunkan aku pukul enam. Aku harus pergi ke kantor mulai besok," tutur Leon, sambil menarik selimut yang sama dengan Kyra dan merebahkan tubuhnya, dalam posisi membelakangi Kyra. "Iya Tuan. Nanti akan saya bangunkan," balas Kyra yang tidak lagi digubris, oleh orang yang kini memejamkan matanya. Kyra mengembuskan napas panjang, lalu keluar dari dalam selimut dan memunguti pakaian miliknya, yang berserakan di lantai. Kyra menoleh sekilas kepada Leon, yang sepertinya telah terlelap dengan begitu cepat, setelah puas bermain-main dengan tubuhnya. Kyra melangkah pergi ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan diri dan kembali ke sisi Leon, untuk menyusulnya ke alam mimpi.Namun sebelum sempat ia lakukan. Kyra nampak tertegun, sambil memandangi Leon. Tidak ingin memiliki anak darinya? Tapi masih saja menyentuhnya seperti tadi? Ia anggap apa sebenarnya hubungan mereka ini? Kalau ia tahu, akhirnya malah jadi seperti ini, saat di depan altar kemarin. Seharusnya, ia tolak saja Tuannya ini di depan penghulu. Daripada memiliki status yang tidak jelas begini. Namun, tetap harus melayani keinginannya. Kyra mengecap bibirnya yang terasa kering, lalu mengambil gelas berisi air, yang sempat ia minum tadi dan meneguknya hingga habis tak bersisa. Ia pun merebahkan tubuhnya di sisi Leon dan mulai terpejam bersama dengannya. Esok harinya. Kyra terbangun lebih dulu. Ia melonjak cepat, dengan mata yang terbuka lebar sambil memperhatikan jam yang tertempel di dinding kamar. Belum terlambat. Masih cukup jauh dari waktu yang Leon minta, untuk dibangunkan. Kyra menyeret tubuhnya turun dari atas tempat tidur. Ia keluar dari dalam selimut dan pergi ke kamar mandi, untuk membersihkan diri. Setelah beberapa belas menit selesai membersihkan tubuh. Kyra berpakaian dan pergi ke sisi Leon untuk membangunkannya. Kyra membungkuk. Tangan kirinya menopang tubuh pada ranjang dan tangan kanannya terulur, untuk menyentuh bahu Leon serta mengguncang tubuhnya. Belum sempat tersentuh. Kyra bergeming, dengan kedua bola mata yang terfokus pada wajah orang, yang sedang mengatupkan kedua kelopak matanya ini. Garis wajahnya tegas, bulu matanya yang cantik dan lentik, bibirnya yang merah muda alami dan kulit wajahnya yang putih serta mulus, dengan bulu halus di bawah dagunya. Tampan bak seorang pangeran. Hal itulah yang terlintas di dalam kepala Kyra. Ya ia telah bersuamikan seorang pangeran. Awalnya, ada guratan senyum di bibir Kyra yang tipis. Namun, senyuman itu menghilang, saat setiap perkataan orang ini kembali berdengung di dalam kepalanya. Hanya seorang pengantin pengganti, yang harus kembali ke tempatnya semula. Saat pengantin yang sesungguhnya datang. Sekilas, Kyra berharap, bila pengantin yang sesungguhnya itu tidak pernah datang dan mengambil posisinya kembali. Tapi, ia bahkan lupa. Bila dirinya lah yang telah mengambil tempat seseorang. Dan lagi, apa tidak cukup memalukan, untuk bermimpi terlalu tinggi seperti ini? Kyra menggeleng pelan dan meneruskan gerakan tangannya. Ia menyentuh bahu Leon, lalu mengguncangkan perlahan. "Tuan, bangun. Sudah pukul enam," ucap Kyra disela guncangan yang ia berikan. Leon terbangun dengan kelopak mata yang menyipit. Ia langsung duduk pada ranjang dan membersihkan dua sudut tengah matanya, dengan ibu jari serta jari tengahnya. "Ada apa??" tanya Leon kepada Kyra yang menundukkan kepala sambil melirik menatap Leon. "Sudah pukul enam Tuan. Semalam, Tuan meminta untuk dibangunkan pukul enam." "Oh iya. Aku hampir saja lupa. Tolong siapkan pakaian untuk ke kantor. Aku akan pergi mandi dulu." Leon menyibakkan selimut dari atas tubuhnya dan turun dari atas tempat tidur, lalu berjalan ke kamar mandi. Sepeninggalan Leon, Kyra dengan sigap merapikan tempat tidur, yang tadi malam sempat menjadi saksi pergumulannya. Ia menata dengan sedemikian rupa, bantal dan juga seprai yang baru, agar malam nanti Leon bisa tidur dengan nyaman, tanpa sisa peluh keduanya di sana. Semua yang sempat tergeser dari posisi, Kyra rapikan kembali dan sekarang, barulah Kyra berada di depan lemari, untuk memilihkan pakaian bagi Leon. Kyra tertegun. Ia nampak kebingungan melihat tumpukan pakaian, yang begitu banyak di dalam sana dan juga mana kiranya pas, untuk dikenakan oleh Leon nanti. Kyra melipat bibir sambil mengingat-ingat, pakaian yang sering kali digunakan oleh Tuan besarnya. Saat akan pergi ke kantor. Sebuah celana panjang hitam, kemeja putih dan juga sebuah jas berwarna senada dengan celana, yang akhirnya Kyra pilih dan keluarkan dari dalam lemari dengan begitu hati-hati, lalu ia letakkan di tepi tempat tidur. Tidak lupa dengan sebuah ikat pinggang, yang Kyra sisipkan juga, diantara tumpukan pakaian. Kyra tersenyum puas, akan hasil sentuhan tangannya, yang cukup membanggakan menurutnya. Kamar telah rapi, pakaian pun telah ia siapkan. Hanya tinggal menunggu sosok, yang rupanya sekarang sudah keluar dari dalam kamar mandi dan tanpa menatap Kyra sama sekali, langsung saja berpakaian. Kyra tertunduk lesu. Hasil pekerjaannya tidak mendapatkan pujian. Bahkan, ia seperti transparan di sana. Karena Leon bukan hanya tidak menatap. Namun juga tidak menegurnya sama sekali. Mengajaknya untuk keluar dari dalam kamar bersama pun tidak. Kyra menghela napas dengan begitu panjang. Ia mengambil handuk yang tergeletak begitu saja di tepi tempat tidur dan merapikannya pada tempatnya semula. Baru akan menyusul keluar. Kyra menghentikan dua kakinya dalam melangkah dan menoleh ke sisi kanan, dengan sebuah cermin besar di sana. Kyra mendekati cermin dan menatap dirinya sendiri, melalui pantulan cermin tersebut. Ia memperhatikan dengan seksama mulai dari wajah, hingga tubuhnya juga. Benar-benar tidak menarik menurutnya. Kyra berkecil hati. Padahal sebenarnya, ia tidak terlalu buruk juga, dengan rambut bergelombang dan ya... mungkin hanya pakaiannya saja yang bergaya vintage. Tapi, bila semuanya diubah dan wajahnya diberi sedikit pulasan makeup tipis, ataupun perawatan wajah. Kyra akan terlihat seperti wanita yang cukup berkelas. Kyra menghentikan penilaian atas dirinya sendiri dan pergi menyusul Leon ke bawah, serta pergi sarapan bersama. Setelah sarapan pagi usai. Leona pergi ke pintu utama, untuk mengantarkan suaminya, Hans, yang akan berangkat ke kantor pagi ini. Kyra yang kikuk hanya menurut saja, saat Hans yang turut mengajaknya juga, untuk mengantarkan kepergiannya, bersama Leon. "Sweet heart. Aku pergi ke kantor dulu ya??" ucap Hans, kepada Leona sambil menyalami dan juga mengecup dahinya. "Iya. Hati-hati di jalan. Jangan lupa untuk mengabari, kalau sudah sampai," pesan Leona, hampir sama pada setiap paginya kepada Hans. "Iya tentu saja," balas Hans sambil tersenyum tipis dan beralih juga kepada Kyra untuk berpamitan kepadanya. "Papa pergi bekerja dulu ya, Kyra? Kalau ada perlu apapun itu katakan saja kepada Mamanya Leon," pesan Hans sambil tersenyum. "I-Iya, Pa." Kini giliran Leon yang berpamitan kepada Leona, dengan sebuah kecupan tangan dan juga dekapan. Namun, hanya sampai disitu saja. Karena seperti halnya di kamar tadi. Leon seolah tidak melihat Kyra di sana. "Hei, Leon! Kamu mau pergi kemana hm?" seru Hans sambil melirik lelaki yang melengos pergi begitu saja. Leon menoleh dan menatap sang ayah dengan raut wajah kebingungan. "Pergi ke mobil. Memangnya kemana lagi??" "Tidak pamitan dulu, kepada istri kamu??" Leon tersenyum masam sambil menggelengkan kepalanya. "Untuk apa??" "Untuk apa??" ulang Hans. "Kamu itu lelaki beristri. Setiap laki-laki beristri pasti akan berpamitan kepada istrinya lebih dulu. Meminta doa untuk kelancaran pekerjaan di hari ini. Bahkan di setiap harinya. Bukan malah melengos pergi, seperti tidak melihat istri kamu ini," tegur Hans dan membuat Leon menampakkan raut wajah jengkel. Leon masih tidak berpindah dari tempatnya berdiri. Bukan karena canggung. Tapi, ia malas sekali untuk melakukan basa basi semacam ini. Apalagi, bersama dengan wanita yang terlihat begitu kampungan, dari caranya berpakaian. "Leon! Ayo cepat! Kamu mau, credit card kamu Papa nonaktifkan??" Sebuah kalimat ancaman yang langsung membuat tubuh Leon bergerak dan berada di hadapan Kyra. Leon menoleh kepada Hans yang menunggu dirinya, melakukan hal yang tadi Hans perintahkan. Dengan sekali hembusan napas, Leon mengangkat tangan kanannya dan berpamitan kepada Kyra. "Aku pergi dulu!" ketus Leon. Kyra mengangguk dan menyambut uluran tangan Leon. "Iya. Hati-hati," ucap Kyra seraya melirik sekilas dan kembali menundukkan kepalanya. Leon menarik tangannya kembali dan langsung melengos masuk ke dalam mobil, disusul oleh Hans juga setelahnya. Mobil melaju pergi meninggalkan kediaman Harisson. Meninggalkan dua orang wanita yang masih tertegun di depan pintu. Leona mulai melirik ke arah Kyra lebih dulu. Menatapnya dari atas hingga ke bawah, sambil menyunggingkan bibir. "Sudah cukup bermimpi. Bangunlah! Pergi ke belakang dan lakukan pekerjaan yang sama dengan ibumu!!" seru Leona sambil menatap sinis kepada Kyra. Kyra memainkan jemari tangannya yang bertaut di depan dan Leona, bergegas pergi masuk, meninggalkan Kyra yang melipat bibir dengan kepala tertunduk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD