2. Rencana Perjodohan

987 Words
Lila baru saja masuk kedalam mobilnya saat terdengar ponselnya berbunyi. Nama yang tampil di layar ponsel membuatnya enggan untuk mengangkatnya. Mama. "Iya, ma. " Lila akhirnya mengangkat telepon dari ibunya. Dia sudah hafal benar ibunya tidak akan berhenti menelepon sampai panggilannya di angkat. "Kamu masih di rumah sakit?" Suara mama terdengar. "Ini baru keluar. Sekarang lagi di mobil mau pulang. " Lila menyandarkan punggungnya di sandaran mobil. "Oh, kirain belum pulang. Nanti malam makan malam di rumah, ya." Sejak dua tahun yang lalu Lila menempati apartemen yang dulu yang dulu di tempati kakaknya. Tempat itu lebih dekat dengan rumah sakit tempatnya bekerja. Candra sendiri pindah ke apartemen yang lebih besar. "Di rumah ada kakek. " Lanjut mama. Tadinya Lila berpikir mama menyuruhnya ke rumah karena ingin menyodorkan kandidat baru untuk pasangannya. Setelah mendengar nama kakek disebut sepertinya dugaannya salah. "Iya, ma. Nanti aku pulang. " "Ya sudah. Sekarang kamu pulang. Hati-hati nyetirnya. " "Iya, ma. " Sambungan telepon pun terputus. Lila kemudian melihat keluar jendela mobil. Ternyata diluar sedang gerimis. Ia langsung menyalakan mesin mobil untuk menuju apartemennya. *** Bara melihat semua keluarganya sudah berkumpul di rumah kakek. Ada papa, Candra, Yuan, dan Yudis. Keponakannya yang berusia satu tahun. "Semuanya udah kumpul? " Suara Bara menarik perhatian orang-orang yang ada di ruangan keluarga itu. "Halo jagoan. " Bara duduk di sebelah kakak iparnya lalu mencubit sayang pipi gembul keponakannya. "Langsung dari kantor? " Tanya Yuan. "Iya, kak. Boleh aku gendong, kak? " "Jangan di gendong. " Larang Candra. "Kamu baru aja dari luar, belum cuci tangan. Banyak virus. Cuci tangan dulu. " Yuan meringis mendengar suaminya yang over protektif jika menyangkut putra mereka. "Suami kakak nyeremin. " Canda Bara setengah berbisik pada Yuan. "Papa kamu nyebelin." Bara beralih pada keponakannya yang belum mengerti apa-apa. Yuan tidak bisa menahan tawanya. "Oia, mama mana? " Sedari tadi Bara tidak melihat ibunya. "Mama kamu ada di kamar kakek. " Herman menjawab pertanyaan anak bungsunya. Tak lama sang ibu datang bersama kakek. Laki-laki tua itu terlihat lebih baik dari yang terakhir yang Bara lihat. "Kamu sudah datang? " Pertanyaan itu di tujukan pada Bara setelah sang kakek duduk di salah satu sofa. "Iya, kek, " Jawab Bara. "Bagaimana keadaan kakek? " "Seperti yang kamu lihat. " Disusul dengan suara batuk laki-laki tua itu. "Kamu mau minum apa, Bara? " Tanya mama. "Kopi aja, ma. " Tania kemudian menyuruh salah satu maid yang ada di rumah ayahnya untuk membuatkan kopi. Terdengar tangisan Yudis. Yuan mencoba menenangkan anaknya namun bayi itu masih terus saja menangis. "Kelihatannya Yudis ngantuk. Bawa saja ke kamar yang ada di atas. " Suruh Tania. "Iya, ma. " Yuan menuruti perintah mertuanya. Setelah Yuan pergi Tania langsung membuka pembicaraan. Semua keluarganya sudah berkumpul. "Bara sebenar ada yang mau mama sampaikan." Tutur Tania. "Ada apa, ma? Sepertinya penting. " "Aku atau ayah yang bilang ke Bara? " Pertanyaan itu di tujukan Tania pada ayahnya. "Kamu saja. " Anan Murtopo menyerahkan pada anak semata wayangnya. "Apa aku harus ikut menyaksikan hal ini? " Candra sebenarnya ingin pergi mengikuti anak dan istrinya. Dia sudah tahu apa yang akan di sampaikan ibunya pada adiknya. "Apa kak Candra udah tau apa yang akan di sampaikan mama? " Tanya Bara. Candra hanya mengedikkan bahu. Sebaiknya ibunya saja yang menyampaikan. Sebenarnya dia malas harus menyaksikan ini. Dia tahu endingnya akan seperti apa. Adiknya itu pasti akan menolak. "Candra, diam. " Tegur Murtopo halus. " Biarkan mamamu melanjutkan bicaranya. " Candra hanya mengangguk pelan. "Sebaiknya aku yang bicara. " Sela Anan Murtopo. "Bara, kakek ingin menjodohkan kamu dengan cucu teman kakek. " Sang kakek langsung to the point. "Dijodohkan." Ulang Bara. Terkejut sudah pasti. "Iya. Kakek mau menjodohkan kamu dengan cucu teman kakek. " Bara tidak menyangka jika kedatangannya ke rumah kakek untuk mendengar kabar tentang perjodohan. Perjodohan - pernikahan. Meski usianya sudah dua puluh delapan tahun tapi dia belum berpikiran untuk menikah. "Usia kamu sudah matang untuk menikah Bara. " Lanjut sang kakek. "Sebenarnya... Kakek dan temanya dulu pernah membuat sebuah janji akan menjodohkan anak-anak mereka. Sayangnya anak teman kakek juga perempuan." Terang Tania. "Beberapa bulan yang lalu kakek bertemu dengan temannya lagi. Sudah lama mereka lost kontak. Mereka kemudian ingat jika dulu mereka pernah membuat janji untuk menjodohkan keturunan mereka agar ikatan persahabatan mereka bisa menjadi sebuah ikatan keluarga." "Dan kamu akan di jodohkan dengan cucunya teman kakek. " Lanjut Candra yang di tujukan pada adiknya. Setelah itu Candra beralih pada ibu dan kakeknya. "Ayolah, ma, kakek, ini tahun 2024. Kenapa harus juga di jodohin, sih. Aku udah bilang kalau Bara nggak mungkin mau. " "Candra. Jangan potong perkataan orang yang sedang berbicara. " Tegur sang ayah lagi. Candra langsung diam. "Kalau saja kamu belum menikah, pastinya kamu yang akan menikah dengan cucu sahabat kakek. " Jelas Tania yang langsung membuat anak sulungnya diam. Tania kemudian melanjutkan. "Cucu teman kakek yang pertama itu laki-laki dan yang kedua perempuan. Dia seorang dokter dan usianya sepantaran dengan kamu Bara. Jadi kakek berniat menjodohkan kamu dengan cucu teman kakek. " Dalam diam Bara memikirkan perkataan ibunya. Perjodohan. Sebenarnya tidak ada masalah dengan hal itu. Pernikahan karena di jodohkan bukanlah sesuatu yang mengerikan tapi... "Kamu mau, kan, Bara? " Suara sang kakek masuk kedalam indra pendengarannya. Sekarang Bara bingung harus menjawab apa? "Tapi ma, ini nggak adil buat Bara. Seharusnya dia bisa memilih jodohnya sendiri bukannya di jodohin sama perempuan yang nggak siapa. Kalau mereka menikah terus bagaimana kalau mereka akhirnya bercerai? Aku nggak setuju kalau Bara di jodohin. " Candra masih mengutarakan opininya. ""Kakek harap kamu tidak menolak. " Suara kakek terdengar lagi. Sekarang, Bara benar-benar bingung. Di tempat lain dengan suasana yang sama Lila juga tampak terkejut saat diberitahu oleh keluarganya jika ia akan di jodohkan dengan laki-laki yang tidak ia kenal. Ini memang bukan jaman siti Nurbaya tapi Lila merasa akan menjadi the next siti Nurbaya selanjutnya. Lila bingung harus bagaimana? Apalagi setelah tahu itu adalah keinginan kakeknya. Lebih tepatnya perjanjian bodoh antara kakeknya dengan temannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD