39. Danger Things

1117 Words
“Makasih ya, Than, kamu udah nemenin aku jalan-jalan. Udah lama aku gak jalan-jalan ke sini. Terakhir kali bareng Kirana pas baru pindah. Eum ... sekitar dua tahun lalu deh kayaknya.” Jonathan mendelik. Tangannya yang sementara mendorong ubi jalar rebus itu menuju ke mulutnya lalu terhenti tepat di depan bibir. Kepalanya sedikit menunduk dan bertahan ketika bola matanya bergerak ke sudut, memandang Selena kini. “Seriously?” tanya lelaki itu dengan nada rendah dan dengan ekspresi tak percaya. Selena memerengut bibir. “Hem,” jawabnya sambil menganggukkan kepala. “kita udah lama gak hangout bareng karena dua-duanya sibuk,” ujar Selena. Tampak dahi Jonathan mengerut. Kedua sisi alisnya pun berkedut lalu melengkung ke tengah. Lelaki itu masih dalam kebingungan. Bukan pada ucapan Selena, tetapi pada sesuatu yang sedari tadi berbisik gelisah di hatinya. “Awh!” Lelaki itu mendesis. Seketika ia tersadar dan hal pertama yang dipandangnya adalah ubi jalar yang masih menguar di tangannya. Selena yang kebetulan menatapnya lalu terkekeh. “Kau kenapa?” tanya gadis itu sambil menahan senyum geli di wajahnya. Jonathan ikut tersenyum. Ia menggeleng sepintas sebelum menjawab, “Tidak. Aku hanya berpikir, jarak dari Harlem ke Queens hanya tiga puluh menit dan lima menit jika kamu naik kereta, tetapi kamu bilang sudah dua tahun kamu tidak kemari. Kupikir itu-“ “Terdengar konyol, bukan?” sergah Selena. Jonathan terkekeh. “Eum ... not really. I think it just ....” Sambil mengerutkan dahi, Jonathan membawa tatapannya ke langit New York. Ia pun mendesah sebelum kembali memutar pandangannya ke samping. “Aku hanya berpikir kalau kalian memang benar-benar sibuk hingga tak punya waktu untuk menikmati New York.” Ucapan Jonathan lantas membuat Selena terkekeh. Suara rikuhnya dan ekspresi di wajahnya. Sungguh pun, semua itu mengundang reaksi berlebihan di jantung Jonathan yang langsung berkedut penuh tekanan. Lelaki itu langsung memalingkan wajah. Ia berdehem samar dan berusaha mengalihkan atensi dengan memandang ubi jalar yang sedari tadi menganggur di tangannya. “Ya, kau benar,” ucap Selena. Ia kembali mendongak, memandang Jonathan. “tapi apa juga yang perlu dilihat dari New York. Well, aku juga tidak terlalu suka naik kereta karena semua orang tahu kalau stasiun kereta di New York sangat bau.” Selena bergidik geli hingga bahunya ikut terangkat. “Oh ya?” tanya Jonathan. Selena kembali membuka kedua mata dan langsung memalingkan wajahnya ke samping. “Kau tidak tahu?” jawab gadis itu dengan pertanyaan. Jonathan memerengut bibir. Dahinya kembali terlipat, lelaki itu mengedikkan kedua bahu. “To be honest aku tidak pernah ke sana,” ucapnya. Selena langsung terkekeh sinis. Ia pun menggelengkan kepala sambil melayangkan satu tangannya ke udara. “Oh, man ... you’ve gotta be kidding me,” gumam Selena. “Ya, aku serius. Aku tidak pernah naik kereta.” Selena mengerjap dan memutar wajahnya lalu memberikan tatapan tak percaya. “Are you serious?!” Jonathan mengangguk dengan cepat. “Yeah,” jawab lelaki itu. “aku serius, Len.” Selena kembali tertawa berat, terdengar sinis. Ia pun memutar pandangan lalu menggelengkan kepala sebelum kembali memandang Jonathan. “Lalu kenapa kamu bisa bilang jarak dari Harlem ke tempat ini hanya lima menit menggunakan kereta? Aku pikir kamu sering ke sini,” ujar Selena dengan sangat jujur. “Ya ... aku pernah marahin orang kantor. Dia tinggal di Queens dan beberapa kali terlambat. Dia alasan macet padahal di ke kantor naik kereta, jadi kucari jarak dari Queens ke Manhattan. Kurang lebih lima menit. Aku ambil patokannya di situ,” ujar Jonathan panjang lebar. Untuk ke sekian kalinya lelaki itu membuat Selena tertawa. “Oh my God, can you believe it!” gumam gadis itu. Ia kembali menggelengkan kepala. “Ya, emang benar, kan?” Jonathan mencoba membela diri. Sementara Selena masih terus saja terkekeh. Logikanya menolak percaya, tetapi secara tidak langsung membuat Selena tahu sebagian karakter Jonathan yang kembali membuatnya terkejut. “You’re f*****g bad boss b***h ever!” ucap gadis itu. Ia menekan beberapa kalimat akhir sambil mengentak tangannya yang membentuk huruf O lewat telunjuk dan ibu jarinya. Jonathan terkekeh. “Why? Semuanya harus diperhitungkan, dong? Kita gak boleh sembarangan percaya orang termasuk staf kantor. Lagi pula ini New York, everbody knows how bad this city, termasuk orang-orangnya,” ujar Jonathan. Selena terus dibuatnya terkekeh keras. “Yeah, you right,” ucapnya. Gadis itu memerengut bibir lalu menganggukkan kepala. “absolutely right!” Lanjutnya. “Iya dong,” sambung Jonathan. “Ya, tapi terdengar lucu aja. I mean weird,” Selena kembali terkekeh. Entah mengapa jika mengingat ucapan Jonathan barusan selalu menggelitik rungunya. “ada gitu satu bos di kantor yang karena karyawannya terlambat terus dia sampai investigasi sampai ke transportasi dia.” Selena lagi-lagi terkekeh. “entah mau dikata teliti apa emang niat banget membuktikan kesalahan karyawannya.” Menyadari ada sesuatu yang salah dari ucapannya lalu membuat Selena mendongakkan wajahnya dengan cepat. “Sorry,” jawabnya. “I didn’t mean to insult you. Yes, because you’re the boss. And you have hugs responsibility to your employess, dan aku juga tidak bilang kalau tindakanmu itu berlebihan. Sebenarnya yang ingin kukatakan kamu sangat teliti,” ujar Selena. Tak ada setitik rasa bersalah di wajahnya. Ia pun dengan santai memasukkan ubi jalar itu ke mulutnya. Sementara Jonathan terdiam sekilas. Dahinya kembali terlipat dan sepasang alisnya yang sempurna itu lalu melengkung ke tengah. “Apa aku salah dengan itu?” gumam Jonathan. “No!” tandas Selena. “sama sekali tidak.” Lanjutnya sambil menggeleng dan menyeret tangannya dari kiri ke kanan, membuat garis horizontal di depan d**a untuk menekan ucapannya barusan. “Sudah kubilang tak ada yang salah dengan itu. Sebenarnya yang membuatku terkekeh hanya dari caramu yang sangat teliti menyebutkan jarak dari Harlem ke Queens. Ya, benar. Hanya lima menit, tapi aku tidak menyangka jika alasanmu menyebutkan hal itu karena kau sudah pernah melakukan riset. Kupikir karena kau juga sering kemari menggunakan kereta. Oh my God, sebenarnya akulah yang aneh di sini.” Selena menutup ucapannya dengan menggelengkan kepala. “Ucapanku benar-benar tidak nyambung.” Gadis itu pun terkekeh, menertawai dirinya. “please, don’t take it personal. Otakku rusak. Hahaha!” Untuk sekelebat Jonathan terdiam. Namun, saat gelak tawa Selena menyeruak hingga ke otaknya, lelaki itu pun terpaksa bergeming dan memandang gadis di sampingnya. ‘Oh my ... how gorgeous you are,’ batin Jonathan. Menyadari betapa konyol pikirannya barusan membuat Jonathan langsung memalingkan wajah. ‘Sial!’ desisnya dalam hati. Entah sudah berapa kali lelaki itu memaki dirinya sendiri, tetapi berada terlalu lama dengan Selena membuat Jonathan jadi memikirkan hal-hal aneh termasuk mengagumi gadis itu di dalam hatinya. Oh tidak! Ini harus dihentikan sebelum pikirannya semakin menjerumuskan Jonathan pada hal-hal aneh. ‘Stop staring at her, you dumbass!’ peringat lelaki itu dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD